Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan meskipun langkah Twitter tepat untuk melabeli cuitan Trump yang tak akurat, tetapi langkah memblokir akunnya secara permanen menimbulkan kekhawatiran tentang kebebasan berbicara.
Juru bicara Merkel, Steffen Seibert mengatakan kepada awak media di Berlin bahwa kanselir menganggap pemblokiran itu "problematik."
"Hak atas kebebasan berpendapat sangat penting," kata juru bicara Merkel.
"Mengingat itu, kanselir menganggap bahwa pemblokiran akun presiden (Trump) secara permanen adalah hal yang problematik."
Kanselir setuju dengan langkah Twitter menandai cuitan Trump yang tidak akurat, kata Seibert. Namun, pembatasan apapun terhadap kebebasan berekspresi harus diputuskan oleh hukum dan bukan oleh perusahaan swasta.
Raksasa media sosial Twitter dan Facebook memblokir akun Trump secara permanen setelah kerusuhan mematikan di Gedung Capitol AS, Rabu (06/01) pekan lalu. Lima orang tewas dalam kerusuhan tersebut.
Twitter mengklaim bahwa alasan mereka memblokir akun Trump dikarenakan cuitan presiden AS itu dapat memicu lebih banyak kekerasan.
Foto-foto Saat Massa Pendukung Trump Menyerbu Gedung Capitol AS
Massa pendukung Presiden Donald Trump menyerbu Gedung DPR AS dalam upaya membatalkan kekalahan Trump. Foto-foto berikut ini menggambarkan insiden penyerbuan di Gedung Capitol saat perusuh bentrok dengan pasukan keamanan.
Foto: Saul Loeb/AFP/Getty Images
Bentrok antara pengunjuk rasa dan polisi
Massa pendukung Presiden AS Donald Trump bentrok dengan aparat keamanan di depan Gedung Capitol di Washington DC pada 6 Januari. Kongres AS sedang mengadakan sidang untuk meratifikasi kemenangan 306-232 Presiden terpilih Joe Biden atas Presiden Trump.
Foto: Stephanie Keith/REUTERS
Demonstran yang marah menyerbu Gedung Capitol
Awalnya, pendukung Trump yang agresif berunjuk rasa di luar Gedung Capitol AS. Namun, mereka akhirnya mencoba menerobos masuk ke dalam gedung dan polisi gagal menahan massa yang marah.
Foto: Roberto Schmidt/AFP/Getty Images
Pendukung Trump menerobos masuk
Massa pendukung Trump yang marah menerobos Gedung Capitol AS pada 6 Januari 2021, saat Kongres mengadakan sidang untuk meratifikasi kemenangan Presiden terpilih Joe Biden dari hasil Electoral College atas Presiden Trump.
Foto: Win McNamee/Getty Images
Petugas keamanan Gedung Capitol berjaga penuh
Petugas keamanan Gedung Capitol AS berjaga penuh saat menangani kerusuhan ketika pengunjuk rasa mencoba masuk ke House Chamber, ruangan paling inti, tempat para legislator berkumpul untuk meratifikasi pemungutan suara Electoral College.
Foto: J. Scott Applewhite/AP Photo/picture alliance
Petugas keamanan menahan para perusuh
Petugas keamanan mencoba menahan para perusuh yang berada di lorong di luar ruang Senat. Sementara, para anggota parlemen dibawa ke tempat aman.
Foto: Manuel Balce Ceneta/AP Photo/picture alliance
Mengambil alih ruang Senat
Setelah berhasil menerobos keamanan Gedung Capitol, seorang pengunjuk rasa berlari ke tengah ruang Senat dan meneriakkan "Kebebasan!"
Foto: Win McNamee/Getty Images
Perusuh menyerbu ruang Senat
Seorang perusuh berhasil menerobos keamanan Gedung Capitol, dan melompat dari atas galeri umum ke ruang Senat.
Foto: Win McNamee/Getty Images
Anggota parlemen berlindung di House Chamber
Para anggota parlemen dengan panik mencari tempat berlindung di ruang galeri DPR, saat para pengunjuk rasa mencoba menerobos masuk. Menurut seorang jurnalis Gedung Putih, para anggota parlemen diberi masker gas yang berada di bawah kursi.
Foto: Andrew Harnik/AP Photo/picture alliance
Pengunjuk rasa menduduki kantor anggota parlemen
Massa pendukung Trump mengambil alih kantor yang telah dikosongkan. Anggota parlemen berhasil dibawa ke tempat aman.
Foto: Saul Loeb/AFP/Getty Images
Petugas tak berhasil menahan
Polisi dan petugas keamanan Gedung Capitol gagal menahan pengunjuk rasa yang menerobos masuk ke Rotunda dan kantor anggota parlemen. Seorang pria bahkan memboyong podium yang biasa digunakan oleh Ketua DPR Nancy Pelosi untuk berpidato.
Foto: Win McNamee/Getty Images
Petugas menembakkan gas air mata
Petugas keamanan menembakkan gas air mata untuk membubarkan para perusuh di luar Gedung Capitol.
Foto: Andrew Caballero-Reynolds/AFP/Getty Images
Ledakan di luar Gedung Capitol
Sebuah ledakan terjadi di luar Gedung Capitol ketika polisi berusaha menghalau laju massa pendukung Trump. Kepolisian Washington dan Garda Nasional telah dikerahkan untuk membubarkan para pengunjuk rasa.
Foto: Leah Millis/REUTERS
Upaya membubarkan pengunjuk rasa
Petugas Garda Nasional dan kepolisian Washington DC dikerahkan ke Gedung Capitol untuk membubarkan pengunjuk rasa. Jam malam di seluruh kota diberlakukan dari pukul 6 sore hingga pukul 6 pagi. (Ed: pkp/rap)
Penulis: Kristin Zeier
Foto: Spencer Platt/Getty Images
13 foto1 | 13
Khawatir atas dampak pemblokiran akun
Meskipun jajak pendapat di Jerman telah menunjukkan dukungan luas dari publik Jerman atas langkah Twitter menangguhkan akun Trump, beberapa politisi dan pejabat di Eropa tetap tidak setuju.
Iklan
"(Larangan Twitter) bermasalah karena kami harus bertanya atas dasar apa, undang-undang apa, dan apa artinya bagi tindakan platform media sosial di masa mendatang?" ujar Jens Zimmermann, seorang anggota parlemen dari Partai Sosial Demokrat kepada DW.
"Kita berbicara tentang kepala negara sebuah negara demokratis. Jelas Donald Trump tidak terlalu populer di Jerman. Namun demikian, ini bisa terjadi pada orang lain yang memenangkan pemilihan,'' tambahnya.
Zimmermann, yang merupakan anggota Komite Parlemen Jerman untuk Agenda Digital, menyatakan bahwa menjadi masalah ketika satu orang, CEO sebuah perusahaan, menghentikan seorang pemimpin negara untuk berkomunikasi dengan jutaan orang.
"Kita perlu membuat regulasi. Dan kita perlu berhati-hati tentang kekuatan apa yang dimiliki platform ini. Saya pikir tidak mengherankan jika Twitter menemukan solusi itu, dengan sisa 12 hari sampaiDonald Trump meninggalkan kantor (Gedung Putih). Dan hal yang sama berlaku untuk Facebook," kata Zimmermann.
Kekhawatiran Jerman dan negara-negara Eropa semakin meningkat terkait kekuatan perusahaan media sosial untuk menggiring opini publik.