1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Apa yang Terjadi dengan Dana 100 Miliar Euro di Bundeswehr?

2 Maret 2023

Setahun lalu, Kanselir Jerman Olaf Scholz mengumumkan dana khusus 100 miliar euro untuk militer Jerman, Bundeswehr. Apa saja yang sudah dibelanjakan dengan dana khusus itu?

Pasukan Bundeswehr dengan panser Leopard
Pasukan Bundeswehr dengan panser Leopard dalam manuver gabungan Eropa di Jerman Selatan, Mei 2017Foto: CHRISTOF STACHE/AFP

Di hadapan parlemen Jerman, Bundestag, Olaf Scholz mengumumkan revisi kebijakan pertahanan yang selama ini dianut sejak pendirian Republik Federal Jerman, sebagai tanggapan atas invasi Rusia ke Ukraina.

Selama ini, Jerman membangun kapasitas militernya sebagai tentara pertahanan untuk menghadapi ancaman dari blok Timur dalam konteks Perang Dingin. Ketika Perang Dingin dianggap berakhir, banyak alutsista yang dianggap tidak dibutuhkan lagi, seperti misalnya panser berbobot berat.

Namun, dengan invasi Rusia ke Ukraina dan perubahan geopolitik global, Bundeswehr harus kembali disiapkan sebagai pasukan militer konvensional yang juga mampu melakukan serangan ke posisi musuh. Itu sebabnya, Olaf Scholz menyiapkan anggaran khusus 100 miliar euro untuk digunakan segera.

Tapi sejak itu, partai oposisi terbesar CDU terus melancarkan kritik karena reformasi militer dberjalan terlalu lambat. "Bundeswehr punya defisit yang luar biasa dan perubahan bahkan belum dimulai," kata juru bicara kebijakan luar negeri CDU, Roderich Kiesewetter, kepada media awal minggu ini. "Militer telah kehilangan satu tahun...," tambahnya.

Menteri pertahanan Jerman Boris PistoriusFoto: Kay Nietfeld/dpa/picture alliance

Proyek besar pengadaan alutsista yang mandek

Ketua Komisi Pertahanan di Bundestag dari FDP, Marie-Agnes Strack-Zimmermann, segera menanggapi timpalan oposisi. Dia mengatakan, selama 16 tahun di bawah Kanselir Angela Merkel, CDU tetal memegang kementerian pertahanan dan "tidak ada sama sekali" yang dilakukan untuk memodernisasi Bundeswehr.

Sedangkan pemerintahan koalisi yang baru memerintah satu tahun, kata Maria-Agnes Zimmermann, sekarang telah memesan puluhan jet tempur siluman paling canggih F-35 dan helikopter angkut berat dari Amerika Serikat. Selain itu, Bundeswehr juga kini tengah melakukan digitalisasi secara menyeluruh.

Namun dia mengakui, dari 100 miliar euro dana khusus, baru 30 miliar euro yang dialokasikan untuk pembelian alutsista, padahal Jerman memiliki industri senjata yang kuat. Marie-Agnes Strack-Zimmermann mengatakan, memang tidak mudah membelanjakan 100 miliar euro dalam waktu setahun. Delapan pesawat mutakhir F-35 pertama misalnya, baru akan dikirimkan pada tahun 2026, dan 27 sisanya akan dikirimkan pada tahun 2029. Beberapa peralatan komunikasi digital terbaru  akan tersedia lebih cepat, sementara yang lain akan memakan waktu lebih lama.

Rafael Loss, spesialis pertahanan di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri (ECFR), mengatakan kepada DW bahwa inflasi dan naiknya suku bunga juga akan berpengaruh. Karena 100 miliar euro yang dianggarkan adalah pinjaman, bunga yang harus dibayar pemerintah naik dari tadinya sekitar €8 miliar menjadi 13 miliar. Jadi dari dana 100 miliar hanya akan tersisa 87 miliar euro yang bisa dibelanjakan. Selain itu ada inflasi, pengaruh nilai tukar dolar-euro dan kenaikan pajak pertambahan nilai, yang semuanya berarti makin sedikit uang yang bisa dibelanjakan. Makin lambat pembelian alutsista direalisasi, makin banyak uang yang akan digerogoti bunga pinjaman dan inflasi, jelasnya.

"Dalam beberapa hal, tahun lalu adalah tahun yang hilang bagi Bundeswehr," katanya. "Tapi menteri pertahanan yang baru (tampaknya mendorong banyak hal terjadi dengan jadwal dipercepat," kata Rafael Ross.

Masalah regulasi dan birokrasi

Boris Pistorius (SPD) diangkat sebagai Menteri Pertahanan menggantikan pendahulunya Christine Lambrecht (SPD), yang mengundurkan diri karena gelombang kritik tentang kepemimpinannya yang lemah.

Rafael Loss mengatakan, kerumitan pengadaan alutsista tetap menjadi masalah yang tidak mudah diperbaiki, "Ini adalah ekosistem yang sangat kompleks, antara parlemen sebagai pemegang anggaran, Kementerian Pertahanan, lembaga pengadaan, dan angkatan bersenjata."

Setelah era Perang Dingin, katanya, Bundeswehr "mengembangkan budaya di mana kecepatan bukanlah prioritas". Dia menerangkan, "Ada keengganan risiko yang sangat besar untuk melakukan sesuatu yang salah, dan mungkin menghabiskan sedikit lebih banyak uang untuk hal-hal yang membuat mereka bisa melalui jalur pengadaan lebih cepat."

Selain itu, dia berpendapat bahwa kepentingan regional anggota Bundestag sering berperan dalam pengambilan keputusan pengadaan alutsista, dengan politisi dari Bayern mendorong perusahaan yang berbasis di negara bagiannya untuk memenangkan kontrak. "Ini yang menyebabkan proses anggaran menjadi kurang berorientasi pada kebutuhan militer,” kata Rafael Loss. "Saya kira, di AS mereka akan menyebut ini politik dagang babi."

Jadi, perubahan besar yang dicanangkan Olaf Scholz ibarat membalik haluan kapal tanker besar Bundeswehr, terutama budaya dan birokrasinya. Dan untuk melakukan itu, waktu satu tahun tidak akan cukup.

(hp/yf)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait