1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ancaman serangan teror baru di Indonesia; Pemilu di Hongkong

13 September 2004

Setelah bom meledak di depan kedutaan besar Australia di Jakarta, Australia mengeluarkan peringatan bahwa para teroris merencanakan serangan baru terhadap warga Australia di Indonesia. Sasaran berikutnya sangat mungkin adalah tempat-tempat umum atau soft target yang banyak dikunjungi atau ditempati orang asing, seperti kompleks pertokoan dan apartemen. Berbagai surat kabar di Jerman juga menulis tentang ancaman serangan baru . Harian Die Welt mengutip perwira tinggi Polri , menulis:

Di Indonesia masih terdapat banyak pelaku bunuh diri. Polisi sedang mencari dua warga Malaysia, yakni Azahari bin Husin dan Nurdin Top yang diduga keras sebagai perencana peledakan bom di depan kedutaan Australia di Jakarta. Menurut polisi kedua warga Malaysia itu merupakan anggota terkemuka Jemaah Islamiyah, yang merakit bom dan merekrut pelaku bunuh diri.

Harian Frankfurter Rundschau , yakin para pelaku bom Bali , juga pelaku peledakan bom di depan kedutaan Australia di Jakarta .Kami baca ulasannya:

Polisi Indonesia kini yakin bahwa ledakan bom dilakukan oleh pelaku bunuh diri. Tersangka utama adalah Azahari bin Husin dan Nurdin Top, dua ahli bom kelompok teror Jemaah Islamiyah yang merakit bom Bali dan bom Marriott. Kepolisian Indonesia yang dikritik karena Azahari dan Nurdin masih tetap belum ditangkap, dibela oleh Kepala Polisi Federal Australia Mick Keelty yang mengatakan, Azahari dan Nurdin bukan satu-satunya teroris yang belum dapat ditangkap , meski upaya keras. Mick Keelty rupanya mengingatkan kepada pemimpin Al Qaeda Osama bin Laden yang hingga kini juga belum tertangkap.

Pemilihan Dewan Legislatif Hongkong .

Menjelang pemilihan parlemen di Hongkong, pemerintah Beijing semakin menekan partai-partai politk yang tidak disukai . Sementara media massa menuduh pemerintah China melakukan kampanye kotor.

Harian Jerman Frankfurter Rundschau menulis:

Setelah Kongres Nasional China awal tahun ini menolak langkah-langkah demokratisasi selanjutnya di Hongkong dalam waktu dekat, pemerintah di Beijing kini berusaha memanipulasi hasil pemilu di bekas koloni Inggris. Menurut hasil angket , partai-partai yang pro-demokrasi dan pemilihan langsung kepala pemerintahan pada tahun 2007, jelas menjadi favorit para pemilih. Namun, meski partai-partai pro demokrasi akan menang , kaum demokrat tidak punya peluang untuk meraih mayoritas dalam Dewan Legislatif. Sebab hanya separoh dari 60 anggotanya dipilih langsung dalam Pemilu, sementara separoh lainnya ditentukan oleh perhimpunan ekonomi dan kelompok kepentingan profesi , yang semuanya setia pada Beijing. Meski demikian Christine Loh dari kelompok riset politik Civic melihat adanya kecenderungan positif. Warga Hongkong telah menunjukkan bahwa baginya reformasi demokratis adalah penting.

Harian Tageszeitung – TAZ yang terbit di Berlin menulis:

Dengan partisipasi Pemilu yang tinggi , warga Hongkong hari Minggu lalu menyatakan keinginannya akan lebih banyak demokrasi. Orang-orang yang pro-demokrasi menyebut Pemilu itu sebagai referendum untuk demokrasi. Pemerintah komunis di Beijing di bulan Juli lalu menolak pemilihan bebas di bekas koloni Inggris. Dengan hak demokrasi terbatas, 3,2 juta warga Hongkong yang berhak memilih hanya dapat memilih dapat 30 anggota Dewan Legislatif dari seluruhnya 60 anggota. Sisanya dipilih oleh perhimpunan ekonomi dan kelompok kepentingan lainnya yang pro-China. Di beberapa tempat pemberian suara terjadi penutupan untuk sementara, dengan alasan, kotak suaranya sudah penuh, dan harus menunggu kotak suara baru.

Menurut surat kabar Swiss Neue Zürcher Zeitung dalam Pemilu di Honkong, dipertaruhkan prestise. Kami baca ulasannya:

Untuk ketiga kalinya sejak pengembalian Hongkong kepada China , warga Hongkong hari Minggu lalu memilih Dewan Legislatif yang baru. Untuk pertama kalinya separoh anggota dewan legislatif dipilih langsung oleh rakyat, sementara 30 lainnya dipilih oleh kelompok kepentingan dan perhimpunan ekonomi. Sistim kelompok kepentingan profesi diberlakukan oleh Inggris, yang sampai penarikan dirinya , tidak pernah memberikan demokrasi sepenuhnya kepada Hongkong, Pemerintah China menyetujui sisitim yang menguntungkan baginya, karena lewat kelompok kepentingan profesi , mereka dapat menjamin mayoritas yang pro-China di dewan Legislatif. Kebanyakan wakil ekonomi di Hongkong sependapat dengan Beijing , bahwa warga Hongkong terlebih dulu harusmemajukan perekonomian di negara kota itu, dan baru di nomor dua mengurusi soal politik.