1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Antisipasi Invansi Rusia, Ukraina Gelar Latihan Militer

26 November 2021

Pasukan militer Ukraina dan Rusia masing-masing mengadakan latihan di tengah kekhawatiran Kiev atas invasi Rusia. Kanselir Jerman Angela Merkel telah menyerukan sanksi lebih lanjut terhadap Rusia jika situasi memburuk.

Ukraina khawatir Rusia merencanakan invasi ke wilayahnya
Ukraina khawatir Rusia merencanakan invasi ke wilayahnyaFoto: Pavlo Bagmut/Avalon/Photoshot/picture alliance / Photoshot

Mengantisipasi rencana serangan invasi Rusia, militer Ukrania mengadakan latihan lanjutan di wilayah perbatasan, Donetsk timur, pada Kamis (26/11). Selain mengadakan "operasi khusus" yang melibatkan 8.500 tentara tambahan, latihan pesawat tak berawak dan unit anti-tank dan udara juga dilakukan di perbatasannya dengan Belarus.

Kiev, khawatir invasi oleh Rusia akan segera terjadi. Disinyalir Moskow akan melakukan serangan melalui perbatasan Belarus. Ukraina juga khawatiran terseret ke dalam situasi yang sama dengan Polandia, di mana Belarus mendorong para migran untuk bergegas ke perbatasan.

Rusia telah mengerahkan puluhan ribu tentaranya dalam beberapa pekan terakhir ke perbatasan dengan Ukraina. Kepala intelijen militer Ukraina memperkirakan Rusia tengah mempersiapkan serangan pada akhir Januari atau awal Februari mendatang.

Ukraina keluarkan peringatan

Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba pada Kamis (25/11) memperingatkan Rusia bahwa setiap serangan akan menimbulkan "kerugian politik, ekonomi dan manusia." Kuleba mengatakan kepada wartawan bahwa sulit untuk menebak apa yang direncanakan Presiden Rusia Vladimir Putin, tetapi Kiev melakukan semua yang bisa dilakukan untuk menghalangi rencana Kremlin.

"Kami mencoba membuatnya mengerti bahwa dia akan membayar mahal untuk serangan baru di Ukraina," katanya. "Moskow harus memahami dengan jelas kerugian politik, ekonomi, dan kemanusiaan apa yang akan dideritanya jika terjadi fase agresi baru. Jadi lebih baik tidak melakukannya."

Merkel serukan sanksi

Kanselir Jerman Angela Merkel pada Kamis (25/11) mengatakan bahwa Uni Eropa (UE) akan memberikan sanksi terhadap Rusia jika terus meningkatkan ketegangan di Ukraina timur atau di perbatasan Belarus-Polandia.

Merkel juga berbicara dengan Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki, dia menyerukan persatuan dalam Uni Eropa melawan "persenjataan" migran Belarus dan penempatan pasukan Rusia di perbatasan Ukraina.

"Setiap agresi lebih lanjut terhadap kedaulatan Ukraina harus dibayar mahal,” kata Merkel. Dia mengatakan pilihan terbaik adalah meredakan situasi.

Merkel juga berbicara dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Keduanya sepakat tentang perlunya tanggapan terpadu terhadap "ancaman" Rusia.

Amerika Serikat (AS) janjikan dukungan

Sebeumnya pada Rabu (24/11), Presiden AS Joe Biden menjanjikan dukungan negaranya untuk Ukraina. Sama seperti dukungan AS ketika Ukraina mengalami kelaparan massal tahun 1930-an yang menewaskan jutaan orang dalam peristiwa "Holodomor."

"Amerika Serikat menegaskan kembali komitmen kami kepada rakyat Ukraina hari ini dan dukungan tak tergoyahkan kami untuk kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina," kata Biden.

Awal tahun ini, AS akan melakukan pengiriman amunisi dalam jumlah besar, termasuk rudal Javelin ke Ukraina, serta mencari dukungan dari keanggotaan NATO.

Dukungan AS dengan mengirimkan kapal perang di Laut Hitam dan pengiriman kapal patroli AS ke angkatan laut Ukraina, memicu kemarahan Moskow. Rusia menuduh AS melakukan latihan pengeboman nuklir terlalu dekat dengan perbatasannya pada Selasa (24/11).

Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan Rusia perlu lebih mengembangkan militernya, saat dia mengeluhkan "aktivitas yang meningkat dari negara-negara NATO di dekat perbatasan Rusia."

Rusia pun membantah rencana invasi ke Ukraina.

Hubungan antara Ukraina dan Rusia pada dasarnya memang tidak baik, terlebih sejak Rusia mendukung gerakan separatis setempat di Ukraina timur yang menyebabkan kematian sekitar 13.000 orang sejak tahun 2014.

bh/rap (AFP, dpa, Reuters, AP)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait