Presiden Perancis Emmanuel Macron sudah menunggu berbulan-bulan dengan gagasannya mereformasi Uni Eropa. Untuk itu, dia perlu dukungan penuh Kanselir Jerman Angela Merkel.
Iklan
Setelah pemerintahan baru Jerman terbentuk, Angela Merkel bergerak cepat. Menteri Luar Negeri Jerman yang baru, Heiko Maas (SPD) langsung dikirim ke Paris pada hari yang sama begitu selesai dilantik. Sehari kemudian, Angela Merkel menyusul menemui Presiden Perancis Macron di kantornya.
Kanselir Jerman memboyong Menteri Keuangan Olaf Scholz, karena tema terpenting yang akan dibahas adalah sejumlah kebijakan fiskal di Uni Eropa. Perancis ingin agar Uni Eropa menggunakan anggaran lebih besar untuk menggerakkan ekonomi. Sementara Jerman hingga saat ini bersikap lebih hati-hati, karena Jerman adalah salah satu pennyandang dana Uni Eropa.
Menteri Keuangan Olaf Scholz sudah membuat pernyataan bahwa dia akan melanjutkan politik uang ketat yang diterapkan pendahulunya Wolfgang Schäuble. Kebijakan uang ketat Schäuble sudah sering dikritik oleh negara-negara lain di Uni Eropa, yang menganggap Jerman terlalu hati-hati dalam membiayai proyek-proyek besar dengan utang baru.
The French president's vision of Europe
03:36
Perlu investasi besar
Presiden Perancis Emmanuel Macron terutama mengusulkan agar anggaran investasi Uni Eropa ditingkatkan secara signifikan dan negara-negara anggota harus mengikuti haluan Uni Eropa. Sedangkan Jerman tetap berpegang pada prinsip bahwa politik fiskal adalah hak masing-masing negara anggota yang tidak bisa didikte oleh Uni Eropa.
Angela Merkel sendiri ditekan oleh partai-partai oposisi di Jerman, yang menuntut agar Jerman lebih dulu mengutamakan perekonomian nasional, ketimbang proyek-proyek besar Uni Eropa yang akan menyedot dana besar juga. Selama ini, Merkel berusaha bersikap moderat dan menjanjikan kontribusi Jerman "yang sepadan" di Uni Eropa.
Anggota fraksi konservatif di parlemen Eropa Daniel Caspary menerangkan, usulan Presiden Macron bahkan tidak terlalu populer di nearanya sendiri. "Kalau soal uang, orang Perancis juga akan berusaha menahannya," kata Caspari dalam sebuah wawancara di media. Dia mengatakan, yang dituntut Macron adalah kenaikan anggaran Uni Eropa tiga kali lipat dari sekarang.
Jerman dan Perancis harus bekerjasama
Sebagai poros utama Uni Eropa, Jerman dan Perancis mau tidak mau harus bekerjasama dan kengkoordinasikan langkahnya, kata Stefan Seidendorf, wakil direktur Institut Franco-Jerman di Ludwigsburg. Baginya, perbedaan pandangan yang sering muncul antara Perancis dan Jerman justru hal yang baik.
"Kerja sama dengan Perancis sangat berhasil karena Perancis secara tradisional adalah antitesis Jerman," kata Seidendorf. Ketika Jerman dan Perancis akhirnya mencapai sebuah kesepakatan, ini sering mengarah pada "kompromi yang juga bisa diterima oleh orang lain". Itulah nilai tambah dari hubungan khusus kedua negara ini, yang mencerminkan banyak konflik di Eropa sekaligus menawarkan kompromi untuk disetujui bersama.
Munculnya partai populis sayap kanan dan kalangan yang skeptis terhadap Eropa di berbagai negara, contoh terbaru adalah perkembangan politik di Italia, menuntut adanya kesepakatan baru, misalnya dalam politik migrasi. Posisi Angela Merkel yang tetap ingin membuka pintu lebar bagi pengungsi mendapat penolakan di sebagian besar anggota Uni Eropa. Untuk itu, Merkel perlu bantuan Perancis dan Presiden Emmanuel Macron yang cukup populer di kalangan Eropa.
Anak Prancis Tidak Suka "Ngambek"
Anda mungkin pernah berhadapan dengan situasi bocah lucu berubah jadi “monster cilik“ saat merengek ingin sesuatu di supermarket. Beda halnya di Prancis, anak-anaknya dikenal tidak suka "ngambek". Berikut rahasianya.
Foto: Fotolia/Nicole Effinger
Sebelum ulang tahun pertama
Sama seperti di Indonesia, cuti hamil di Prancis hanya 3 bulan. Jika ingin cuti lebih lama, pekerjaan Si Ibu tetap dijamin, namun ia harus merelakan gajinya terpotong untuk membayar tunjangan sosial. Maka tak jarang, usai cuti hamil bayi langsung dibawa ke penitipan anak. Dampak positifnya, sejak dini anak terbiasa mengenal wajah baru, lebih cepat beradaptasi dan lebih mandiri.
Foto: Fotolia/allari
Tidur sendirian
Sejak kecil, anak-anak Prancis dilatih untuk tidur di tempat tidur mereka sendiri, bahkan di kamar tidur yang terpisah. Jika Si Kecil bangun di malam hari dan mulai menangis, orang tua tidak segera bergegas ke kamar anaknya. Mereka menunggu sesaat untuk memastikan seberapa penting Si Anak membutuhkan kehadiran mereka. Anak pun semakin terbiasa tidur sendirian.
Foto: picture-alliance/dpa
Bebas Tanpa Batas
Anak dibebaskan melalukan apapun hingga batas yang sanggup mereka tangani sendiri. Di tempat bermain, anak tak didampingi langsung orangtua. Saat konflik antar anak terjadi, orangtua juga tidak ikut campur agar Si Kecil terlatih menyelesaikan masalah sendiri. Batasan tegas antara "sikap main-main" dan "sikap buruk" ditetapkan dan hanya perbuatan buruk yang dihukum sehingga anak paham perbedaanya.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Assanimoghaddam
Boleh dititip nenek?
Setiap akhir pekan atau hari libur, keluarga besar akan berkumpul untuk menghabiskan waktu bersama anak-anak. Tapi cukup hanya hari itu. Di Prancis, orang tua akan lebih sering terlihat minum kopi atau memegang segelas anggur di kafe daripada menjadi pengasuh untuk cucu mereka. Meski demikian, nenek dan kakek berperan penting mendidik Sang Cucu terutama selama masa pertumbuhan.
Foto: Fotolia/GordonGrand
Tidak ada makanan khusus anak-anak
Tiap keluarga di Prancis memegang teguh prinsip makan bersama harus dilakukan setidaknya sekali sehari. Tidak ada yang istilahnya "makanan khusus anak" sebab anak-anak dan orang dewasa menikmati hidangan yang sama. Bukan berarti orang tua akan memaksa anaknya menyantap menu yang tidak mereka sukai, namun ada syaratnya Si Anak setidaknya harus mencicipi dulu makanan apapun yang tersaji di meja.
Foto: picture-alliance/dpa
Bersikap sopan
Harus bersikap baik! Semua anak Prancis tahu aturan ini. Anak-anak terbiasa menyapa tamu atau tetangga dengan ramah. Mereka juga terbiasa mengantre dengan tenang, bahkan tak sungkan memberikan tempat duduk kepada orang tua di bus. Sejak kecil bocah di Prancis mengenal empat ungkapan wajib yakni: "terima kasih," "terima kasih kembali," "semoga Anda memiliki hari yang baik", dan "selamat tinggal".
Foto: Colourbox
Tak perlu segera kenal "A B C"
Orangtua di Perancis akan bersikap santai jika anak mereka belum bisa membaca atau berhitung hingga berusia lima tahun. Prinsip mereka, masa kecil adalah masa indah yang patut dihabiskan hanya dengan bermain, bermimpi, menjelajahi dunia, serta untuk belajar bersikap sopan dan bertanggung jawab. Setelah ulang tahun yang ke-6 barulah anak-anak mulai belajar menulis dan berhitung.
Foto: Imago/J. Alexandre
Hari Minggu khusus keluarga
Setiap hari Minggu adalah waktu terbaik untuk piknik di taman, bermain bersama, berjalan kaki atau bersantai sambil bersepeda. Bahkan keluarga di Prancis jauh hari sudah merencanakan kegiatan apa yang akan mereka lakukan pada hari Minggu mendatang.
Foto: Colourbox/Monkey Business Images
Uang saku sesuai umur
Ketika pergi berbelanja, anak-anak Prancis tetap tenang dan tidak berisik apalagi sampai merengek bila orangtua mereka menolak membeli permen atau mainan yang terpampang di rak supermarket. Sejak berusia tujuh tahun, bocah kecil di Prancis sudah menerima uang saku dan bebas untuk membeli apapun yang mereka mau. Jumlah uang saku yang mereka terima tiap bulan sesuai dengan usia mereka.