1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perang Dingin Baru Sudah Dimulai?

24 April 2017

Anggaran militer global kembali menunjukkan kenaikan tajam. SIPRI melaporkan tahun 2016 belanja senjata dunia mencapai volume 1,68 trilyun US Dollar. Apakah perang dingin baru telah dimulai?

Symbolbild Deutschland Waffenexporte Leopard 2 A6
Foto: picture-alliance/dpa

 

Amerika Serikat tetap juara dunia dalam anggaran belanja militer 2016, dengan volume 611 milyar USD. Disusul oleh Cina dengan budget militer ditaksir 215 milyar USD dan Rusia 69,2 milxyar USD. Ketiga negara ini menaikkan anggaran belanja senjata lebih tinggi dibanding negara-negara lainnya. Demikian laporan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI).

Laporan itu juga menunjukkan sejumlah tren menarik lainnya. Setelah lima tahun anggaran militer menunjukkan penurunan, tahun 2016 sejumlah negara menggenjot lagi jumlah belanja persenjataannya. Selain AS juga Eropa mengikuti tren ini dengan kenaikan anggaran sekitar 2,6 persen.

Para pengamat militer menyebutkan, kenaikan anggaran militer global ini merupakan sebuah indikasi dimulainya era baru perang dingin. Terutama tren dipicu aneksasi semenanjung Krimea di Ukraina oleh Rusia serta konflik di Laut Cina Selatan dan perang di Timur Tengah.

NATO belum penuhi kuota belanja militer

Indikatornya akan makin jelas,  jika anggota NATO mematuhi target 2 persen anggaran militer dari total budget nasional mereka. Tahun 2016 silam hanya Italia yang menunjukkan kenaikan belanja militer signifikan.

Sejauh ini, hanya 4 anggota NATO yang memenuhi target 2 persen anggaran militer dari APBN mereka. Selain AS hanya Perancis, Yunani dan Estonia yang memenuhi kuota anggaran militer 2 persen. Jerman hanya menganggarkan 1,2 persen dari APBN mereka dengan total budget pertahanan 41,1 milyar USD, atau kurang 28 milyar USD dari kuota NATO.

Terjegal harga minyak

Laporan SIPRI menyebutkan, kenaikan anggaran militer global 2016 lebih rendah dari anggaran serupa tahun 2011 yang mencapai sekitar 2,4 trilyun USD, akibat berbagai faktor. Penyebab utamanya adalah turunnya anggaran pertahanan negara-negara pengekspor minyak. Penyebabnya bukan faktor politik, melainkan faktor ekonomi akibat anjoknya harga minyak.

Laporan itu mencatat 15 negara yang menurunkan drastis anggaran militernya, dan 13 diantaranya adalah negara eksportir minyak. Walau demikian persentase anggaran militer sejumlah negara minyak itu, masih tetap tinggi.

Misalnya Arab Saudi menganggarkan 10 persen budget tahunannya untuk belanja alat militer, dengan total volume 63,7 milyar USD. Juga Uni Emirat Arab menganggarkan 22,8 milyar USD untuk belanja militer, atau sekitar 5,7 persen dari budget nasionalnya.

Namun SIPRI juga menyebut dalam laporannya, anggaran militer beberapa negara sama sekali tidak ada data akuratnya atau hanya taksiran. Budget militer Cina misalnya, ditaksir sekitar 1,9 persen dari GDP atau mencapai 215 milyar USD. Sementara anggaran militer negara yang terlibat konflik, seperti Suriah, Korea Utara atau Libanon tidak ada data resminya.

as/ml (SIPRI, dpa)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait