1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiIndonesia

Ancaman Kebuntuan dalam KTT G20 Bali?

Rahka Susanto
14 November 2022

G20 di Bali terancam tidak menghasilkan keputusan bersama di tengah ketegangan geopolitik dan ego multilateral. Seberapa mungkin isu pemulihan ekonomi global dapat dibahas dalam KTT G20 di Bali?

Lambang G20 di Bali
KTT G20 di Bali akan menjadi pertemuan 20 negara degan ekonomi terbesar di dunia untuk membahas kondisi perekonomian dan menemukan formula untuk mencegah resesi global pada 2023Foto: Willy Kurniawan/REUTERS

Berbagai persiapan jelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang akan digelar pada 15-16 November 2022 di Nusa Dua, Bali, telah rampung. Dari pantauan DW Indonesia, berbagai aturan diterapkan jelang KTT G20, salah satunya aturan ganjil genap yang diterapkan di area Nusa Dua untuk mengurai kemacetan selama perhelatan itu berlangsung.

Terdapat tiga isu strategis yang akan diusung Indonesia dalam presidensi G20 yakni arsitektur kesehatan global, transformasi ekonomi berbasis digital, dan transisi energi. Salah satu isu penting yang juga menjadi sorotan global mengenai perang Rusia dan Ukraina yang sudah berlangsung selama 9 bulan.

"Kita tidak beralih dari tiga tema utama G20, kita tahu bahwa G20 adalah forum kerja sama ekonomi dan multilateral, tema-tema yang diusung terkait persoalan ekonomi. Bisa saja nanti diperluas di dalam sesi-sesi itu. Misalnya ancaman krisis pangan, atau ancaman krisis energi, dan ancaman krisis ekonomi. Termasuk mungkin isu geopolitik yang berdampak pada masalah ekonomi,” papar Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Usman Kansong kepada DW Indonesia.

Makna absennya Putin di G20

KTT G20 dihadiri oleh 17 kepala negara dan pemerintahan yang mewakili 20 negara dengan ekonomi besar di dunia. Dalam pernyataan persnya, Presiden Joko Widodo menyebut kehadiran 17 kepala negara dan pemerintahan menjadi hal yang "sangat menggembirakan, di masa yang sangat sulit seperti sekarang ini.”

Meski demikian, Presiden Rusia Vladmir Putin tidak hadir dalam pertemuan tahunan tersebut. Rusia mengirimkan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov untuk hadir pada KTT G20. Sejumlah analisis menilai absennya Putin pada KTT G20 sebagai bentuk melindungi diri dari ketengangan tingkat tinggi dan desakan negara-negara Barat atas invasi Rusia ke Ukraina.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menghadiri pertemuan G20 di Bali. Ketidakhadiran Putin dikonfirmasi Kremlin sebagai "kebutuhan untuk berada di Federasi Rusia"Foto: Maxim Shipenkov/EPA/dpa/picture alliance

Namun, Presiden Joko Widodo menyebut kemungkinan partisipasi Putin secara virtual dalam pertemuan tahunan itu. Opsi untuk hadir secara virtual dipilih Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Kehadiran Zelenskyy secara virtual disampaikan oleh Jubir Kepresidenan Ukraina Sergii Nykyforov sebagai hadir ‘dalam format tertentu'.

Sebagai presidensi G20, Indonesia telah berupaya untuk mengundang Putin dan Zelenskyy dalam KTT G20 di Bali. "Itu sudah kita upayakan, ketika Jokowi berangkat ke Ukraina dan juga Rusia,” ungkap Usman Kansong.

Langkah Jokowi dalam menanggulangi perang Rusia-Ukraina dinilai Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira sebagai langkah extraordinary. Meski demikian, Bhima menganggap ketidakhadiran kedua pemimpin negara itu akan berdampak besar bagi suksesnya presidensi G20.

"Ketidakhadiran Putin dan Zelenskyy akan sangat dominan pada isu pemulihan ekonomi yang diusung Indonesia. Tidak ada pemulihan ekonomi tanpa perang usai,” papar Bhima kepada DW Indonesia.

Sementara Guru Besar Hukum Internasional di Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan kepada DW Indonesia bahwa "G20 tidak signifikan (dalam mempengaruhi kondisi global), karena mandat G20 adalah perekonomian dunia.”

Sementara Presiden AS Joe Biden dan Presiden Cina Xi Jinping mengonfirmasi kehadirannya dan akan bertatap muka untuk pertama kalinya sejak Biden menjabat sebagai orang nomor satu di AS.

Mungkinkah ada keputusan bersama di G20 Bali?

Keputusan bersama atau yang kerap disebut sebagai komunike dalam G20 menghadapi tantangan besar di tengah kondisi kompleks yang melanda dunia. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengaku tidak masalah jika KTT G20 tidak menghasilkan keputusan bersama.

"Sebenarnya kalau kita lihat jujur belum pernah saya kira G20 situasi dunia se-kompleks sekarang. Kalau pada akhirnya nanti tidak melahirkan leaders komunike, menurut saya ya sudah nggak apa," papar Luhut di Nusa Dua, Bali pada Sabtu (12/11) dikutip dari Detik. Meski demikian, Indonesia masih optimis agar ajang G20 menghasilkan keputusan bersama.

"Teman-teman sherpa semua negara sepakat mengupayakan menghasilkan output document atau yang sering kita sebut leader's declaration terutama untuk KTT G20 Indonesia 2022. Itu tujuan utamanya. Masih berproses, masih berjuang,” ujar Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso dalam keterangan persnya pada Minggu (13/11).

Sementara Usman Kansong menyebut ada sejumlah "upaya yang akan dilakukan Indonesia” agar KTT G20 di Bali dapat menghasilkan komunike. Komunike G20 menjadi isu penting sebagai landasan kebijakan teknis 20 negara ekonomi terbesar di dunia untuk menghadapi isu ekonomi.

Isu geopolitik menjadi ancaman dari pembahasan pada KTT G20. Hal ini juga yang memunculkan potensi kebuntuan upaya pemulihan ekonomi global pascapandemi. "Perang Rusia-Ukraina berdampak besar pada krisis pangan dan energi yang berdampak pada krisis ekonomi. Ini akan memperburuk terjadinya resesi global 2023,” ungkap Bhima.

Di tengah ketegangan geopolitik dan ego multilateral, Bhima menilai "kemungkinan G20 tidak mencapai komunike dan ini menjadi G20 paling buruk yang tidak menghasilkan apa-apa.” Hal ini juga berimplikasi pada tidak adanya jalan keluar untuk pemulihan ekonomi dalam jangka pendek.

Sementara Hikmahanto Juwana menilai tidak ada potensi kebuntuan dalam KTT G20. "Kalau ada yang belum terselesaikan nanti dibahas di India di mana India sebagai Presiden G20 berikutnya.”

rs/ha (Detik)