Analis AS: Cina Setor Kandidat Vaksin COVID-19 Ke Korut
1 Desember 2020
Mengutip dua sumber intelijen Jepang yang tidak disebutkan namanya, seorang analis AS menyatakan Cina telah memberi vaksin virus corona eksperimental kepada pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan keluarganya.
Iklan
Harry Kazianis, seorang pakar Korea Utara (Korut) di lembaga kajian Center for the National Interest di Washington, mengatakan Kim Jong Un dan beberapa pejabat senior Korut telah divaksinasi. Namun tidak diketahui jelasperusahaan mana yang telah memasok kandidat vaksin kepada Kim.
"Kim Jong Un dan beberapa pejabat tinggi lainnya telah divaksinasi dalam dua hingga tiga minggu terakhir dengan kandidat vaksin yang disediakan oleh pemerintah Cina," tulis Kazianis dalam sebuah artikel untuk outlet online 19FortyFive.
Sinophram mengatakan kandidatnya telah digunakan oleh hampir satu juta orang di Cina, meskipun tidak ada perusahaan yang diketahui secara terbuka meluncurkan uji klinis fase tiga dari vaksin COVID-19 eksperimental mereka.
Apakah Sudah Ada Obat Penyembuh Covid-19?
Euforia pecah saat vaksin corona pertama dinyatakan efektif hingga 95%. Namun banyak yang lupa, penyakit Covid-19 jika sudah menyerang tubuh, harus diobati agar pasien sembuh. Adakah obat ampuh buat melawan Covid-19?
Foto: Kay Nietfeld/dpa/picture alliance
Dexamethasone Reduksi Kematian Pasien Covid-19
Sejauh ini penyakit Covid-19 hanya diobati gejalanya. Dexamethasone adalah obat keluarga streoid yang murah dan mudah diakses. Dalam uji coba terhadap 2.100 pasien Covid-19 dengan gejala berat, obat anti inflamasi ini mampu mereduksi kematian pasien hingga 30%. Pakar epidemiologi Peter Horby dari Universitas Oxford Inggris, pimpinan riset menyebut, obat murah ini bisa cegah banyak kematian.
Foto: Getty Images/M. Horwood
Favipiravir Kurangi Beban Virus Corona
Favipiravir dikembangkan oleh Fujifilm Holdings Jepang untuk melawan virus lain, dalam kasus ini virus influenza. Dalam sebuah riset disebutkan unsur aktifnya bisa mengurangi beban virus pada tubuh pasien dan mereduksi lamanya waktu perawatan di rumah sakit. Obat yang di Jepang dikenal dengan merk Avigan ini, juga sudah mendapat izin edar di Rusia dengan nama Avifavir.
Foto: picture-alliance/dpa/Kimimasa Mayama
Remdesivir Tidak Disarankan oleh WHO
Remdesivir sejatinya dikembangkan untuk mengobati Ebola yang dipicu virus corona jenis lain. Obat buatan Gilead Sciences AS ini mula-mula disebut ampuh melawan Covid-19 dan di AS diajukan regulasi darurat. Tapi WHO kemudian menyatakan, tidak merekomendasikan Remdesivir, karena tidak menunjukkan keampuhan signifikan pada pasien Covid-19.
Foto: picture-alliance/Yonhap
Chloroquin Mencuat Akibat Politisasi
Chloroquin dan turunannya Hydroxychloroquin adalah obat anti malaria yang ampuh dan sudah digunakan luas sejak lama. Nama obat ini mencuat gara-gara presiden AS, Trump dan presiden Brazil, Bolsonaro memuji keampuhannya tanpa data ilmiah penunjang. Riset terbaru menyatakan obat antimalaria ini tidak ampuh melawan virus SARS-Cov-2 penyebab Covid-19.
WHO mula-mula menyarankan jangan mengkonsumsi obat antinyeri Ibuprofen dalam kasus infeksi virus corona. Namun beberapa hari kemudian WHO mencabut lagi saran ini. Pakar virologi Jerman Christian Drosten menyebut, asupan ibuprofen tidak membuat penyakit Covid-19 tambah parah. Sejauh ini sifat virus SARS-Cov-2 memang masih terus diteliti.
Foto: picture-alliance/dpa/L. Mirgeler
Artemisia Obat Herbal Berpotensi
Tanaman Artemisia dengan unsur aktif artemisinin terbukti ampuh melawan malaria. Penemunya, ilmuwan Cina Youyou Tu dianugerahi Nobel Kedokteran 2015. Kini herbal berkhasiat ini dilirik para peneliti Jerman yang merisetnya untuk mengobati Covid-19. Namun WHO menyarankan semua pihak agar ekstra hati-hati tanggapi laporan efektifitas herbal dalam pengobatan Covid-19. (Penulis: Agus Setiawan)
Foto: picture-alliance/dpa/T. Kaixing
6 foto1 | 6
Beberapa ahli ragu Kim gunakan vaksin eksperimental
"Bahkan jika vaksin Cina telah disetujui, tidak ada obat yang sempurna dan dia (Kim) tidak akan mengambil risiko itu ketika memiliki fasilitas tempat karantina yang lengkap," kata Choi Jung-hun, seorang ahli penyakit menular yang membelot dari Korea Utara ke Selatan pada tahun 2012.
Mark Barry, seorang analis Asia Timur dan editor asosiasi dari Jurnal Internasional tentang Perdamaian Dunia, mengatakan Kim akan lebih memilih vaksin Eropa yang sudah terbukti kemanjurannya daripada yang dibuat oleh Beijing.
“Risikonya terlalu besar. Tapi dia senang mendapatkan alat pelindung diri Cina," kata Barry di Twitter.
Pada bulan lalu, Microsoft mengatakan bahwa dua kelompok peretas asal Korut telah mencoba masuk ke jaringan pengembang vaksin di banyak negara, tanpa merinci perusahaan mana yang menjadi target. Seorang sumber mengatakan kepada Reuters, salah satu perusahaan pengembang vaksin yang coba diretas adalah AstraZeneca.
Badan Intelijen Nasional (NIS) Korea Selatan mengatakan pekan lalu bahwa mereka telah menggagalkan upaya Korea Utara untuk meretas pembuat vaksin COVID-19 di negaranya.