1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Apa Itu Greenwashing?

23 Mei 2024

Konsumen kian kesulitan mendeteksi klaim fiktif pada label berkelanjutan, menyusul maraknya praktik greenwashing. Kenapa tindak pencucian dosa lingkungan dianggap membahayakan?

Protest menentang greenwashing
Aksi protes menentang praktik greenwashing di kantor pusat bank Citygroup di New York, AS.Foto: Milo Hess/picture alliance

Belakangan, produk yang diklaim "berkelanjutan, niremisi atau bebas plastik," mulai rajin ditemui di rak-rak supermarket di Jerman dan Eropa.

Strategi pemasaran hijau mulai marak digunakan demi mengimbangi tren ramah lingkungan di kalangan konsumen. Mulai dari emisi produksi, hingga limbah dan polusi, buruknya neraca ekologi sebuah produk bisa menjauhkan pelanggan.

Menurut sebuah survei terhadap konsumen di 16 negara di dunia, hampir separuh responden lebih memilih produk dengan label ramah-lingkungan. Tapi riset yang sama juga mengungkap, hanya tiga persen kosumen mampu mendeteksi produk bermasalah yang mendapat label hijau.

Sebab itu pula kenapa praktik greenwashing dianggap berbahaya, karena ampuh mengelabui konsumen soal buruknya neraca ekologi sebuah produk.

Greenwashing on a grand scale?

07:35

This browser does not support the video element.

Strategi pemasaran mencuci emisi

Praktik pencucian emisi acap ditemukan di sektor energi, perbankan, retail atau bahkan oleh penyelenggara negara. Greenwashing merupakan bagian dari strategi pemasaran untuk memberikan kesan ekologis pada produk atau merek dagang. "Umumnya, praktik ini membesarkan pencapaian lingkungan," kata Maria Soxbo, guru besar keberlanjutan di Swedia, dalam forum Ted Talk tahun 2023.

"Greenwashing terjadi ketika pemasaran hijau justru merugikan lingkungan, saat pesan keberlanjutan justru mengecoh kita, ketimbang membantu konsumen mengambil keputusan yang baik."

Tujuannya adalah menjaring minat investor dan konsumen yang tertarik mendukung produk berkelanjutan, tanpa harus melakukan transformasi hijau pada level produksi, distribusi dan konsumsi.

Menurut penelitian gabungan lembaga konsultan McKinsey dan riset pasar NielsenIQ, sebagian besar konsumen mengaku siap membayar lebih mahal untuk produk "berkelanjutan." Akibatnya, perusahaan yang giat memasarkan label hijau cenderung mencatatkan pertumbuhan yang pesat.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Bagaimana mendeteksi praktik pencucian emisi?

Praktik Greenwashing dapat muncul dalam berbagai bentuk, tersembunyi atau tidak. Tiga raksasa fesyen global, H&M, Zara dan Uniqlo, misalnya, sudah berulang kali kedapatan mengecoh pelanggaan soal neraca ekologi produk-produknya, menurut organisasi lingkungan, Earth.org.

Di banyak kasus lain, perusahaan bisa mengklaim telah menjalankan dekarbonisasi, meski tidak memiliki rencana pengurangan limbah dan emisi atau transformasi energi yang kredibel. Demi menghindari tuduhan penipuan, mereka acap menggunakan istilah samar seperti "keberlanjutan" atau "ekologis," yang tidak mencerminkan standar lingkungan apa pun.

Terkadang, perusahaan menekankan satu fitur pada sebuah produk, tanpa membubuhkan konteks, seperti konsep "pakaian ekologis" yang menggunakan 20 persen bahan daur ulang, tapi diproduksi dengan jumlah emisi, polusi atau limbah yang tinggi.

Organisasi lingkungan juga mengajak konsumen mengawasi praktik "carbon-offset" atau pengalihan emisi demi neraca iklim yang lebih baik. Realitanya, skema pengalihan karbon sering digunakan untuk proyek-proyek semu, seperti contohnya membiayai reboisasi di kawasan hutan yang masih asri dan tidak terancam penebangan.

Kenapa Greenwashing berbahaya?

Greenwashing dipercaya dapat menghambat upaya mengurangi emisi global menjadi tinggal separuhnya pada 2030 dan sepenuhnya netral emisi pada 2050.

Jika dibiarkan berlarut, perusahaan dan entitas lain bisa terus memproduksi emisi dan mendesain produk yang sarat limbah dan polusi. Menurut PBB, praktik ini memperlambat solusi iklim dan meruntuhkan kepercayaan publik pada inisiatif hijau di masa depan.

Celakanya, fenomena greenwashing dipercaya akan terus berkembang. Pemeriksaan oleh Uni Eropa pada tahun 2021 terhadap klaim ramah lingkungan di sektor garmen, kosmetik, dan peralatan rumah tangga, misalnya, menemukan 42 persen klaim berkelanjutan bersifat keliru atau menipu.

Pada tahun 2023, tercatat lonjakan sebesar 70 persen dalam praktik greenwashing di sektor perbankan dan keuangan, menurut penelitian dari lembaga riset swasta, RepRisk, di Zurich, Swiss.

Pengetatan regulasi batasi imbas klaim fiktif

Saat ini, litigasi iklim yang melibatkan praktik pencucian emisi semakin meningkat, menurut Grantham Research Institute on Climate Change and the Environment di London. Di Amerika Serikat, Australia, Prancis, dan Belanda terdapat sedikitnya 20 kasus gugatan dalam beberapa tahun terakhir.

Upaya hukum terhadap greenwashing terbukti membuahkan hasil. Bulan lalu, pengadilan Belanda memutuskan bahwa kampanye "Terbang Secara Bertanggung Jawab" oleh maskapai KLM mengandung pesan yang menyesatkan pelanggan, karena perjalanan udara merupakan kontributor utama emisi karbon dioksida.

Fossil Free, kelompok lingkungan hidup yang mengajukan gugatan, memuji putusan pengadilan sebagai "kemenangan bersejarah atas greenwashing yang dilakukan oleh para pencemar besar."

Regulator periklanan juga mulai mengambil tindakan tegas. Di Inggris, iklan Ryanair dilarang ketika mengklaim diri sebagai maskapai penerbangan dengan emisi terendah di Eropa. Putusan senada didapat produsen minuman ringan Lipton Ice Tea yang mengklaim kemasannya "100% didaur ulang."

Tahun ini, Parlemen Eropa mendukung larangan bagi produk-produk yang mengklaim "netral emisi" atau "dapat terurai secara biologis", "ramah lingkungan" dan "alami," tanpa bukti resmi. UE juga ingin melarang klaim palsu soal daya tahan sebuah produk atau kemungkinan untuk memperbaikinya jika rusak.

rzn/as

Sumber:

The Great Green Maze, BEUC: https://www.beuc.eu/sites/default/files/publications/BEUC-X-2023-149_The_Great_Green_Maze_How_environmental_advertising_confuses_consumers.pdf

Greenwashing: Navigating the risk, Harvard Law School: https://corpgov.law.harvard.edu/2023/07/24/greenwashing-navigating-the-risk/

Consumers care about sustainability, McKinsey and Company: https://www.mckinsey.com/industries/consumer-packaged-goods/our-insights/consumers-care-about-sustainability-and-back-it-up-with-their-wallets

Greenwashing: the deceptive tactics behind environmental claims, United Nations: https://www.un.org/en/climatechange/science/climate-issues/greenwashing

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait