1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialJerman

Apakah Imigran Harus Belajar Bahasa Jerman di Jerman?

Ben Knight | Rina Goldenberg
17 Oktober 2024

Ada kesenjangan antara kebutuhan Jerman akan tenaga kerja terampil dan pengalaman imigran yang mencoba berintegrasi. Birokrasi dan budaya kerja di Jerman sejauh ini tidak dirancang untuk membantu para imigran.

Dulaj Madhushan, peserta pelatihan sopir bus di Berlin
Dulaj Madhushan dulunya adalah sopir bus di Sri Lanka, tapi ia belum bisa mengemudikan bus di BerlinFoto: Chris Walshaw

Dulaj Madhushan benci makanan anjing. Mengangkat puluhan kemasan seberat 15 kilogram dari truk ke "conveyor belt” atau ban berjalan di pusat penyortiran Amazon di Berlin, adalah bagian yang paling tidak menyenangkan selama sembilan jam kerjanya per hari.

Yang lebih menyebalkan bagi pria asal Sri Lanka berusia 29 tahun ini adalah, ia memiliki ambisi lain untuk kehidupannya di Jerman. Ia memiliki surat izin mengemudi bus dari negara asalnya, dan sudah bosan membaca artikel di koran-koran lokal tentang bagaimana BVG, operator transportasi umum di ibu kota Jerman kekurangan tenaga kerja sehingga kesulitan untuk memenuhi jadwal operasionalnya.

Tiga bulan setelah ia akhirnya mendapatkan izin tinggal selama 10 tahun di Jerman (berkat pasangannya yang merupakan warga negara Uni Eropa), impian Madhushan menjadi pengemudi bus, belum juga jadi kenyataan.

"Bulan-bulan pertama berada di Jerman, sangat menegangkan," kata Madhushan kepada DW. "Saya kira akan mudah, ternyata tidak. Saya harus mengikuti pelatihan kejuruan dan belajar bahasa Jerman pada saat yang bersamaan, dan saya tidak tahu di mana saya bisa mendapatkan itu,” ungkapnya.

Upayanya sejauh ini hanya membuatnya frustrasi. Beberapa orang di kantor BVG yang ia kunjungi tidak bisa berbahasa Inggris, dan hanya menyuruhnya memeriksa situs web rekrutmen BVG untuk mendapatkan informasi, di mana itu hanya tersedia dalam bahasa Jerman.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Madhushan akhirnya mengetahui, bahwa ia membutuhkan penguasaan bahasa Jerman tingkat menengah untuk bisa bekerja sebagai sopir bus. Tetapi ia tidak menemukan informasi di situs web BVG mengenai apakah BVG menawarkan kursus semacam itu, atau bagaimana cara agar SIM-nya yang berasal dari Sri Lanka bisa diakui di Jerman. Dalam sebuah pernyataan kepada DW, BVG mengatakan bahwa merekrut pekerja asing masih "dalam agenda” dan kursus bahasa Jerman itu tersedia bagi mereka yang sudah memiliki kualifikasi.

"Konsep lebih lanjut saat ini sedang dikembangkan,” kata juru bicara BVG. "Bersama dengan mitra, kami merekrut tenaga kerja asing terampil yang sudah tinggal di Berlin, dan bersama dengan mitra kami pula, kami melatih mereka untuk bekerja sebagai pengemudi bus.”

Perjalanan Madhushan ke pusat pelatihan kerja juga tidak mudah. Meskipun petugas yang ia temui di sana dapat berbahasa Inggris dengan lancar, ia mengatakan tetap harus membawa seorang penutur bahasa Jerman untuk menerjemahkannya. Menghadapi rasa frustrasinya itu, ia mengambil jalan termudah dan tercepat untuk mendapat pekerjaan dan berbayar, yakni melamar kerja di pusat penyortiran Amazon, melalui agen perekrutan terkemuka di Eropa yang tidak memerlukan keahlian bahasa Jerman atau kualifikasi apa pun.

Tidak ada orang Jerman di tempat kerjanya

Hampir tidak ada orang Jerman di gudang besar itu, kata Madhushan, dan bahkan mereka yang bekerja di sana umumnya berbahasa Inggris, karena itu adalah bahasa yang dimengerti semua orang.

"Bahkan supervisor saya adalah orang Afganistan, Suriah atau Pakistan, jadi mereka berbicara dalam bahasa Inggris saat rapat,” katanya. Semua pekerja lain, kebanyakan dari India atau Afrika, berbicara dalam bahasa apa pun yang mereka kuasai. Apakah belajar bahasa Jerman akan membantunya di tempat kerja? "Tidak, tidak di sini,” kata Madhushan.

Itu adalah pengalaman yang cukup umum, kata Britta Schneider, profesor penggunaan bahasa dan migrasi di Universitas Eropa Viadrina di kota Frankfurt an der Oder. "Ada kesenjangan besar antara wacana publik yang monolingual di Jerman. Anda harus belajar bahasa Jerman, dan jika tidak, berarti Anda tidak ingin berintegrasi, dan pada praktiknya, di mana sering kali Anda tidak memerlukan bahasa Jerman sama sekali,” katanya kepada DW.

Akibatnya, kata Schneider, banyak imigran tidak memiliki insentif untuk belajar bahasa Jerman, terutama karena kursus bahasa Jerman resmi yang ditawarkan di pusat-pusat pendidikan orang dewasa sangat menyita waktu sehingga sulit untuk bekerja di saat yang bersamaan.

Di Berlin, misalnya, ada kursus yang terdiri dari enam modul, masing-masing terdiri dari 100 jam, yang diajarkan dalam blok empat jam selama lima hari dalam seminggu. Hal itu jelas tidak memungkinkan bagi Madhushan, kecuali jika ia berhenti dari pekerjaannya.

Kurangnya dukungan di pasar kerja Jerman tidak luput dari perhatian para imigran. Sebuah survei OECD yang dirilis pada Januari tahun ini menanyakan kepada para pekerja terampil yang sudah berada di Jerman, atau mereka yang tertarik untuk datang ke Jerman, bidang apa saja yang mereka harap akan mendapat lebih banyak bantuan. Dua jawaban teratas adalah mencari pekerjaan dan belajar bahasa Jerman.

Survei yang sama juga menemukan perbedaan besar antara harapan dan kenyataan di antara para pekerja asing. Ketika ditanya apakah penting belajar bahasa Jerman untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai di Jerman, 52% menjawab ya sebelum mereka datang, tetapi 65% berpikir ulang mengenai hal itu setelah mereka tiba di Jeman.

Tampaknya ada pula kesan di kalangan pekerja asing bahwa mereka kurang disambut dengan baik dibanding dengan yang mereka perkirakan sebelumnya. Ketika ditanya apakah Jerman memiliki "minat yang besar untuk mendapatkan pekerja asing”, 55% menjawab ya ketika mereka masih berada di luar negeri, tetapi hanya 33% yang setuju setelah mereka tinggal di Jerman.

Masyarakat multibahasa

Desakan integrasi ke dalam masyarakat, yang didukung oleh wacana politik di Jerman (dan Eropa pada umumnya) di mana nasionalisme semakin mendorong perdebatan politik, ternyata bertentangan dengan apa yang disebut Schneider sebagai "realitas sosial yang multibahasa, di mana bahasa Jerman tidak selalu berperan penting.”

Ia juga mempertanyakan anggapan bahwa negara harus monolingual, dan bahwa penggunaan satu bahasa saja sangat penting untuk kohesi sosial. "Hal itu tidak dapat dibenarkan, mengingat bahwa kita kekurangan tenaga kerja terampil,” katanya.

Ada bukti bahwa Jerman sedang berjuang untuk bersaing dengan negara lain dalam hal menarik pekerja asing. Jaringan ekspatriat internasional "InterNations” melakukan survei mengenai negara-negara paling menarik bagi pekerja asing, dan menemukan bahwa Jerman berada di urutan ke-50 dari 53 negara.

Meskipun pasar kerja Jerman menawarkan banyak peluang, survei itu membuktikan para ekspatriat justru mengalami kesulitan untuk menetap di Jerman. "Ekspatriat mengalami kesulitan untuk mendapatkan teman, mencari tempat tinggal, dan menghadapi kurangnya infrastruktur digital di Jerman,” demikian hasil survei tersebut.

Indeks "Daya Tarik Bakat” OECD 2023 hasilnya sedikit lebih baik, menempatkan Jerman di peringkat ke-15 dari 38 negara, tetapi masih di bawah saingannya seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Kanada.

Little Shop of Kindness: Toko Istimewa bagi Imigran

03:35

This browser does not support the video element.

Namun, bahasa Inggris tampaknya menjadi bahasa yang lebih penting di pasar kerja Jerman, terutama di kota-kota besar seperti Berlin. Asosiasi Startup Jerman menyimpulkan, tahun ini proporsi perusahaan rintisan di ibu kota yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar kerja justru meningkat dari 42,3% menjadi 55,8%.

Namun, tentu saja hal itu tidak berlaku di semua tempat di Jerman atau di sektor-sektor di mana negara ini membutuhkan lebih banyak pekerja, seperti yang dikemukakan oleh Bernd Meyer, profesor komunikasi antar budaya di Universitas Mainz. "Dalam pekerjaan perawat, atau di rumah sakit, tidak mungkin tanpa kemampuan bahasa Jerman. Perawat harus bisa berbicara satu sama lain, dengan pasien, dengan dokter,” katanya kepada DW.

Namun ia juga mengatakan, masyarakat Jerman harus mampu ber-multibahasa. "Pihak berwenang, para dokter, lembaga-lembaga sosial harus mampu berbicara dalam beberapa bahasa karena masyarakat menjadi lebih multibahasa,” katanya.

Sudah ada beberapa kemajuan ke arah ini. Agen-agen tenaga kerja di Jerman kini secara khusus mempekerjakan lebih banyak orang yang dapat berbicara dalam bahasa lain, terutama bahasa Turki dan Rusia.

Schneider juga berpendapat, perusahaan-perusahaan akan dapat lebih proaktif, misalnya dengan menawarkan kursus bahasa Jerman singkat yang disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang dibutuhkan. Hal ini akan menghemat beberapa ratus jam kursus bahasa umum bagi para imigran, sebelum mereka mencari pekerjaan.

Bagi Madhushan, belajar bahasa Jerman pada dasarnya sangat penting jika ia ingin menjadi sopir bus, meski tampaknya ia harus membiayai kursus itu dari kocek sendiri, mungkin dari penghasilannya bekerja di Amazon.

 

Artikel ini diadaptasi dari bahasa Inggris