1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SejarahJerman

Nazi Jerman: Apakah Kekuasaan Adolf Hitler Bisa Berulang?

Julia Hitz
30 Januari 2023

Adolf Hitler diangkat sebagai Kanselir pada 1933, ketika partainya, NSDAP, gagal menguasai mayoritas di parlemen dan sempat nyaris bangkrut. Apa yang memudahkan jalannya menuju kekuasaan? Bisakah hal serupa dicegah?

Presiden Paul von Hindenburg dan Adolf Hitler
Penunjukkan Adolf Hilter (ki.) oleh Presiden Paul von Hindenburg (ka.) pada 30 Januari 1933.Foto: Hulton Archive/Keystone/Getty Images

Ambisi politik Adolf Hitler dan Partai Buruh Nasional-Sosialis Jerman atau NSDAP seharusnya berakhir di musim gugur 1932. Meski meraih 37 persen suara, gerakan Nazi Jerman dan gagasan Revolusi Nasional yang mereka kampanyekan gagal menggapai dukungan mayoritas.

Sebabnya, bahkan petinggi NSDAP sendiri pun keheranan ketika pada 30 Januari 1933, Hitler ditunjuk menjadi Kanselir Jerman. 

"Tanggal 30 Januari 1933 adalah titik nadir dalam sejarah Jerman,” kata Dan Diner, seorang sejahrawan Jerman/Israel. "Pada hari itu, terjadi sesuatu yang bagi kami sebagai sejarahwan, tapi juga sebagai saksi sejarah, bisa dijadikan tolak ukur bagi peristiwa sebelum dan sesudahnya.”

Karena pada tanggal itu Hitler tidak merebut kekuasaan, lebih tepatnya, kekuasaan itu yang diserahkan kepadanya. Padahal, nominasi Hitler sebagai kanselir sempat ditolak Presiden Paul von Hindenburg, meski perolehan suara yang kuat di Pemilu 1932. 

Kabinet Hilter (tengah), bersama Herman Göring (ki.) dan Franz van Papen (ka.)Foto: akg-images/picture-alliance

Hitler sebagai keniscayaan sejarah

Dalam bukunya, sejahrawan Inggris, Ian Kershaw, menyebut sejumlah faktor yang berkontribusi terhadap perebutan kekuasaan oleh Nazi. Selain kemunduran demokrasi pada Republik Weimar demi menggenjot ekonomi, kuatnya tekad kaum konservatif kanan untuk "melumpuhkan Demokrasi dan menghancurkan sosialisme,” membuka jalan bagi Hitler.

Di tengah krisis ekonomi yang berkecamuk, Jerman kembali berpaling ke sistem autoriter, tanpa banyak yang bisa meramalkan daya rusak Nazi. "Hitler adalah hasil mutlak dari jalan alternatif yang diambil Jerman,” kata Kershaw.

Menurutnya, Hitler "bukan cuma sebuah kebetulan,” terutama jika melihat konteks sejarah, yakni perang, revolusi, kekalahan perang yang menjadi aib nasional dan ketakutan terhadap Bolshevisme Uni Sovyet, imbuhnya.

Bagi Dan Diner, krisis ekonomi dan struktur konstitusi Republik Weimar yang memudahkan partai radikal untuk masuk ke parlemen, adalah faktor paling penting. 

Menurutnya, penunjukkan Hitler sebagai Kanselir adalah hal mengejutkan. "NSDAP sebenarnya sudah tamat. Sejak musim gugur 1932, ekonomi tumbuh pesat. NSDAP sebaliknya mengalami regresi. Pada titik inilah Hitler diangkat sebagai Kanselir. Peristiwa ini seharusnya tidak terjadi.”

Jalan menuju kekuasaan

Salah seorang figur paling berpengaruh dalam riwayat kekuasaan Hitler adalah Franz von Papen. Papen yang dekat Presiden Hindenburg itu seharusnya lengser sebagai Kanselir pada November 1932. Tapi dia ingin terus berkuasa, meski harus berkoalisi dengan Hitler.

Papen lalu berhasil meyakinkan Hindenburg untuk menerima koalisi yang digalangnya dengan Hitler dan Alfred Hugenberg. Ketika Adolf Hitler diangkat pada 30 Januari 1933, Papen ikut dibaiat menjadi wakil kanselir.

Saat itu, besar harapan bahwa NSDAP akan "bisa dijinakkan” melalui koalisi kekuasaan. Anggapan tersebut terbukti fatal. Faktor penting lain adalah aliran dana sumbangan pengusaha Jerman yang menyelamatkan NSDAP dari kebangkrutan. 

Dan Diner meyakini sejarah adalah cerminan bagi masalah kekinian. Terutama di tengah krisis geopolitik di Eropa dan Asia timur, dia bisa melihat betapa sejarah bisa kembali berulang.

"Masalah terbesar adalah lembaga-lembaga negara yang bertugas menjaga demokrasi justru ambruk,” katanya. Dia mencontohkan bagaimana Republik Weimar diperintah secara darurat di penghujung hayat. Parlemen mengalami kebuntuan. Sementara Presiden Hindenburg bisa memecat dan menunjuk kanselir sesuai kehendak pribadi.

"Dari situ kita belajar untuk melindungi lembaga demokrasi,” pungkasnya.

rzn/hp

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya