1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanGlobal

Apa yang Sudah Diketahui tentang Varian Deltacron?

18 Maret 2022

Varian virus Deltacron yakni kombinasi dari Delta dan Omicron sudah ditemukan kasusnya di Eropa dan Amerika Serikat. Varian hibrida virus corona ini diyakini tidak lebih berbahaya dari varian sebelumnya

Varian virus baru Deltacron, rekombinan Delta dan Omicron
Varian virus baru Deltacron adalah hibrida dari varian Delta dan OmicronFoto: Frank Hoermann/SVEN SIMON/picture alliance

Para peneliti dari Siprus pada awal Januari lalu untuk pertama kalinya melaporkan munculnya varían virus corona rekombinan dari varian Delta dan Omicron. Apa yang disebut varian Deltacron ini mula-mula memicu kecemasan para ilmuwan. Namun kemudian diketahui, laporan mengenai varian baru Deltacron itu terjadi gara-gara laboratorium mereka tidak steril.

Namun, kasus infeksi varían Deltacron benar-benar muncul dua bulan kemudian di Eropa dan Amerika Serikat. Kasus Deltacron di Eropa dilaporkan terdeteki di Perancis, Denmark, Jerman, Belanda, dan Inggris. Juga di AS dilaporkan munculnya infeksi varían hibrida Deltacron ini. Walaupun kasusnya langka, para ilmuwan kembali mengingatkan, pandemi COVID-19 belum berakhir. Tren saat ini, untuk kembali ke kehidupan normal di banyak negara sudah dilakukan pelonggaran aturan COVID-19 .

Bagaimana varian Deltacron tercipta?

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga sudah melakukan konfirmasi adanya varian hibrida baru ini dan sudah bersiap sejak dini. "Kami mengenal rekombinan ini, yang merupakan campuran dari Delta AY.4 dan Omicron BA.1,″ kata Maria van Kerkhove, pakar WHO untuk urusan corona.

Van Kerkhove menegaskan, rekombinan semacam itu punya kemungkinan besar tercipta, jika dua varían virus corona seperti Delta dan Omicron bersirkulasi secara luas pada saat bersamaan.

Jika satu orang terinfeksi dua varian virus corona dalam waktu bersamaan, hal itu dapat memunculkan varían hibrida semacam Deltacron, walaupun kasus semacam ini jarang terjadi. Para ahli menduga kuat, pada saat pergantian tahun, ketika wabah varían Delta yang dominan digantikan varían Omicron yang lebih gampang menular, muncul kemungkinan lebih besar, satu orang bisa terinfeksi dua varian ini dalam waktu bersamaan.

Saat virus membiak dalam tubuh inangnya, material genetika bisa saling dipertukarkan dan bercampur hingga terjadi kombinasi menjadi varían hibrida baru. Akan tetapi kasus semacam ini sangat jarang terjadi, karena dari segi evolusi varian hibrida biasanya tidak memiliki keuntungan dibanding varian awal.

Apakah varian Deltacron lebih berbahaya?

Seperti diketahui, varian Delta memicu gejala lebih parah dan varian Omicron sangat mudah menular, tetapi tidak berarti varían hibrida yang merupakan kombinasi kedua varían virus itu, otomatis jadi lebih berbahaya.

Analisis sekuens genomik yang dilakukan oleh Institut Pasteur di Prancis menunjukkan, Deltacron benar-benar mengandung mutasi karakteristik kedua jalur varían, demikian lapor bank data genom "Gisaid".

Dari varian Omicron BA.1, varian hibrida mengambil alih sepenuhnya gen ”spike” dan mengkombinasikan dengan bagian varian Delta AY.4. Dengan percampuran ini, virusnya kemungkinan lebih mudah menempel pada membran inang atau dengan kata lain sangat mudah menular.

Tentu hal ini memicu kekhawatiran, bagian dari varían Delta pada varian hibrida itu juga bisa memicu gejala sakit lebih parah. Terutama di negara-negara yang sudah sangat melonggarkan aturan pandemi COVID-19. Atau juga muncul ketakutan pandemi masih akan terus berlangsung dalam tempo panjang.

Seampuh mana vaksinasi melindungi?

Namun, mayoritas para pakar tidak merasa khawatir pada munculnya varian hibrida Deltacron ini. "Jika ada satu varian virus benar-benar menyebar dengan cepat dan membuat penderitanya sakit parah, pasti sekarang akan ada lebih banyak sampelnya,” ujar pakar imunologi Luca Cicin-Sain, dari pusat Helmholtz untuk riset infeksi.

Etienne Simon-Lorière dari Institut Pasteur juga berpendapat senada. "Sejauh ini kasus varian hibrida Deltacron sangat jarang dan tidak ada indikasi penularannya secara eksponsial. Artinya, varian baru ini tidak menujukkan laju perkembangan yang mencemaskan," ujar ilmuwan dari Prancis itu.

Terkait keampuhan vaksinasi mencegah infeksi virus corona, sejauh ini terbukti vaksinasi apapun tidak bisa mencegahnya. Buktinya adalah tingginya kasus infeksi varian Omicron, yang secara cerdik melakukan mutasi untuk "mengecoh" sebagian sistem kekebalan tubuh yang terbangunkan oleh vaksin.

Artinya, mereka yang sudah divaksinasi bahkan sampai tahap booster atau yang sembuh dari infeksi, tidak akan terlindungi sepenuhnya dari infeksi varian Deltacron. Namun, vaksinasi sampai saat ini terbukti mampu melindungi orang yang terinfeksi virus corona varian apapun dari gejala parah COVID-19. (as/yf)