Apa Alasan Terbitnya Perpres 'Permen Disetujui Presiden'?
Detik News
27 Agustus 2021
Pakar kebijakan publik menilai ego sektoral maupun lemahnya koordinasi jadi latar belakang terbitnya peraturan presiden (perpres) soal rancangan peraturan menteri (permen) wajib mendapatkan persetujuan presiden.
Presiden RI Joko Widodo menerbitkan Perpres 68/2021Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
Iklan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan peraturan presiden (perpres) soal rancangan peraturan menteri (permen) wajib mendapatkan persetujuan presiden. Perpres tersebut dinilai muncul lantaran ego sektoral antara kementerian di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi.
Hal tersebut diungkap oleh Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah. Dia menyebut ego sektoral antarkementerian menjadi akar persoalan terbitnya Perpres tersebut.
"Kalau saya ada dua hal tuh, satu bahwa selama ini banyak sekali peraturan itu menunjukan ego sektoral, masing-masing mempertontonkan ini, apalagi semenjak COVID ini," kata Trubus saat dihubungi, Kamis (26/08).
Trubus mengatakan ego sektoral itu sangat tergambar di tengah pandemi COVID-19. Dia lantas mengambil salah satu contoh yakni kebijakan mudik yang menjadi penyebab timbulnya Perpres itu.
"Mengenai mudik misalnya, itu yang satu mengeluarkan memperbolehkan mudik tapi kemudian melarang mudik, tapi mudik yang bagaimana kemudian Kemenko PMK sendiri, Kemenhub sendiri, ya kan, Satgas mengeluarkan aturan sendiri, jadi gitu loh mas, itu yang menyebabkan," ucapnya.
Lebih lanjut, Trubus menilai lemahnya koordinasi juga menjadi alasan terbitnya Perpres tersebut. Menurutnya banyak sekali surat edaran hingga kebijakan antarkementerian yang akhirnya saling tumpang tindih.
"Jadi banyak sekali surat edaran-surat edaran, aturan-aturan yang ego sektoral, tumpang tindih di atasnya. Jadi masing-masing mau menunjukan, ini memang saya melihat carut-marutnya di Istana, dan ini mengindikasikan memang lemahnya dalam hal koordinasi," ujarnya.
Linimasa Perjalanan COVID-19 di Indonesia
Dua tahun sudah Indonesia berjibaku memerangi pandemi COVID-19. Indonesia pun jadi salah satu negara dengan kasus COVID-19 terbanyak di Asia. DW merangkum fakta-fakta tentang penyebaran virus corona di Indonesia.
Foto: Muchlis Jr/Biro Pers Sekretariat Presiden
Kasus pertama mucul pada 2 Maret 2020
Tanggal 2 Maret 2020, bertempat di Istana Merdeka, Presiden Joko Widodo didampingi Menkes kala itu Terawan Agus Putranto umumkan kasus pertama COVID-19 di Indonesia. Dua perempuan asal Depok yakni seorang ibu (64) dan putrinya (31) dilaporkan positif COVID-19 setelah diduga tertular WNA asal Jepang. Kala itu Menkes Terawan mengimbau masyarakat tak panik. "Enjoy saja, makan yang cukup," ujarnya.
Foto: DW/P. Kusuma
Menteri pertama positif COVID-19
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi jadi pejabat negara pertama yang terkonfirmasi positif COVID-19 pada pertengahan Maret 2020. Edhy Prabowo yang saat itu masih menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan juga dikabarkan positif COVID-19, begitu juga dengan Fachrul Razi saat masih menjabat Menteri Agama. Terakhir, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah juga positif COVID-19 pada awal Desember 2020.
Foto: picture alliance/AA/E. S. Toyudho
Bukan lockdown
Pada 31 Maret 2020, bertempat di Istana Bogor, Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB yang diatur secara rinci dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 9 Tahun 2020. Setiap daerah dapat mengajukan penerapan PSBB yang nantinya disetujui oleh Menteri Kesehatan RI. Tampak pada gambar salah satu stasiun MRT di Jakarta ditutup selama PSBB.
Foto: DW/A. Muhammad
Langkah 'extraordinary'
Dalam rapat terbatas pada 18 Juni 2020 di Istana Merdeka, Jokowi menegaskan jajarannya untuk bekerja lebih dari "biasa-biasa saja" mengacu kepada situasi darurat pandemi COVID-19 saat ini. Ia mengatakan belanja kementerian, salah satunya Kementerian Kesehatan tergolong rendah padahal anggaran sebesar Rp 75 triliun sudah disediakan. Jokowi juga mengancam akan melakukan reshuffle kabinet.
Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr
Vaksin Merah Putih
Indonesia sendiri tengah mengembangkan vaksin virus corona melalui tiga institusi yang dipunya salah satunya Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Dalam wawancara eksklusif dengan DW Indonesia, Kepala LBM Eijkman Prof. Amin Soebandrio mengatakan pihaknya tengah memetakan tipe virus corona yang ada di Indonesia. Ia optimis vaksin siap diproduksi massal pada tahun 2021 setelah lalui proses uji klinis.
Foto: Eijkman Institute
Kalung Antivirus Corona
Awal bulan Juli 2020, pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) merilis produk kalung Eucalyptus yang diberi nama "Kalung Antivirus Corona''. Kalung berisi Eucalyptus (kayu putih) ini diklaim dapat berpotensi membunuh virus corona penyebab COVID-19. Kalung ini pun menuai tanggapan beragam dari berbagai pihak. Mentan Syahrul Yasin Limpo menyatakan siap memproduksi massal kalung tersebut.
Foto: DetikHealth/A. Reyhan
Kluster baru bermunculan
Kenaikan kasus COVID-19 pun dilaporkan di berbagai tempat. Pada 9 Juli 2020, Indonesia mencatat kasus harian 2.657 kasus positif. Dari angka tersebut diketahui sebanyak 1.262 kasus dari Secapa AD di Hegarmanah, Kota Bandung. Jubir Satgas Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito pada akhir Novermber 2020 mengatakan semakin marak timbul kluster baru COVID-19 di berbagai daerah di Indonesia.
Foto: Reuters/Beawiharta
Uji klinis di Bandung
Bekerja sama dengan perusahaan biofarmasi asal Cina, Sinovac, Indonesia melalui PT Bio Farma tengah melakukan uji klinis tahap tiga vaksin corona mulai awal Agustus tahun ini. Lokasi uji klinis di enam titik kota Bandung. Sebanyak 1.620 relawan dilibatkan dalam pengembangan vaksin, tak terkecuali Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Presiden Joko Widodo (kiri) saat mengunjungi PT Bio Farma (11/08).
Foto: Presidential Secretariat Press Bureau
Pilih vaksin Sinovac asal Cina
Pada 7 Desember 2020 Indonesia menerima 1,2 juta dosis vaksin Sinovac buatan Cina. Kemudian pada 31 Desember 2020 Indonesia kembali menerima 1,8 juta dosis vaksin Sinovac. Pada 11 januari 2021 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akhirnya resmi memberikan izin darurat penggunaan vaksin tersebut. Berdasarkan evaluasi BPOM menunjukkan efikasi (kemanjuran) vaksin Sinovac mencapai 65,3 persen.
Foto: Presidential Palace/REUTERS
Vaksinasi perdana 13 Januari 2021
Presiden Joko Widodo jadi orang pertama di Indonesia yang disuntik vaksin corona. Bertempat di Istana Negara, Jokowi disuntik vaksin Sinovac pada Rabu (13/01), pukul 09.42 WIB oleh Wakil Ketua Tim Dokter Kepresidenan Prof. Abdul Muthalib. Selain Jokowi, Panglima TNI, Kapolri, Ketua IDI, tokoh agama, dan juga influencer turut mengikuti vaksinasi ini.
Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden
Lebih dari 14 ribu kasus dalam satu hari
Kasus harian baru COVID-19 terus bertambah. Tercatat jumlah kasus terkonfirmasi virus corona bertambah 6.680 kasus pada 1 Maret 2021. Sebelumnya, Indonesia sempat memecahkan rekor dengan 14.518 kasus dalam satu hari pada 30 Januari 2021. Hingga kini, DKI Jakarta menjadi provinsi dengan kasus positif kumulatif COVID-19 terbanyak, sedikitnya 339.735 kasus. Disusul Jawa Barat dengan 211.212 kasus.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/A. Raharjo
Vaksinasi tahap kedua
Setelah melakukan vasinasi tahap pertama kepada sedikitnya 1,46 juta tenaga kesehatan, Indonesia melakukan vaksinasi tahap kedua yang menyasar lansia dan pekerja publik. Dalam foto tampak Presiden Joko Widodo saat meninjau pelaksanaan vaksinasi terhadap sekitar 5.500 pekerja media di Hall A Basket Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta, 25 Februari 2021.
Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
Tertinggi di Asia Tenggara
Hingga awal Maret 2021, Indonesia menjadi negara dengan kasus positif COVID-19 tertinggi di Asia Tenggara dan tertinggi ke-4 di Asia. Selain itu, kasus kematian di Tanah Air juga menjadi yang tertinggi ke-3 di Asia, di bawah India dan Iran. Sedikitnya tercatat 36 ribu kematian COVID-19 di negara berpenduduk 270 juta jiwa ini.
Foto: picture-alliance/Zumapress/Sijori Images
Varian Delta asal India sempat dominasi kasus aktif di Jakarta
Virus corona terus bermutasi dalam banyak varian. Varian B.1.617 atau Delta jadi varian yang sempat mendominasi 90% kasus aktif di Jakarta pada Juli 2021. Pertama kali teridentifikasi di India pada akhir 2020. Kementerian Kesehatan Indonesia mencatat kasus perdana varian Delta di Indonesia pada Mei 2021.
Foto: Jam Sta Rosa/AFP
Varian Omicron terdeteksi Desember 2021
Seorang petugas kebersihan di Wisma Atlet Jakarta terkonfirmasi sebagai pasien 0 dari transmisi lokal Omicron pada 16 Desember 2021. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melaporkan lima kasus probable COVID-19 varian Omicron. Dua kasus tersebut di antaranya merupakan warga negara Indonesia (WNI), sedangkan tiga orang lainnya merupakan WN Cina.
Foto: DADO RUVIC/REUTERS
Vaksinasi booster COVID-19
Presiden Jokowi mengumumkan pemberian vaksinasi booster gratis mulai 12 Januari 2022 untuk seluruh masyarakat Indonesia. Prioritas diberikan pada usia lanjut dan kelompok rentan. Namun, vaksin booster juga bisa didapatkan semua warga berusia 18 tahun ke atas yang sudah mendapat vaksin dosis lengkap minimal 6 bulan. Vaksinasi dilaksanakan di fasilitas kesehatan milik pemerintah. (rap/vlz, mh/ha)
Foto: Chaider Mahhyuddin/AFP/Getty Images
16 foto1 | 16
Kemudian, Trubus juga menyebut ada indikasi terbitnya Perpres ini menunjukkan kelemahan Presiden Jokowi. Menurutnya, Perpres ini tidak ada urgensinya, tetapi menjadi penting karena kontrol yang tidak baik dari Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin kepada kementerian.
"Ini indikasi kelemahan Pak Jokowi sendiri, sebenarnya urgensinya nggak ada kok itu (Perpres) dipakai seperti itu, artinya kalau memang itu kalau urgensi sekali harusnya sejak zaman SBY sudah ada, tapi nggak ada seperti itu. Pada saat Pak Jokowi periode pertama juga nggak ada, karena kontrol Pak JK (Jusuf Kalla) juga sangat kuat gitu, nah ini penyebabnya lemahnya dari Istana sendiri dalam hal ini Presiden dan Wakil Presiden, itu sumber munculnya itu," ungkapnya.
Iklan
Apa kata pemerintah?
Pemerintah juga telah menjelaskan alasan penerbitan Perpres 68/2021 itu. Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengungkapkan bahwa ada beberapa arahan atau kebijakan Presiden Jokowi yang diterjemahkan berbeda oleh sejumlah kementerian dan lembaga.
"Seperti kita ketahui bersama pada periode pertama, seringkali apa yang menjadi arahan, keputusan, kebijakan, putusan dalam rapat terbatas, ternyata diterjemahkan berbeda oleh beberapa kementerian dan lembaga. Sehingga, terjadi hal-hal yang kemudian oleh Bapak Presiden dianggap bahwa ini perlu untuk dilakukan penertiban," kata Pramono saat acara Sosialisasi Perpres 68/2021 kepada kementerian/lembaga, seperti dalam keterangan tertulis, Selasa (24/08).
Sayangnya, Perpres 68/2021 ini justru menjadi sorotan sejumlah pihak. Partai Keadilan Sejahtera (PKS), misalnya. PKS menduga ada dua kemungkinan sehingga perpres soal permen wajib persetujuan presiden ini terbitkan.
"Jika masih ada aturan ini, maka bisa dua hal. Selama ini pengawasan tidak berjalan efektif dan kedua presiden tidak percaya pada para menterinya," sebut Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera kepada wartawan, Rabu (25/08) malam. (Ed: rap/ha)