Angka perkawinan di Cina merosot ke level terendah sepanjang sejarah sejak pencatatan dimulai. Demikian laporan media Yicai, hari Minggu (11/01). Apa penyebabnya?
Iklan
Sepanjang dekade terakhir, angka pernikahan di Cina terus menurun, hingga akhirnya mencapai angka paling rendah di tahun 2022. Adapun salah satu yang dinilai memengaruhi angka penurunan ini adalah lockdown COVID-19 yang ketat.
Hanya 6,83 juta pasangan yang tuntas menyelesaikan pendaftaran pernikahan mereka tahun lalu. Demikian menurut data yang dipublikasikan di situs Kementerian Urusan Sipil Cina. Angka itu turun sekitar 800.000 dari tahun sebelumnya.
Penurunan jumlah pasangan yang menikah terjadi di tengah giatnya upaya pihak berwenang menangani penurunan tingkat kelahiran dan penurunan populasi. Namun, pembatasan akibat pandemi telah membuat puluhan juta orang diam di rumah atau kompleks rumah mereka selama berminggu-minggu di tahun lalu,
Angka kelahiran juga anjlok
Pada tahun 2022, populasi Cina turun untuk pertama kalinya dalam enam dekade. Penurunan ini diperkirakan akan menandai dimulainya periode panjang penurunan jumlah warganya, yang diperkirakam akan berdampak mendalam bagi ekonomi negeri tirai bambu itu dan dunia.
Tingkat kelahiran Cina turun tahun lalu menjadi 6,77 kelahiran per 1.000 orang, rekor terendah, dari sebelumnya 7,52 per 1000 penduduk pada 2021.
Kekurangan penduduk usia produktif
Ahli demografi memperingatkan akan potensi tenaga kerja menyusut serta utang pemerintah daerah, di mana anggaran belanjanya lebih besar untuk populasi lansia mereka.
Untuk mendorong pernikahan dan meningkatkan angka kelahiran yang menurun di negara itu, Cina mengatakan bulan lalu akan meluncurkan proyek percontohan di lebih dari 20 kota untuk menciptakan budaya pernikahan dan melahirkan "era baru".
Beberapa provinsi juga memberikan perpanjangan cuti pernikahan berbayar kepada pengantin baru.
ap/yf (ap)
Menyambangi Kota-kota Hantu di Cina
Berpacu dengan pertumbuhan ekonomi dan menyiasati kelebihan penduduk, Cina 'jor-jor'an dalam pembangunan kota-kota baru. Namun perlambatan ekonomi menjadikan kota-kota ini bagai kota hantu.
Foto: Getty Images/L.Yik
Di balik pembangunan besar-besaran
Cina diprediksi akan merajai perekonomian dunia tahun 2050 menurut Economist Intelligence Unit. Pembangunan besar-besaran dilakukan pemerintah untuk mengokohkan posisi mereka menjadi yang terdepan di bidang ekonomi. Pabrik-pabrik dibangun, kota dan pemukiman, serta berbagai sarana penunjangnya, termasuk hiburan.
Foto: Getty Images/L.Yik
Belanja di mal hantu
Langkah untuk membangun ekonomi di antaranya dengan membangun pabrik-pabrik dan pusat perbelanjaan di kota-kota baru. Mall New South China merupakan pusat perbelanjaan terbesar di bumi. Mal itu bisa menampung 2350 toko. Luasnya mencapai hampir 1 juta meter persegi. Megah dan gigantis, tapi tak ada penjual maupun pengunjung. Mal terbengkalai ini terletak di Kota Dongguan, provinsi Guangdong, Cina.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Scheuer
Kota pekerja
Kenapa mal atau tempat hiburan di kota ini begitu sepi? Dongguan merupakan kawasan pabrik yang dihuni para pekerja migran. Salah seorang pekerja menceritakan, rata-rata penduduk bekerja di pabrik dan tidak punya waktu untuk berbelanja atau bersenang-senang. Kota-kota yang dibangun Cina seperti di Dongguan itu akhirnya disebut kota hantu, karena terlalu sepi.
Foto: Getty Images/L. Yik Fei
Sepinya Dongguan
Bukan hanya mal, di kota ini juga terdapat perumahan, hotel, dan bangunan-bangunan mewah lainnya, tapi semuanya sepi penghuni. Kota setingkat prefektur ini bagaikan kota hantu. Dalam foto, seorang pria menyeberang jalan di area Houjie. Lambatnya pertumbuhan kota ini pun terpaksa mendorong ditutupnya pabrik-pabrik.
Foto: Getty Images/L. Yik Fei
Mengimbangi populasi
Pemerintah Cina membangun sejumlah proyek-proyek properti dan pengembangan kota-kota baru untuk mengimbangi populasi yang terus bertambah. Sebagian berhasil dan menjadi kota yang terus tumbuh, namun beberapa tidak atau belum berhasil, salah satunya seperti kota Dongguan ini.
Foto: Getty Images/L. Yik Fei
Ordos yang sepi peminat
Selain Dongguan, kota lainnya di Cina yang jadi sorotan adalah Ordos. Pemerintah Cina berharap, kota Ordos di Cina dapat dihuni hingga jutaan orang. Kenyataannya, hanya 100 ribuan orang yang bermukim di kota yang dibangun sejak tahun 2004 ini. Gedung-gedung yang dibangunpun lama-kelamaan keropos. Salah satu faktor sepinya peminat adalah harga properti dan biaya di sini dianggap sangat mahal.
Foto: Getty Images/AFP/F.J.Brown
Padahal sarana di Ordos lengkap
Salah satu distrik di Ordos bernama Kangbashi. Tampak dalam foto ada bangunan museum unik di sini. Selain itu, monumen megah, stadion bola hingga taman kota dapat ditemukan di sini. Pemerintah bakan menawarkan kompensasi bagi warga yang mau hijrah ke Ordos. Namun tawaran itupun tak mampu membuai peminat.
Foto: Getty Images/AFP/M. Ralston
Jalanan serasa milik sendiri
Seorang pria tampak mengendarai sepeda di penyeberangan jalan. Tampak museum didirikan tidak jauh dari perumahan penduduk. Kawasan ini dekat dengan kawasan pertambangan.
Foto: picture-alliance/dpa/H. Hwee Young
Juga di Nanhui
Seorang arsitek mengatakan sulit bagi perusahaan untuk berkomitmen di sana. "Bagaimana membuka toko jika tak ada orang?" ujarnya. Sekarang kota ini berusaha untuk menarik populasi dan minat bisnis masyarakat. Sebagian Nanhui telah dibangun. Kini diharapkan investor dan konsultan real estate menjelajahi kawasan ini untuk pembangunan berikutnya.
Foto: picture-alliance/dpa/Imaginechina Wei
Pusat bisnis yang kosong di Yujiapu
Seorang pria berjalan di Counch Bay yang berseberangan dengan pusat bisnis Yujiapu, Tianjin, utara Cina. Proyek besar-besaran pemerintah di sini seolah ingin menyaingi Manhattan New York, dimana gedung pencakar langit bertebaran dengan harapan membentuk pusat bisnis baru. Namun, pertumbuhan ekonomi Cina yang mengalami perlambatan membuat kota ini menjadi sepi. Ed: Ayu Purwaningsih (vlz)