1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialVietrnam

Angka Kelahiran di Vietnam Mencapai Rekor Terendah

22 Januari 2025

Barat maupun Cina menggelontorkan investasi ke Vietnam, tapi tingkat kesuburan yang turun bisa menjadi masalah bagi ledakan ekonomi Vietnam.

Anak-anak sekolah dasar di Vietnam
Jumlah anak di Vietnam telah berkurang separuhnya sejak tahun 1980-anFoto: picture alliance/dpa/VNA/XinHua

Tingkat kelahiran Vietnam merosot ke rekor terendah pada 2024, dengan tingkat kesuburan yang turun menjadi 1,91 anak per perempuan. Ini menandai tahun ketiga berturut-turut angka tersebut berada di bawah tingkat penggantian 2,1 - dan ini terjadi dengan latar belakang ekonomi yang berkembang pesat.

Populasi Vietnam saat ini berkisar sekitar 100 juta orang. Kantor Berita Vietnam mengutip Wakil Direktur Otoritas Kependudukan Kementerian Kesehatan Vietnam, Pham Vu Hoang, yang mengatakan bahwa jumlah penduduk mulai menurun pada pertengahan abad ini.

Pusat-pusat perkotaan sudah merasakan dampaknya. Menurut kantor berita Vietnam, Kota Ho Chi Minh sebagai pusat ekonomi di bagian selatan negara tersebut, mengalami penurunan tingkat kesuburan dari 1,39 anak per perempuan pada 2022 menjadi hanya 1,32 pada 2023, dan kemungkinan akan turun lebih rendah.

Sebagai tanggapan, Dewan Rakyat kota tersebut baru-baru ini menerapkan langkah-langkah untuk mendorong tingkat kelahiran yang lebih tinggi, termasuk bantuan untuk wanita di bawah 35 tahun dengan dua anak dan tunjangan kecil untuk pemeriksaan kehamilan untuk keluarga berpenghasilan rendah. Baru-baru ini mereka mengumumkan rencana untuk meningkatkan upaya tersebut, dengan harapan dapat menurunkan tingkat kesuburan menjadi 1,6 pada tahun 2030.

Keuntungan dari ketegangan AS-Cina

Media pemerintah sebelumnya telah memperingatkan adanya "bom waktu demografis”. Secara terpisah, laporan Generation Myths & Realities 2024 dari Ipsos, sebuah perusahaan riset pasar, menyoroti dampak ekonomi dari krisis populasi yang membayangi. Laporan tersebut mengatakan bahwa hal ini menghadirkan "tantangan dan peluang bagi industri dan bisnis.”

Riset menyoroti dampak ekonomi dari krisis populasi yang membayangi VietnamFoto: Hau Dinh/AP Photo/picture alliance

Vietnam adalah primadona bagi para investor Barat yang ingin melakukan diversifikasi dari Cina, tapi sejauh ini bisnis Barat tampak tidak peduli dengan berita tersebut. Negara Asia Selatan ini terus berkembang pesat, dengan kenaikan PDB sebesar 7% tahun lalu. Sementara investasi asing turun 3% dari tahun ke tahun menjadi $38 miliar atau sekitar Rp620 triliun, Vietnam diposisikan untuk menerima banyak modal dari Barat jika Amerika Serikat (AS) dan Cina meningkatkan ketegangan perdagangan di bawah Presiden Donald Trump.

Para pakar industri mengatakan bahwa pemerintah Vietnam perlu fokus pada isu-isu penting dalam reformasi ekonomi jika negara ini ingin terus menarik investor.

"Demografi adalah bagian dari persamaan, tetapi hanya sebagian,” kata Dan Martin, Senior Associate of International Business Advisory di Dezan Shira & Associates.

Martin mengatakan kepada DW bahwa faktor-faktor lain yang memengaruhi investor termasuk "pertumbuhan ekonomi Vietnam yang kuat, integrasinya ke dalam perjanjian perdagangan, perannya dalam rantai pasokan regional - yang semuanya terus membuatnya menjadi tujuan yang menarik.”

Berakhirnya 'bonus demografis'?

Pada 1986, ketika Vietnam meluncurkan reformasi pasar bebasnya setelah beberapa dekade ekonomi komando yang membawa bencana, hampir 40% dari populasi berusia di bawah 16 tahun. Bonus demografis Vietnam, pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh tenaga kerja muda yang berlimpah, adalah landasan pembangunannya.

Saat ini, Vietnam merupakan negara dengan ekonomi terbesar ke-32 di dunia. Namun, jumlah anak-anak hanya sekitar seperlima dari populasi saat ini, dan persentase anak usia 15-64 tahun diproyeksikan turun menjadi 63% pada tahun 2050, dari 69% pada tahun 2020.

'Super-aged' dalam waktu kurang dari 25 tahun

Pada 2020, warga yang berusia 65 tahun ke atas menyumbang 8,4% dari populasi Vietnam. Namun, Vietnam diprediksi akan menjadi masyarakat "tua” - yang didefinisikan sebagai masyarakat yang memiliki 14% penduduk berusia 65 tahun ke atas - pada 2034 dan masyarakat "sangat tua” pada 2049, ketika proporsinya melebihi 20%.

Para ahli memperingatkan bahwa jumlah tenaga kerja yang menyusut akan menurunkan produktivitas dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Populasi yang menua juga akan membebani sumber daya negara, sementara jumlah pekerja yang membayar pajak menyusut.

Sebuah studi Bank Dunia pada 2022 memproyeksikan bahwa pengeluaran pensiun Vietnam dapat meningkat dari 2% PDB saat ini menjadi 3,6% pada tahun 2050 dan 5,6% pada 2080. Dengan skenario dasar ini, surplus pensiun negara ini bisa habis pada medio 2040-an.

Vietnam masih jauh tertinggal dari Thailand

Pada awal 2017, Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan bahwa Vietnam berisiko "menjadi tua sebelum menjadi kaya”. Masalah kependudukannya mungkin tidak seserius di beberapa negara tetangga, tetapi Vietnam juga kehabisan waktu untuk mengejar ketertinggalannya dalam hal ekonomi sebelum tahun 2034, saat masyarakatnya diproyeksikan menjadi "tua.”

Thailand menjadi masyarakat "lanjut usia” pada tahun 2020 - ketika PDB per kapita berada di kisaran $7.000 (Rp114 juta). Di Singapura yang jauh lebih kaya, PDB per kapita mencapai $61.000 (Rp995 juta) saat menjadi masyarakat "lanjut usia” pada 2017.

Sebagai perbandingan, PDB per kapita Vietnam hanya sebesar $4.300 (Rp70 juta) pada tahun 2023.

Angka Kelahiran dan Pernikahan di Jerman Anjlok

01:01

This browser does not support the video element.

Apa yang bisa dilakukan Vietnam?

Selama beberapa dekade, Vietnam telah menerapkan kebijakan dua anak yang cukup rumit, di mana beberapa pegawai negeri atau perusahaan milik negara dapat menghadapi pemecatan karena memiliki anak ketiga. Anggota Partai Komunis yang berkuasa juga menghadapi pemecatan karena memiliki lebih dari dua anak.

Pemerintah komunis telah memperdebatkan pembatalan larangan ini sejak pertengahan 2010-an.

Pemerintah Vietnam sekarang sedang menyusun undang-undang kependudukan yang akan diajukan ke Majelis Nasional tahun ini. Undang-undang ini diharapkan akan mencakup langkah-langkah untuk mendorong kelahiran dan berpotensi menghapus hukuman bagi keluarga yang memiliki anak ketiga.

Chris Humphrey, direktur eksekutif Dewan Bisnis Uni Eropa-ASEAN, mengatakan kepada DW bahwa ia belum mendengar adanya perusahaan-perusahaan Eropa yang khawatir untuk berinvestasi di Vietnam karena masalah-masalah demografi.

Namun, ia mengharapkan Hanoi untuk "mengambil tindakan saat ini di bidang-bidang seperti perencanaan pensiun, memajukan produktivitas dan bergerak ke arah memajukan penggunaan otomatisasi di bidang manufaktur dan investasi dalam sistem perawatan kesehatan untuk mengatasi masyarakat yang menua di masa depan.”

Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris