1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiJerman

Apa Betul Jerman Bisa Kehabisan Insinyur?

Kristie Pladson
3 Februari 2023

Populasi Jerman menurun, begitu juga jumlah mahasiswa di bidang sains dan teknik. Untuk tetap bertahan sebagai pendorong inovasi dan teknologi dunia, Jerman perlu banyak insinyur dan profesional dari luar negeri.

Pabrik mobil VW di Zwickau, Jerman
Pabrik mobil listrik VW di Zwickau, JermanFoto: Hendrik Schmidt/dpa/picture alliance

Ketika remaja, Robert Weiss sudah membantu ayahnya mereparasi mobil di garasi rumahnya di waktu luang. Itulah alasan dia kemudian memilih untuk berkarir di industri kereta api dan otomotif Jerman sebelum pindah ke dunia akademis.

Saat ini, dia adalah Dekan Fakultas Teknik Mesin dan Mekatronika di Karlsruhe University of Applied Sciences. Lima tahun lalu, rata-rata ada tujuh pelamar untuk setiap posisi dalam programnya, kata Weiss kepada DW. Sekarang, rata-rata hanya ada tiga pelamar.

"Itu benar-benar memprihatinkan," kata Robert Weiss. "Ini masalah bagi universitas. Kami ingin membuat program kami semaksimal mungkin dan membangun semua bidang keinsinyuran. Dan ini juga akan berdampak pada industri dan ekonomi Jerman, kalau tidak ada cukup insinyur."

Jerman dikenal di dunia karena pengembangan standar kualitas dan inovasinya. Tapi branding itu sekarang terancam. Jumlah mahasiswa di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika, disingkat STEM, terus turun dari tahun ke tahun.

Pabrik mobil TESLA Gigafactory dekat Berlin. Industri mobil Jerman tertinggal di sektor kendaraan listrik.Foto: Patrick Pleul/dpa/picture alliance

Transformasi hijau dan masalah demografi

Banyak negara saat ini berjuang dengan kekurangan tenaga kerja terampil. Situasi di Jerman lebih serius, karena terpukul di dua front: Populasi menurun, dengan banyak insinyur dan spesialis teknis kini memasuki masa pensiun, dan pada saat yang sama, Jerman harus melakukan transformasi digital dan transformasi hijau secara besar-besaran.

Pada April 2022, Jerman kekurangan sekitar 320.000 spesialis STEM, demikian mengutip laporan terakhir Lembaga penelitian ekonomi Jerman IW di Köln tahun 2022. Angka terbaru pendaftaran mahasiswa menunjukkan situasinya tidak membaik.

"Bidang STEM belum menerima apresiasi sesuai tuntutan ekonomi dan sosial mereka," tulis Kementerian Pendidikan dan Riset Jerman, BMBF, dalam rencana aksi yang ditargetkan untuk meningkatkan minat siswa pada STEM.

"Tekanan untuk berinovasi pada saat ini sangat besar, dan untuk itu diperlukan spesialis teknis", kata Axel Plünnecke, ketua tim "Pendidikan, Inovasi, Migrasi" di IW kepada DW. Pertanyaannya adalah, apakah Jerman bisa mendapatkannya dalam jumlah yang cukup. "Kalau tidak bisa, maka daya saing akan terpukul, atau perusahaan harus lebih banyak melakukan relokasi ke negara lain," jelasnya.

Banyak faktor yang meredam minat terhadap STEM. Misalnya gejolak di sektor otomotif Jerman, di mana perusahaan-perusahaan pabrikan mobil garis depan seperti BMW, Volkswagen (VW), dan Mercedes-Benz baru-baru ini berjuang untuk melakukan transisi ke mesin listrik, karena terlambat terjun ke bidang ini.

"Orang tidak yakin apakah mereka ingin masuk ke bidang ini," kata RobertWeiss. "Otomotif mungkin bukan hal yang menarik lagi seperti di masa lalu."

Perubahan demografis juga makin merumitkan masalah. Tapi, kata Axel Plünnecke, selama sepuluh tahun terakhir Jerman minat siswa imigran di bidang STEM kelihatan meningkat. Hanya saja, banyak dari mereka mengalami hambatan bahasa dan kurangnya dukungan.

"Itu tentu saja merupakan kegagalan kebijakan pendidikan," jelas Axel Plünnecke. Menurut dia, anak-anak migran yang sudah mengenyam pendidikan sekolah di negaranya sering lebih berhasil dalam mata pelajaran STEM. "Hukum ilmiah itu identik di seluruh dunia, bahasa pemrograman (komputer) misalnya, identik di seluruh dunia. Jika Anda sudah memiliki pengetahuan, mudah untuk menerapkannya (di mana saja)."

Persaingan global untuk tenaga kerja

"Industri harus mencari insinyur asing dari negara lain," kata Robert Weiss. Dan sampai taraf tertentu, itu sudah terjadi. Menurut Axel Plünnecke, akhir-akhir ini Jerman mengalami tingkat imigrasi yang sangat tinggi di bidang teknik. Selama sepuluh tahun terakhir, jumlah pemegang paspor India yang bekerja di bidang teknik atau ilmu komputer di Jerman misalnya telah meningkat dari sekitar 3.800 menjadi 25.000, peningkatan lebih dari 500 persen.

"Jadi masuknya tenaga terampil dan profesionnal asing ke Jerman itu sudah terjadi, lebih dari yang disadari banyak orang", tambahnya. Sedangkan diskusi publik seputar migrasi di Jerman cenderung fokus pada orang-orang yang harus lari dari konflik dan kekerasan.

Sekarang juga sudah banyak spesialis dari Mesir, Tunisia dan Maroko di Jerman. Tetapi bayangan bahwa "semua pekerja terampil di dunia ingin datang ke Jerman" hanyalah sebuah " ilusi," kata Menteri Tenaga Kerja Jerman Hubertus Heil.

Pabrik Mercedes Benz di BerlinFoto: Schoening/Bildagentur-online/picture alliance

Pemerintah Jerman saat ini sedang berusaha merampingkan birokrasi dan mempermudah proses imigrasi untuk tenaga kerja terampil dari luar negeri. Banyak tenaga kerja asing yang harus menunggu berbulan-bulan untuk mendapatkan visa kerja dan datang ke Jerman.

Padahal, kurangnya tenaga kerja akan berarti tekanan yang lebih tinggi pada staf yang ada, sehingga produktivitas menjadi lebih rendah, dan risiko bisnis meningkat karena banyak pesaing yang makin kompetitif, seperti Cina, yang mengucurkan investasi besar untuk membangun industri mesinnya.

"Itulah mengapa Jerman harus menarik," kata Axel Plünnecke. "Karena orang juga punya pilihan pergi ke bagian dunia lain yang juga (punya prospek) bagus."

(hp/as)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait