1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Anggaran Mitigasi Bencana 2019 Ditingkatkan

8 Januari 2019

Presiden Jokowi juga instruksikan mitigasi bencana masuk ke dalam kurikulum sekolah untuk menambah pengetahuan dan kesiapan siswa dan masyarakat mengenai tindakan yang harus dilakukan saat bencana terjadi.

Indonesien - Zerstörung nach Tsunami
Foto: Reuters/J. Silva

Pemerintah Indonesia akan menaikkan lebih dari dua kali lipat anggaran tanggap bencana menjadi 15 triliun rupiah pada tahun 2019. "Pemerintah dan DPR mengalokasikan lebih banyak lagi anggaran untuk melakukan edukasi dan mitigasi bencana. Dan sebagai negara di tempat rawan bencana, ring of fire, kita harus siap, merespon, tanggung jawab menghadapi segala bencana alam," ujar Presiden Jokowi di Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (7/1/2019), seperti dilansir situs detik.com.

APBN untuk mitigasi bencana ini naik dua kali lipat dari tahun lalu, di mana pemerintah menganggarkan dana tujuh triliun rupiah. Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menjelaskan bahwa anggaran tersebut merupakan dana on call atau dana siap pakai yang berasal dari anggaran Bendahara Umum Negara (BUN).

"Kan kita tahun lalu mengeluarkan lebih dari tujuh triliun rupiah sehingga anggaran itu tidak hanya yang di BNPB, yang kita tambahkan selalu dalam bentuk pengeluaran untuk on call setiap kali ada bencana. Dan BNPB menganggap perlu dilakukan suatu emergency. Mereka biasanya menyampaikan on call. Jumlah untuk seluruh on call plus bantuan rumah yang sekarang lebih dari tiga triliun rupiah yang sudah terealisir, itu mencapai lebih dari tujuh triliun rupiah. Itu tahun lalu. Tahun (2019) kita mengalokasikan yang ada di BUN lima triliun rupiah plus tambahan sepuluh triliun jadi total 15 triliun rupiah," ujar Sri Mulyani, seperti dikutip dari situs voaindonesia.com.

Baca juga: Bencana Longsor dan Banjir Awali Tahun Baru 2019

Sukmandaru Prihatmoko, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) menyatakan dukungan positifnya akan peningkatan APBN untuk mitigasi bencana. Dalam pernyataannya pada DW, ia menggarisbawahi hal yang harus diperhatikan. "Mitigasi harus dilakukan sejak pra-bencana sampai pasca-bencana. Bagian yang pra-bencana yang sangat perlu ditingkatkan karena ini akan meliputi penyiapan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana. Banyak pihak harus dilibatkan," tandasnya.

Kurikulum sekolah

Untuk makin memantapkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana alam dan meminimalisasi jumlah korban, Presiden Jokowi juga menginginkan mitigasi bencana masuk ke dalam kurikulum sekolah.

"Saya juga minta agar edukasi kebencanaan ini betul-betul dikerjakan secara baik dan konsisten, dilakukan sejak dini dan masuk dalam muatan yang diajarkan dalam sistem pendidikan kita sehingga betul-betul kita siap dalam menghadapi setiap bencana yang ada," tandas Jokowi seperti dimuat dalam  situs resmi Kantor Staf Presiden.

Wacana kurikulum mitigasi bencana ini sebenarnya bukan kali pertama disampaikan Presiden ke publik. Ketika meninjau sejumlah lokasi terdampak tsunami Selat Sunda di Kabupaten Pandeglang, Banten, Presiden Jokowi juga sudah menyampaikan gagasan tersebut.

Baca juga: Pemerintah Didesak Bangun Sistem Peringatan Dini Tsunami

Sukmandaru juga menanggapi dengan positif tentang mitigasi bencana yang masuk ke kurikulum. "IAGI sudah mengusulkan ini sejak lama melalui berbagai saluran. Sangat bagus akhirnya Presiden merespon dengan positif. Usulan kami, program-program mitigasi ini dikenalkan dan diajarkan mulai dari tingkat SD dan dilakukan terus menerus."

Sebelumnya, pada Oktober 2018, Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Perlindungan Masyarakat (BPB Linmas) Kota Surabaya, Eddy Christijanto juga melemparkan usulan agar mitigasi bencana masuk dalam kurikulum.

"Kami ada keinginan ke sana. Kami akan kerja sama dengan perguruan tinggi negeri dan swasta yang ada di Kota Surabaya, terutama yang mempunyai konsentrasi terhadap kebencanaan," ucap Eddy kepada Kompas.com.

Seandainya mitigasi bencana memerlukan waktu yang lama untuk bisa diajarkan dalam mata pelajaran di sekolah, materi kebencanaan bisa diajarkan di program ekstrakurikuler. Yang penting, sambung dia, informasi terkait pencegahan bencana bisa sampai sejak dini kepada siswa.

Baca juga: Anak Krakatau "Setiap Saat" Bisa Longsor

2018 Tahun Terparah

Menurut rilis dari BNPB, jumlah korban meninggal dunia dan hilang akibat bencana pada tahun 2018 ini paling besar sejak lebih dari satu dasawarsa terakhir. Selama tahun 2018, terdapat banyak bencana yang menimbulkan korban jiwa dan kerugian cukup besar yaitu banjir bandang di Lampung Tengah pada 26/2/2018 yang menyebabkan 7 orang meninggal dunia.

Bencana longsor di Brebes, Jawa Tengah pada 22/2/2018 yang menyebabkan 11 orang meninggal dunia dan 7 orang hilang. Banjir bandang di Mandailing Natal pada 12/10/2018 menyebabkan 17 orang meninggal dunia dan 2 orang hilang. Gempa bumi beruntun di Lombok dan Sumbawa pada 29/7/2018, 5/8/2018 dan 19/8/2018 menyebabkan 564 orang meninggal dunia dan 445.343 orang mengungsi.

Bencana gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah pada 28/9/2018 menyebabkan 2.081 orang meninggal dunia, 1.309 orang hilang dan 206.219 orang mengungsi. Hingga Sabtu (5/1/2019) bencana tsunami Selat Sunda menyebabkan 437 orang meninggal dunia, 9.061 orang luka, 10 orang hilang dan 16.198 orang mengungsi.

na/hp (dari berbagai sumber)