1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikPakistan

Apa yang Mengompori Radikalisasi Pemuda di Pakistan?

S. Khan (Islamabad)
8 September 2023

Semakin banyak kaum muda di Pakistan yang terlibat dalam penyerangan terhadap minoritas agama. Pakar kejiwaan meyakini, belum sempurnanya kedewasaan para remaja dimanfaatkan oleh kelompok ekstremis untuk niat jahat.

Demonstrasi TLP di Lahore
Pendukung Tehreek-i-Labbaik Pakistan (TLP) berhadapan dengan aparat keamanan dalam demonstrasi anti-penistaan agama di LahoreFoto: Rana Sajid Hussain/picture alliance/Pacific Press

Bahkan remaja berusa 14 tahun ikut dalam aksi pembakaran gereja, kata Asif Mahmood, seorang warga Kristen di Kota Jaranwala, Provinsi Punjab, Pakistan. "Rumah saya dijarah, dua kambing saya, sebuah laptop, dan perhiasan raib dicuri,” imbuhnya kepada DW.

Serangan terhadap minoritas Kristen di Jaranwala diakui kebanyakan digalang kaum muda. Amarah tersulut ketika robekan kitab suci Al-Qur'an ditemukan di dekat sebuah pemukiman Kristen. Di atasnya tertulis kata-kata bernada blasfemi. 

Tidak jelas siapa yang bertanggung jawab atas penodaan tersebut. Menurut Mahmood, lebih dari 50 persen pelaku serangan masih berusia muda, bahkan remaja.

"Ya, memang benar ada banyak anak muda yang terlibat dalam vandalisme terhadap properti umat Kristen pada 16 Agustus lalu,” kata seorang perwira polisi lokal yang menolak menyebut namanya.

Kebencian juga meluap ke wilayah lain, di mana warga menggeruduk fasilitas ibadah dan perumahan milik minoritas Kristen, kata Mahmod. 

Memerangi Ekstremisme Lewat Media Digital dan Bantuan Returnee

06:45

This browser does not support the video element.

Minimnya empati dan penyesalan

Dalam rekaman video yang diunggah di media sosial, gambaran kebencian terlihat kontras dengan wajah bahagia para penyerang yang tersenyum dan tertawa saat menyerang warga minoritas.

Menurut pakar kejiwaan, mereka yang terlibat dalam serangan semacam itu dicurigai mengidap "gangguan perilaku sosial” yang ditandai dengan ketiadaan rasa empati atau penyesalan, kata Zaofishan Qureshi, seorang ahli psikoterapi di Islamabad.

"Bagi mereka, tindakan melanggar aturan memicu rasa kepuasan sadistik, termasuk dengan menyakiti manusia atau hewan, serta merusak properti atau kepemilikan orang lain.”

Hal senada diungkapkan Basheer Hussain Shah, seorang psikolog di Islamabad. Menurutnya, ada beragam faktor psikologis yang mendorong kaum muda untuk bertindak melawan hukum.

Dalam level kognitif, minimnya kedewasaan ditandai dengan "pola berpikir hitam putih” yang lazim ditemukan pada kelompok usia muda. Hal tersebut menyulitkan mereka untuk melihat masalah dari dua sisi.

"Sangat mudah untuk memprovokasi kelompok usia ini dengan gambaran hitam putih untuk main hakim sendiri,” tukasnya. "Ditambah lagi, kerumunan massa memberikan rasa perlindungan dan kebebasan dari pertanggungjawaban.”

Shazia Batool, Penderita Polio Mendobrak Batasan di Pakistan

05:59

This browser does not support the video element.

Ekstremisme agama sebagai instrumen politik

Radikalisasi kaum muda di Pakistan banyak dituduhkan kepada partai-partai Islam, seperti Tehreek-I-Labaik Pakistan (TLP). Mereka banyak mendulang simpati dengan menggelorakan UU Anti Penistaan Agama.

"TLP menyelenggarakan pertemuan mingguan, pengajian bulanan, atau acara peringatan keagamaan yang menyedot banyak kaum muda dan remaja. Mereka menggunakan platform ini untuk meradikalisasi dan mencuci otak pemuda untuk digunakan demi mengganyang minoritas,” kata Shah, psikolog di Islamabad.

”Mereka juga menggunakan platform media sosial untuk membuat kaum muda menjadi radikal,” tambahnya. "Partai-partai Islam tahu bahwa pemuda punya otot untuk melawan, seperti yang kita lihat banyak digunakan untuk melawan aparat keamanan.”

Zohra Yusuf, bekas Direktur Komisi Hak Asasi Manusia Pakistan, meyakini radikalisasi kaum muda akan tetap menjadi instrumen politik di Pakistan. "Sangat disayangkan bahwa pikiran kaum muda dilatih untuk menjadi intoleran terhadap minoritas agama,” kata dia.

"Di Pakistan, mengumpulkan massa sama sekali tidak sulit. Yang dibutuhkan hanyalah sebuah pengumuman di masjid-masjid saja."

(rzn/hp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait