Angka Kelahiran di Jerman Anjlok di Tengah Krisis Global
21 Maret 2024
Angka kelahiran di Jerman merosot drastis dibanding tahun 2009. Para peneliti menduga krisis global mungkin berperan dalam penundaan calon orang tua untuk memiliki anak sementara waktu.
Iklan
Institut Federal untuk Penelitian Kependudukan (BiB) di Jerman pada hari Rabu (20/02) mengungkapkan bahwa pihaknya melihat adanya penurunan dalam jumlah angka kelahiran pada tahun 2023, merosot drastis dibanding tahun 2009.
Para peneliti menduga bahwa efek lanjutan dari pandemi virus corona, ketidakpastian geopolitik, dan kekhawatiran akibat krisis iklim, mungkin menjadi salah satu dari banyaknya alasan mengapa banyak orang lebih memilih untuk menunda atau bahkan membatalkan rencana memiliki anak sementara waktu.
Iklan
Penurunan tajam yang "tidak biasa"
Angka kelahiran turun dari 1,57 anak per perempuan pada tahun 2021, menjadi sekitar 1,36 anak per perempuan pada musim gugur 2023 lalu.
BiB menilai bahwa penurunan tajam dalam waktu dua tahun ini sebagai hal yang "tidak biasa, karena fase penurunan angka kelahiran itu cenderung lebih melambat di masa lalu."
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Para peneliti juga mengatakan bahwa serangkaian krisis global seperti pandemi COVID-19, perang di Ukraina, inflasi, dan krisis iklim menjadi beberapa kemungkinan penyebab menurunnya angka kelahiran anak.
"Dalam masa krisis yang beruntun seperti itu, banyak orang mengurungkan niatnya untuk memiliki anak," ungkap salah satu penulis studi BiB, Martin Bujard.
Menurut BiB, angka kelahiran di Jerman tetap stabil selama periode awal pandemi, tapi kemudian mulai menurun menjadi 1,4 seiring dengan berlalunya pandemi.
Para peneliti percaya bahwa ada kemungkinan kebanyakan perempuan pada awalnya memilih untuk menunda rencana memiliki anak supaya bisa mendapatkan vaksinasi, mengingat vaksin saat itu tidak disetujui bagi ibu hamil.
Angka itu memang berangsur pulih pada pertengahan 2022, namun kembali turun drastis akibat dampak tingginya inflasi, yang benar-benar mulai terasa sejak musim gugur tahun 2022 hingga tahun 2023.
Para peneliti mengatakan belum bisa memastikan apakah angka kelahiran baru di Jerman ini merupakan bagian dari tren penurunan kelahiran secara umum, atau hanya efek sementara.
Perang, Inflasi, Krisis Energi dan Kenaikan Harga Bebani 2022
Inflasi, krisis energi, ketakutan resesi - tahun 2022 ditandai dengan dampak perang Ukraina yang memicu krisis ekonomi hingga ambruknya bursa krypto. Ekonomi global sedang tidak baik, berikut kilas balik ekonomi 2022.
Foto: picture alliance / Inderlied/Kirchner-Media
Harga bahan bakar meroket
Dampak perang yang dilakukan Rusia di Ukraina terasa secara global. Harga bahan bakar di seluruh dunia naik drastis. Di Jerman, harga Solar tembus rekor baru, yakni 2,32 Euro (sekitar Rp38.000) per liter. Sejumlah negara mengambil langkah antisipasi dan penyelamatan, yang terbukti hanya aksi sementara.
Foto: Lennart Preiss/dpa/picture alliance
Krisis suplai chips komputer
Langkah AS dan Eropa melarang sebagian ekspor chips komputer dari Cina berdampak pada sektor industri. Suplai global turun drastis, sejumlah pabrikan mobil menjadwal ulang pasokan ke pelanggan. Samsung laporkan penurunan omset sekitar 30%. Intel memindahkan sebagian produksinya ke Eropa, tapi pabrik di Jerman dengan investasi 17 miliar Euro baru akan berproduksi 2027.
Foto: Intel Corporation
Bank Sentral Eropa naikkan suku bunga
Bank Sentral Eropa untuk pertamakalinya sejak 11 tahun pada bulan Juli menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,5%, yang lebih tinggi dari prediksi. Dengan begitu tingkat suku bunga acuan di Eropa pada bulan itu mencapai 2,5%. Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde mengumumkan, sehubungan dengan inflasi yang tinggi, akan ada kenaikkan berikutnya.
Foto: Kai Pfaffenbach/REUTERS
Harga energi naik drastis
Konsumen di Eropa terutama menjerit, karena harga gas dan tarif listrik naik drastis. Pasokan gas murah dari Rusia diembargo Uni Eropa, gara-gara invasinya ke Ukraina. Konsumen di Inggris, Jerman dan Spanyol harus membayar harga gas dua kali lipat lebih mahal. Toko-toko roti di Jerman juga mengeluh, karena ongkos produksi naik drastis, dan terpaksa menaikkan harga jual.
Foto: Davide Bonaldo/Zuma/picture alliance
Jaringan pipa gas Rusia disabotase
Jaringan pipa gas Rusia Nord Stream 1 dan 2 di laut Baltik dekat Bornholm, Denmark meledak dan mengalami kebocoran. NATO dan Uni Eropa menuding ada sabotase, tetapi akhirnya menghentikan pengusutan. Saat ledakan, jaringan gas sudah lama tidak dioperasikan oleh Rusia untuk memasok gas ke Eropa.
Foto: Danish Defence Command/AP/picture alliance
Bos Tesla Elon Musk akuisisi Twitter
Twitter resmi jadi milik milyarder Elon Musk. Pemilik Tesla ini membeli si burung biru seharga 44 miliar Dollar setelah proses yang alot berbulan-bulan. Setelah pembelian menyusul kekacauan. Musk mengurangi jumlah pegawai separuhnya, pengiklan menyetop order, sejumlah akun kontroversial kembali muncul dan pembersihan akun dengan centang biru dilakukan secara ugal-ugalan.
Foto: Dado Ruvic/REUTERS
Bursa mata uang Krypto bangkrut
Bursa Krypto FTX bangkrut dan pengusahanya Sam Bankman-Fried mengajukan proteksi dari para kreditor. Perusahaan yang oleh investor ditaksir bernilai 32 miliar Dollar itu ambruk hanya dalam hitungan hari. Krisis di platform perdagangan mata uang digital seperti Bitcoin, menarik pasar krypto makin dalam ke pusaran krisis.
Foto: Jonathan Raa/NurPhoto/picture alliance
Inflasi mencapai tingkat tertinggi
Jerman yang jadi lokomotif ekonomi Eropa, mencatat kenaikan harga tertinggi sejak 70 tahun terakhir. Inflasi yang diseret kenaikan harga energi dan bahan pangan, tembus angka 10%. Pemerintahan negara-negara di Asia, Eropa dan Afrika berjuang untuk mengerem inflasi, agar tidak menyeret ke krisis ekonomi yang memicu resesi. Tahun 2023 tingkat inflasi global diprediksi akan tetap tinggi. (as/pkp)
Jika fenomena ini terus berlanjut, maka bisa menimbulkan tantangan bagi masyarakat, termasuk adanya kemungkinan penurunan jumlah pekerja terampil di pasar tenaga kerja, kata studi tersebut.
Menurut BiB, angka kelahiran di Jerman masih berfluktuasi antara di angka 1,2 hingga 1,4 anak per perempuan selama empat dekade setelah tahun 1975, di mana angkat itu termasuk yang terendah di Eropa untuk waktu yang lama.
Barulah dari tahun 2015 hingga 2021, angka kelahiran anak di Jerman mulai meningkat jauh, naik dari 1,5 menjadi 1,6 anak per perempuan.