Stichwort Apartheid
11 Februari 2010Selama ratusan tahun tidak ada bagian kehidupan di Afrika Selatan yang tidak diatur oleh pemisahan ras. Namun sejak Partai Nasional de Boer 1948, setelah Perang Dunia ke-2, memenangkan pemilihan umum dan membentuk pemerintahan minoritas kulit putih, sistem apartheid kemudian ditetapkan dalam undang-undang. Pada tahun 1950, Undang-undang Pendaftaran Populasi semua warga Afrika Selatan dibagi dalam tiga kategori ras, yaitu Bantu atau Afrika kulit hitam, kulit putih dan kulit berwarna lainnya. Kemudian ada kategori baru, yaitu Asia yang sebagian besarnya adalah warga etnis India dan Pakistan.
Afrika Selatan kemudian dibagi. 80 persen wilayah negara itu dimiliki warga kulit putih. Sementara warga kulit hitam ditempatkan di wilayah termiskin yang disebut sebagai homelands atau tanah air. Mereka memiliki semacam pemerintahan administrasi mandiri. Mereka secara ekonomi, sosial dan politik dikucilkan. Pada tahun 1970 diberlakukan Undang-Undang Kewarganegaraan Tanah Air Bantu. Semua warga kulit hitam harus bertempat tinggal di "homeland", atau tanah air, suatu wilayah yang dihuni mayoritas kulit hitam Afrika. Warga homelands harus membawa paspornya untuk dapat meninggalkan wilayahnya.
Pemisahan warga kulit putih dan hitam juga diberlakukan di fasilitas umum. Gedung-gedung umum, transportasi umum, taman-taman, rumah makan, serta tentu sekolah-sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit dan gereja. Daerah-daerah permukiman di setiap kota dan desa juga dibagi dua, sistem pendidikan sekolah terpisah dengan kualitas guru yang berbeda, dan hanya warga kulit putih yang memiliki hak pilih.
Semakin besar jurang diskriminasi, semakin besar pula dorongan perlawanannya. Kongres Nasional Afrika (ANC), membentuk sayap bersenjata, yaitu Umkhonto we Sizwe (MK), yang berarti “Tombak Bangsa”. Dalam waktu 1,5 tahun, MK melancarkan sekitar 200 aksi sabotase. Pendirinya adalah Nelson Mandela, yang waktu itu sudah berjuang demi kesetaraan ras. Pada tahun 1959 Kongres Pan Afrika, PAN, memisahkan diri dari ANC. Bertolak belakang dengan ANC, PAN menolak semua bentuk kerja sama dengan kulit putih. ANC dan PAN resminya dilarang beroperasi. Namun kedua organisasi itu bergerak di bawah tanah. Dan tahun 1964 pimpinan oposisi seperti Nelson Mandela dan Walter Sisulu divonis hukuman penjara seumur hidup.
Pada tahun 1976, terjadi huru-hara di Soweto. Berawal dari aksi boikot sekolah, kemudian menjadi pertumpahan darah. Sekitar 500 hingga 1000 warga kulit hitam terbunuh dalam insiden itu. Ketika kerusuhan terjadi dan beberapa tahun setelahnya, banyak anak dan remaja yang ditangkap. Namun gerakan perlawanan tidak terhenti sampai di situ saja, dan penentang apartheid mendapatkan banyak dukungan di luar negeri.
Semakin banyak orang di Eropa yang memboikot barang-barang dari Afrika Selatan, dan sistem apartheid menjadi perhatian masyarakat sipil internasional. Gereja, organisasi pembela HAM, dan organisasi bantuan menyerukan boikot, yang disusul dengan konser solidaritas dan aksi pengumpulan massa. Nelson Mandela, pemimpin ANC yang dipenjara, menjadi tokoh simbol gerakan anti apartheid. Pada tahun 1988, 72 ribu orang berkumpul di Stadion Wembley di London, guna menghadiri konser musik solidaritas bertepatan dengan perayaan ulang tahun Mandela yang ke-70. Selain itu, hampir satu miliar orang di 60 negara mengikuti konser tersebut di televisi.
Masyarakat internasional kemudian mengurangi dukungan politiknya terhadap rezim apartheid. Bertahun-tahun lamanya Amerika Serikat dalam setiap resolusi di Dewan Keamanan PBB memblokir Afrika Selatan dan pada tahun 1976 diberlakukan konvensi anti apartheid.
Tekanan politis baik di Afrika Selatan mau pun di luar negeri semakin besar: Dan pada 1990, presiden Afrika Selatan waktu itu, Frederik Willem de Klerk, membebaskan Nelson Mandela dan beberapa tahanan politis lainnya. ANC dan PAN sah menjadi organisasi politik. Pada tahun 1994, Nelson Mandela terpilih sebagai presiden pertama Afrika Selatan versi baru.
Helle Jeppesen/Luky Setyarini
Editor: Yuniman Farid