1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiGlobal

Apa Risiko bagi Ekonomi Global Tahun 2026?

24 Desember 2025

Mulai dari ketegangan dagang, beban utang, hingga gelembung saham AI. Perekonomian global bakal menghadapi serangkaian tantangan tahun depan.

Foto peta dunia, ilustrasi perekonomian global
Banyak negara masih tetap menghadapi inflasi tinggi, termasuk Amerika SerikatFoto: Kheng Ho Toh/PantherMedia/imago images

Ekonomi global berhasil melewati tahun 2025 yang penuh gejolak. Ketegangan dagang, pertumbuhan yang tidak merata meski masih moderat, serta kekhawatiran terhadap inflasi dan lonjakan utang menjadi ciri utama perekonomian dunia sepanjang tahun ini. Namun, masalah-masalah tersebut diperkirakan belum akan mereda pada 2026.

Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global melambat dari 3,2% pada 2025 menjadi 2,9% pada 2026. Lembaga yang beranggotakan 38 negara ekonomi maju itu menilai ekonomi dunia cukup tangguh, tetapi tetap rapuh.

Keguncangan besar terjadi pada April lalu ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump memberlakukan rezim tarif baru secara luas untuk merombak arus perdagangan global dan menekan defisit AS. Kebijakan itu memicu gejolak pasar, ketidakpastian dunia usaha, serta penyesuaian rantai pasok global.

Meski Washington telah mencapai sejumlah kesepakatan dengan mitra dagangnya, tarif rata-rata AS melonjak tajam dari 2,5% saat Trump kembali ke Gedung Putih pada Januari menjadi 17,9%, level tertinggi sejak 1934, menurut perhitungan Budget Lab Universitas Yale.

Tarif AS dan rivalitas dengan Cina

Mahkamah Agung AS diperkirakan akan memutuskan pada 2026 apakah presiden berwenang memberlakukan tarif dengan dalih keadaan darurat nasional tanpa persetujuan Kongres. Banyak pengamat memperkirakan pengadilan akan menguatkan putusan pengadilan bawah yang menyatakan tarif Trump tidak sah. Namun, pemerintah AS masih berpeluang mencari celah hukum lain untuk mempertahankan sebagian kebijakan tersebut.

Industri Farmasi Jerman Pendorong Inovasi

03:13

This browser does not support the video element.

Ketegangan dagang AS–Cina pun diprediksi berlanjut. Meski kedua negara sepakat melakukan gencatan senjata dagang selama 12 bulan setelah pertemuan Trump dan Presiden Cina Xi Jinping pada Oktober lalu, rivalitas strategis tetap mengemuka.

"Kesepakatan itu lebih menyerupai gencatan senjata ketimbang perdamaian jangka panjang,” kata Rajiv Biswas dari Asia Pacific Economics. Persaingan geopolitik, terutama dalam teknologi pertahanan, kecerdasan buatan, komputasi kuantum, dan robotika, akan terus mendorong penggunaan tarif dan sanksi ekonomi.

Cina tumbuh tidak seimbang

Ekonomi Cina diperkirakan tetap tumbuh sekitar 5% pada 2026. Namun, persoalan struktural masih membayangi, seperti penuaan penduduk, menurunnya produktivitas modal, dan kelebihan kapasitas di sektor industri berat.

Model pertumbuhan, yang lebih menekankan sisi ekspor ketimbang permintaan domestik, menyebabkan lemahnya konsumsi rumah tangga. Meski pemerintah Cina berjanji mendorong konsumsi dan menstabilkan sektor properti, ketimpangan tersebut diperkirakan tetap menjadi ciri ekonomi Cina tahun depan.

Inflasi, utang, dan dilema Bank Sentral

Inflasi tetap tinggi di banyak negara, termasuk Amerika Serikat dan kawasan euro, sebagian dipicu oleh kebijakan tarif. Peningkatan hambatan dagang atau gangguan rantai pasok berpotensi mempercepat kenaikan harga, memaksa bank sentral memilih antara menaikkan suku bunga atau menjaga pertumbuhan.

Alam Jadi Solusi Ekonomi bagi Masyarakat

04:29

This browser does not support the video element.

Kenaikan suku bunga berisiko memperlambat ekonomi dan meningkatkan beban pembayaran utang, terutama di negara-negara dengan posisi fiskal rapuh seperti Prancis. Investor diperkirakan masih akan dibayangi kekhawatiran terhadap keberlanjutan keuangan publik negara-negara maju.

Jerman, ekonomi terbesar Uni Eropa, diharapkan memperoleh dorongan dari belanja pertahanan dan infrastruktur. Namun, sentimen bisnis masih lemah. Lembaga ifo memangkas proyeksi pertumbuhan Jerman 2026 menjadi 0,8%, meski pemerintah tetap optimistis di angka 1,3%.

Bayang-bayang gelembung AI

Boom kecerdasan buatan diperkirakan berlanjut pada 2026. Perusahaan teknologi besar AS mengucurkan ratusan miliar dolar untuk membangun pusat data dan infrastruktur AI, yang diproyeksikan menopang pertumbuhan ekonomi AS.

Namun, valuasi saham teknologi yang melambung memicu kekhawatiran akan terbentuknya gelembung. Jika investasi AI anjlok secara tiba-tiba, ekonomi AS berisiko terjerumus ke resesi dan menyeret pertumbuhan global.

Meski demikian, sejumlah ekonom menilai revolusi AI bersifat struktural. Tantangannya adalah memastikan lonjakan investasi tersebut benar-benar menghasilkan nilai tambah ekonomi, bukan sekadar euforia pasar.

 

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
Editor: Yuniman Farid

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya