Setiap pergantian Panglima TNI baru, dua agenda berikut selalu muncul, yaitu soal modernisasi alutsista, kemudian ikhtiar meningkatkan kesejahteraan prajurit. Tapi ada satu yang nyaris terlupa. Apakah itu?
Iklan
Sebenarnya ada satu lagi agenda yang nyaris terlupakan, yaitu reformasi sektor keamanan (security sector reform) atau RSK. Bisa dipahami bila agenda reformasi sektor keamanan nyaris terlupakan, mengingat konsep ini sedikit abstrak dan terkesan akademis, sehingga menemui kendala dalam sosialisasinya.
Semangat RSK kurang lebih sama dengan konsep good governance dalam kelembagaan sipil, yang lebih dahulu diluncurkan. Dengan kata lain lembaga TNI juga harus siap menjalankan prinsip akuntabilitas dan transparansi. Akuntabilitas biasanya merujuk pada tataran operasional, bagaimana seluruh tindakan anggota TNI bisa dipertanggungjawabkan, termasuk seandainya melakukan pelanggaran. Sementara transparan biasa dihubungkan dengan implementasi anggaran dalam pengadaan barang dan jasa.
Namun prinsip akuntabel dan transparan, tidak harus dipandang secara dikotomis, dalam praktik keduanya bisa digabungkan. Dalam prosedur pengadaaan alutsista (alat utama sistem persenjataan) misalnya, prinsip akuntabel dan transparansi, sudah dimulai sejak perancanaan hingga eksekusi. Demikian juga bila ada anggota TNI diduga melanggar HAM misalnya, proses hukumnya hendaknya juga akuntabel dan transparan.
Moratorium pasca-UU TNI
Konsep RSK sendiri sebenarnya sangat kompleks, dan bagi negara berkembang (seperti Indonesia) memiliki variannya sendiri. Dalam konteks Indonesia, agenda RSK memiliki relevansi berdasar kenyataan periode transisional dari sistem kekuasaan militer yang dominan atau satu partai (seperti Golkar) di masa Orde Baru menuju pemerintahan yang lebih demokratis di era reformasi, sebagaimana yang kita lihat sekarang.
Salah satu produk utama dari RSK adalah terbitnya UU TNI tahun 2004, yang menjadi tonggak perilaku militer Indonesia, yaitu tunduk pada otoritas sipil yang dipilih secara demokratis dan tidak terlibat dalam politik praktis. Kemudian satu lagi yang penting dicatat, adalah mulai dihormatinya nilai-nilai HAM, yang di masa lalu sama sekali tidak terbayangkan. Sayangnya setelah lahirnya UU TNI, program RSK seolah terhenti, dan tidak pernah lagi menjadi wacana publik. Bila tujuan akhir dari RSK adalah dijalankannya prinsip akuntabel dan transparansi, cita-cita itu sebenarnya belum selesai. Terbitnya UU TNI sejatinya baru separuh dari agenda RSK.
Karir Meroket Marsekal Hadi Tjahjanto
Munculnya nama Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai kandidat Panglima TNI yang baru bukan hal yang mengejutkan. Kedekatannya dengan Jokowi dinilai turut melanggengkan karir Kepala Staf TNI AU itu menggantikan Gatot Nurmantyo.
Foto: picture-alliance/dpa/AP Photo/A. Ibrahim
Prajurit asal Malang
Pria kelahiran Malang, 8 November 1963 silam itu memulai kariernya sebagai pilot TNI Angkatan Udara di Skuadron 4 Pangkalan Udara Abdulrachman Saleh, Malang, Jawa Timur. Tugas Skadron Udara 4 adalah mengoperasikan pesawat angkut ringan untuk Operasi Dukungan Udara dan SAR terbatas. Ia dianggap kandidat tepat yang dapat mendukung kebijakan maritim pemerintahan Jokowi.
Foto: picture-alliance/dpa/AP Photo/A. Ibrahim
Jokowi, Hadi dan Solo
Hadi Tjahjanto bukan orang baru di lingkaran Joko Widodo. Tahun 2010-2011, saat Hadi menjabat sebagai Komandan Lanud Adi Soemarmo, Joko Widodo adalah Wali Kota Solo. Kedekatan ini berlanjut, ketika Jokowi duduk di Istana. Karier Hadi meroket menyalip seniornya. Dalam waktu tiga tahun, Hadi tercatat dua kali dipromosikan hingga akhirnya menduduki posisi KSAU.
Foto: picture-alliance/dpa/AP Photo/A. Ibrahim
Karir Sang Jendral Bintang Empat
Perwira lulusan 1986 itu meraih bintang saat menjabat sebagai Dirops dan Lat Basarnas (2011). Namanya dikenal publik ketika menjadi Kepala Dinas Penerangan TNI AU tahun 2013. Dua tahun kemudian, Hadi didapuk sebagai Sesmil Presiden. Ia langsung menyandang bintang tiga saat duduki posisi Irjen Kementerian Pertahanan (2016). Awal tahun 2017, Hadi dilantik menjadi KSAU dengan 4 bintang di pundak.
Foto: picture-alliance/dpa/AP Photo/A. Ibrahim
Mengerti kode Jokowi
Hadi Tjahjanto cepat menangkap sejumlah kode dari Presiden Jokowi. Pada Jumat, 10 November 2017, saat peresmian pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia, Jokowi melihat siswi SD hendak jatuh di barisan depan. Ia pun memberi kode kepada ajudannya. Namun Hadi yang justru berlari dari barisan belakang, menggendong anak kecil tersebut. Hadi menyebutkan bahwa ia sudah biasa membaca gerakan Jokowi.
Foto: picture-alliance/dpa/AP Photo/A. Ibrahim
Gatot Nurmantyo vs Hadi Tjahjanto
Jika resmi terpilih maka ini kali pertama sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, panglima TNI akan kembali dipimpin prajurit dari matra udara. Terakhir panglima TNI dari Angkatan Udara adalah Marsekal (Purnawirawan) Djoko Suyanto (2006-2007). Pada beberapa periode sebelumnya Panglima TNI lebih sering dijabat matra Angkatan Darat dan Laut.
Foto: picture-alliance/dpa/AP Photo/A. Ibrahim
Tugas Utama Hadi
Salah satu alasan mengapa panglima TNI segera diganti adalah untuk menjaga netralitas dan profesionalisme militer, terlebih setelah berhembus spekulasi bahwa Gatot Nurmantyo akan maju di pilpres 2019. Kesiapan TNI mengamankan Pemilihan Kepala Daerah 2018 dan Pemilihan Presiden 2019 dianggap sebagai tugas besar pertama jika Hadi Tjahjanto terpilih menjadi Panglima TNI. ts/hp (kompas.com, detik.com)
Setidaknya ada dua sebab. Pertama, bahwa dalam menjalankan RSK diperlukan keterlibatan lembaga pengawas (oversight), yakni lembaga negara lain di luar TNI, dalam hal ini DPR RI dan Kemenhan. Prasyarat sebagai lembaga pengawas adalah kesiapan dalam menjalankan prinsip akuntabel dan transparansi, sebagaimana yang dituntut pada TNI, persoalannya hal itu tidak terjadi. Ketika lembaga pengawas abai atas dua prinsip tersebut, secara otomatis kehilangan kompetensinya sebagai pengawas.
Kedua, lemahnya keterlibatan masyarakat sipil (civil society movement). Pada awalnya, di masa awal era reformasi sekitar tahun 1999-2000, selain ada advokasi di ranah publik, program RSK ini diinisiasi oleh sejumlah akademisi dan pembela HAM, seperti Kusnanto Anggoro (peneliti senior CSIS), Rizal Sukma (mantan Direktur Eksekutif CSIS, kini Dubes di London), Ikrar Nusa Bakti (peneliti senior LIPI, kini Dubes di Tunisia), almarhum Munir (pembela HAM), dan seterusnya. Itu sebabnya mengapa konsep ini terkesan sangat akademis, kalau tidak boleh disebut elitis, sebagamana disebut di awal tulisan ini.
Sebagian dari inisiator ini dengan berbagai alasan kemudian surut, sebagian di antaranya terserap kekuasaan, bahkan ada yang mengalami tragedi seperti Munir. Sementara pegiat masyarakat sipil generasi berikutnya, tampaknya kurang tertarik dengan isu RSK. Dalam pandangan generasi sekarang, isu RSK dianggap kurang memicu andrenalin. Pada titik ini terjadi fenomena unik, ketika TNI bersikap lebih moderat, menjadi tidak menarik lagi untuk disentuh. Bandingkan dengan masa Orde Baru, ketika TNI menjadi alat kekuasaan otoriter, justru banyak anak muda yang merasa tertantang.
Akrobat Panglima Menuju Istana
Berulangkali manuver Panglima TNI Gatot Nurmantyo menyudutkan Presiden Joko Widodo. Sang jendral ditengarai memiliki ambisi politik. Inilah sepak terjang Nurmantyo membangun basis dukungan jelang Pemilu 2019.
Foto: Reuters/Beawiharta
Wacana Tentara Berpolitik
Ambisi politik Gatot Nurmantyo sudah tercium sejak akhir 2016 ketika dia mewancanakan hak politik bagi anggota TNI. Menurutnya prajurit saat ini seperti "warga asing" yang tidak bisa berpolitik. Ia mengaku gagasan tersebut cepat atau lambat akan terwujud. "Ide ini bukan untuk sekarang, mungkin 10 tahun ke depan, ketika semua sudah siap."
Foto: Reuters/Beawiharta
Petualangan di Ranah Publik
Bersama Nurmantyo, TNI berusaha kembali ke ranah sipil. Lembaga HAM Imparsial mencatat Mabes TNI menandatangani "ratusan" kerjasama dengan berbagai lembaga, termasuk universitas dan pemerintah daerah. TNI tidak hanya dilibatkan dalam urusan pemadaman kebakaran hutan, tetapi juga pertanian dan pembangunan infrastruktur seperti pada proyek pembangunan jalan Transpapua.
Foto: Imago/Zumapress
Menggoyang Otoritas Sipil
Februari silam Nurmantyo mengeluhkan pembatasan kewenangan panglima TNI dalam hal pengadaan senjata. Pasalnya Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengeluarkan peraturan yang mengembalikan kewenangan pembelian sistem alutsista pada kementerian. Dengan ucapannya itu Nurmantyo dinilai ingin mengusik salah satu pilar Reformasi, yakni UU 03/2002 yang menjamin otoritas sipil atas militer.
Foto: Reuters/Beawiharta
Polemik Dengan Australia
Akhir Februari Nurmantyo secara mendadak membekukan kerjasaman pelatihan militer dengan Australia. Keputusan Mabes TNI dikabarkan mengejutkan Istana Negara. Presiden Joko Widodo akhirnya mengambil sikap mendukung keputusan Nurmantyo dan ikut memperingatkan Australia. Namun sejumlah pejabat tinggi di Canberra menilai kasus tersebut selayaknya diselesaikan tanpa keterlibatan publik.
Foto: Imago/Zumapress
Genderang Xenofobia dari Cilangkap
Bukan kali pertama Nurmantyo membidik Australia. Oktober 2016 dia menyebut negeri jiran itu terlibat dalam "perang proxy" melawan Indonesia di Timor Leste dengan tujuan "memecah belah bangsa." Ia juga mengklaim ancaman terbesar terhadap Indonesia akan berasal dari kekuatan asing yang "berebut energi dari negara equator yang kaya sumber daya alam."
Sejak berakhirnya Pilkada DKI Nurmantyo juga aktif mendekat ke kelompok konservatif muslim. Ketika Kapolri Tito Karnavian mengklaim kepolisian menemukan indikasi makar pada aksi demonstrasi 212 di Jakarta, Nurmantyo mengatakan dirinya "tersinggung, karena saya umat muslim juga." Panglima juga berulangkali memuji pentolan FPI Rizieq Shihab sebagai sosok yang "cinta Indonesia."
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Teladan di Astana Giribangun
Isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia yang disebarkan kelompok Islam konservatif dan sejumlah tokoh seperti Kivlan Zein dan Amien Rais disambut Nurmantyo dengan mewajibkan prajurit TNI untuk menonton film propaganda orde baru Pengkhianatan G30-S PKI. Setelah melontarkan wacana tersebut, Nurmantyo mengunjungi makam bekas Presiden Soeharto yang menurutnya patut menjadi "tauladan" prajurit TNI
Foto: picture-alliance/dpa
Peluru Panas ke Arah Istana
Polemik terakhir yang dipicu Panglima TNI adalah isu penyelundupan senjata api sebanyak 5500 pucuk. Ia mengklaim laporan tersebut berasal dari data akurat dinas intelijen. Pemerintah mengklarifikasi pembelian itu untuk Kepolisian dan Badan Intelijen Negara. Namun Nurmantyo enggan meluruskan pernyataannya tersebut. (rzn/yf-sumber: antara, detik, cnnindonesia, kompas, tempo, aspi, ipac)
Tujuan utama RSK adalah membangun TNI sebagai aktor keamanan yang profesional, tunduk di bawah kontrol sipil (presiden), sehingga dapat berfungsi dengan baik dalam menjamin dan menciptakan keamanan bagi masyarakat atau negara. Profesionalisme di sini bukan sekadar pada aspek teknis, namun juga mencakup pengembangan doktrin, patuh pada hukum, dan komitmen pada prinsip demokrasi (khususnya tunduk pada otoritas sipil yang dipilih dalam pemilu demokratis).
Pada praktiknya, etos profesionalisme saja ternyata tidak mencukupi,dia harus didukung faktor lain yang berkorelasi langsung, yaitu aspek kesejahteraan dan infrastruktur (peralatan, kurikulum pendidikan, kesempatan pendidikan, dan seterusnya). Untuk itu perlu dukungan anggaran yang memadai, dengan catatan, sekali lagi pemanfaatannya harus transparan dan akuntabel.
Faktor mendasar seperti kesiapan alutsista, pendidikan dan pelatihan merupakan bagian dari kesejahteraan prajurit. Salah satu contoh kasusnya adalah, bila alutsista kurang prima, akibatnya bisa fatal. Seperti peristiwa yang saya ingat dengan baik, yakni gugurnya Kol Inf Ricky Samuel (Komandan Pusat Pendidikan Pasukan Khusus, Akmil 1986), pada pertengahan tahun 2009, karena kecelakaan helikopter. Saat kecelakan terjadi, Kolonel Ricky sedang bertugas memantau pelatihan anak didiknya.
Dalam kasus yang menimpa Kolonel Ricky, etos profesionalime seolah "dikalahkan” oleh alutsista yang kurang prima, dalam hal ini helikopter, sehingga berakibat fatal. Kecelakaan yang menimpa Kolonel Ricky hanyalah salah satu contoh peristiwa pahit, dari serangkaian insiden lainnya, karena rendahnya kesiapan alutsista.
TNI (juga bangsa ini) telah kehilangan SDM terlatih, dengan begitu, biaya yang pernah dikeluarkan untuk melatih personel tersebut menjadi sia-sia. Kerugian dari tewasnya seorang perwira terlatih seperti Kol. Inf. Ricky Samuel menjadi berlipat ganda, mengingat dia seorang instruktur senior, yang seharusnya bisa mencetak prajurit-prajurit terlatih lain secara berkelanjutan dan dalam jangka panjang.
Penulis: Aris Santoso (ap/vlz), sejak lama dikenal sebagai pengamat militer, khususnya TNI AD. Kini bekerja sebagai editor buku paruh waktu.
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
Ramainya Peringatan HUT Ke-72 TNI
Hampir 6.000 serdadu ikut meramaikan upacara peringatan HUT ke-72 Tentara Nasional Indonesia. Meski dibubuhi kegaduhan seputar ambisi politik panglima, perayaan tersebut tetap berlangsung meriah.
Foto: Reuters/Beawiharta
Bersolek Jelang Pawai
Sedikitnya 5.932 tentara ikut meramaikan parade prajurit dalam upacara peringatan HUT ke-72 TNI di Cilegon, Banten. Beberapa diantaranya bersolek memakai "riasan perang" untuk gelar atraksi kanuragan dan kelihaian bela diri militer.
Foto: Reuters/Beawiharta
Tertahan dan Terlambat
Meski sempat tertahan kemacetan lalu lintas dan harus berjalan kaki sejauh 3 km, Presiden Joko Widodo akhirnya memimpin inspeksi pasukan sebelum berpidato mengenai kesetiaan dan profesionalisme tentara. Jokowi juga mengutup ujaran Jenderal Sudirman mengenai kesetiaan tentara pada negara.
Foto: Reuters/Beawiharta
Hantu Dwifungsi
Perayaan HUT TNI tahun ini dibumbui oleh polemik seputar hak berpolitik tentara yang dicetuskan Panglima Gatot Nurmantyo. Menurutnya tentara suatu saat bisa kembali berpolitik, "jika masyarakat sudah siap."
Foto: Reuters/Beawiharta
Bugar dan Disiplin
Selain mendemonstrasikan disiplin dan kebugaran tubuh, sebanyak 1.800 prajurit juga menunjukkan kepiawaian mereka dalam olahraga bela diri, pencak silat serta olah kanuragan Debus.
Foto: Reuters/Beawiharta
Rakyat Terlibat
Mengusung tema "Bersama Rakyat TNI Kuat," TNI mengajak murid sekolah untuk menaiki lusinan kendaraan lapis baja dalam parade di hadapan rombongan Istana Negara.
Foto: Reuters/Beawiharta
Demonstrasi Alutsista
Namun yang paling ditunggu-tunggu adalah demonstrasi berbagai sistem persenjataan yang saat ini dimiliki TNI. Terutama aksi gabungan tiga matra TNI yang digelar untuk menunjukkan kesiapan TNI menghadapi serangan asing menjadi tontonan paling seru selama peringatan HUT ke 72 tahun ini. (rzn/as - rtr,ap)