Siswa sekolah dasar di Bornholmer Pankow, Berlin belajar dua jenis teknik membatik. Bagi mereka, membatik ternyata lebih seru daripada menggambar dan mewarnai di atas kertas.
Iklan
Menjadi bagian dari promosi budaya Indonesia, kali ini batik sang Warisan Dunia yang menyapa publik Jerman. Uniknya, promosi budaya ini ditujukkan ke siswa sekolah dasar. Siswa kelas empat SD Bornholmer Pankow, Berlin untuk pertama kalinya belajar membatik, Kamis (21/03) lalu.
Ada dua jenis teknik membatik yang digunakan kali ini yakni teknik jumputan dan teknik canting.
"Batik jumputan sangat keren," ujar Cloe, salah seorang siswa. Cloe sangat terkesan dengan hasil dari teknik melipat, mengikat dan mewarnai pada jumputan, "hasil jadinya lucu-lucu dan bagus," tambahnya.
Selama proses membatik, siswa didampingi dua orang instruktur, yakni Muhamad Nauval dari Sanggar Batik Komar dan Epi Gunawan dari Barli Art Studio. Ketekunan mereka membuahkan hasil, sapu tangan bermotif batik hasil karya para siswa ini boleh dibawa pulang sebagai kenang-kenangan.
"Ini sapu tangan hasil karya saya. Namanya batik, asalnya dari Indonesia. Kalau masih penasaran, kalian bisa ajak orang tua kalian untuk ke Indonesia untuk melihat lebih banyak lagi karya-karya batik yang unik dan menarik," ujar Sartika Oegroseno, istri Dubes RI untuk Jerman kepada para siswa.
Belajar Main Gamelan di Jerman
Siapa bilang musik tradisional Indonesia hanya diminati di negara asal? Warga Jerman juga ada yang berminat belajar main gamelan. Mereka antara lain tergabung dalam sanggar Bali Puspa.
Foto: DW/M. Linardy
Menekuni musik Bali sejak kecil
Sanggar Bali Puspa didirikan oleh Nyoman Suyadni Mindhoff. Ia bercerita, sejak kecil ia sudah belajar menari di pure.
Foto: DW/M. Linardy
Membawa gamelan dari Indonesia
Nyoman bercerita, di Jerman ia dulu juga menari di berbagai acara dan mengajarkan anak-anak menari Bali. Kemudian timbul keinginan untuk mendatangkan instrumen gamelan, "supaya punya musik live." Demikian ceritanya.
Foto: DW/M. Linardy
Mendirikan sangar Bali Puspa
Ia kemudian mendirikan grup bukan hanya penari, melainkan juga grup pemain gamelan. Awalnya ia mencari guru, kemudian sedikit demi sedikit mengumpulkan orang Jerman yang berminat. Salah satunya Andreas Herdy (foto), dosen musik di Universitas Hildesheim yang jadi guru grup gamelannya.
Foto: DW/M. Linardy
Orang Jerman belajar main gamelan
Nyoman bercerita, memang awalnya bagi orang Jerman sulit untuk memainkan gamelan. Mereka terutama sulit mengkoordinasikan tangan. Apalagi musik yang dimainkan, yaitu musik khas Bali, bukan musik yang sering didengar di Jerman.
Foto: DW/M. Linardy
Kesabaran perlu
Tapi seperti banyak hal lainnya, dengan kesabaran dari guru dan ketekunan murid, orang-orang yang benar-benar berminat akhirnya bisa main gamelan.
Foto: DW/M. Linardy
Memperkenalkan dan menyebar kebudayaan Indonesia
Hingga sekarang, sanggar Bali Puspa sudah berkali-kali ikut dalam berbagai acara di berbagai kota di Jerman, dan di beberapa negara tetangga Jerman. Rencana berikutnya juga sudah ada. Mereka akan mengadakan Malam Indonesia di Köln. Penulis: Marjory Linardy (ap)
Foto: DW/M. Linardy
6 foto1 | 6
Kenapa promosi budaya targetkan anak?
Para siswa, menurut Sartika perlu untuk terus mempelajari beragam budaya, terutama budaya yang asing dari yang mereka kenal selama ini. Dia menegaskan hal ini penting untuk mengembangkan imajinasi anak. Saran Sartika ini sudah direalisasikan pengelola SD Bornholmer yang sejak tiga tahun lalu mendatangkan guru seni asal Bali, yakni Ni Ketut Warsini.
Siswa sekolah menurut Dubes RI untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno juga penting menjadi sasaran promosi budaya Indonesia sebab kelak para pelajar sekolah dasar tersebut akan menjadi pemimpin yang meneruskan hubungan bilateral Jerman dengan Indonesia.
Kegiatan membatik seperti ini sebelumnya juga pernah dilangsungkan untuk perhimpunan Willkommen in Berlin dan operator perjalanan di Jerman.
Istimewanya Dirndl dengan Tekstil Asli Indonesia
Memadukan kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan negara lain bisa jadi jalan agar Indonesia lebih dikenal di manca negara. Itulah tujuan desainer Shanty Sutadji yang gabungkan tekstil khas Indonesia dengan busana Jerman.
Foto: DW/M. Linardy
Bersiap untuk Peragaan Busana
Fashion show atau peragaan busana menjadi jalan bagi desainer untuk memasarkan produk busana karyanya, atau untuk memperkenalkan koleksi baru. Misalnya peragaan busana yang diadakan di kota mode Düsseldorf. Sebelum peragaan busana dimulai, semua peragawati harus berdandan terlebih dahulu.
Foto: DW/M. Linardy
Hiruk Pikuk di Belakang Panggung
Sebelum tampil di depan penonton, para model berdiri mengantri giliran di belakang panggung. Sementara penata wajah dan desainer masih berusaha memberikan sentuhan terakhir.
Foto: DW/M. Linardy
Saling Bantu Karena Waktu Sempit
Para model harus mengganti busana dengan terburu-buru di antara dua show, saling membantu untuk mengancingkan baju, atau mengikat pita, karena waktu yang mendesak.
Foto: DW/M. Linardy
Tekstil Khas Indonesia
Batik adalah salah satu tekstil Indonesia yang bisa dilihat dalam sejumlah dirndl dan gaun malam koleksi Shanty Couture.
Foto: DW/M. Linardy
Menjadi Paduan Yang Cantik
Tiga peragawati ini mengenakan busana yang memadukan busana khas Barat dengan tekstil khas Indonesia misalnya Batik. Ketiganya sudah siap untuk naik ke catwalk. Mereka bertiga ini dengan busana dari Shanty Couture yang dikenakan, dipilih organisator untuk tampil dua kali. Ini bukti Dirndl kreasi baru ini disukai orang.
Foto: DW/M. Linardy
Batik, Lurik dan Tenun
Untuk koleksi yang ditampilkan dalam pagelaran mode di Düsseldorf, Shanty Sutadji menyisipkan Batik, lurik dan tenun dalam Dirnd dan busana malam kreasinya.
Foto: DW/M. Linardy
Dirndl Model Baru
Seperti Dirndl khas Jerman, Dirndl yang satu ini juga dilengkapi celemek yang diikat dengan pita di bagian pinggang. Jika celemek dilepas, busana ini menjadi gaun malam yang bisa dipakai di berbagai kesempatan.
Foto: DW/M. Linardy
Sentuhan Terakhir
Karena waktu yang singkat untuk mengganti baju, para peragawati mendapat bantuan dari tim khusus. Walaupun sudah lengkap berbusana, sentuhan terakhir oleh sang desainer kerap masih dibutuhkan.
Foto: DW/M. Linardy
Paduan dua Kebudayaan
Siapa bilang dua kebudayaan tidak bisa dipadukan? Hasilnya Dirndl kreasi baru atau gaun malam yang cantik.
Foto: DW/M. Linardy
Berfoto Bersama di depan Wartawan
Setelah peragaan busana tuntas, para peragawati berpose bersama desainer Shanty Sutadji.
Foto: DW/M. Linardy
Batik Melanglang Buana
Detail foto Dirndl menunjukkan Batik dengan motif-motif yang khas tidak hanya bisa digunakan dalam busana khas Indonesia, melainkan juga digunakan dalam busana dari negara lain.
Foto: Saskia Kriechbaum
Dirndl dan Gaun Malam
Celemek bisa dibilang jadi elemen satu-satunya yang menunjukkan bahwa ini pakaian khas Jerman Selatan, Dirnl. Tanpa celemek, busana ini jadi gaun malam. Itu jugalah yang ingin dicapai Shanty Sutadji untuk memperkaya karya-karyanya.
Foto: Saskia Kriechbaum
Tenun Ikat Tampil di Jerman
Bahan tenun ikat pada Dirndl ini memberikan sentuhan romantis yang lain daripada yang lain.
Foto: Saskia Kriechbaum
Sentuhan "Timur" pada Busana Barat
Seperti diutarakan peragawati Jerman Selina Kriechbaum, Dirnl koleksi Shanty Couture lain daripada yang lain. Karena menggabungkan elemen budaya Indonesia dan Jerman, desainer Shanty Sutadji menciptakan Dirnl versi baru. Penulis: Marjory Linardy (ap)