1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

APD Langka Picu Kreativitas Rumah Sakit

Prihardani Ganda Tuah Purba
1 April 2020

Pandemi global COVID-19 telah menyebabkan kelangkaan peralatan pelindung medis di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Namun kondisi ini tak menyurutkan semangat dari salah satu rumah sakit di Toraja.

Petugas medis di rumah sakit Lakipadada Toraja mengenakan jas hujan berwarna biru dan hijau
Petugas medis di RS Lakipadada TorajaFoto: privat

Sejak wabah COVID-19 menjadi pandemi global, masalah kelangkaan APD (alat pelindung diri) bagi tenaga medis untuk menangani pasien terjangkit virus corona juga turut menjadi sorotan utama. 

Di Indonesia, kelangkaan APD dilaporkan banyak terjadi di rumah sakit rujukan penanganan penyakit COVID-19 yang berada di daerah. Hal ini ditandai oleh ramainya informasi yang beredar di media sosial tentang bagaimana tenaga medis terpaksa memakai jas hujan untuk mengganti APD standar yang semakin sulit ditemukan.  

Kelangkaan APD ini sempat dirasakan oleh Rumah Sakit Lakipadada yang terletak di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan pemerintah untuk menangani pasien COVID-19 di sekitar wilayah Kabupaten Tana Toraja. 

Kreativitas di tengah keterbatasan 

Kepada DW Indonesia, Direktur RSUD Lakipadada, dr. Syafari Daniel Mangopo mengakui bahwa sebelum wabah corona ini masuk ke Indonesia, pihaknya sudah terlebih dahulu melakukan antisipasi dengan melakukan pencarian APD, meski hasilnya terkadang nihil. 

“Waktu kejadian di Wuhan Cina virus ini merebak, kami di Tana Toraja sudah mencium bahwa suatu saat ini akan menjadi pandemi, maka sejak Januari lalu kami sudah mengupayakan pencarian APD. Beberapa berhasil kami dapatkan namun memang di pasaran lagi kosong sejak Januari,” ujarnya kepada DW Indonesia, Selasa (31/03). 

Syafari menyebutkan kelangkaan APD ini justru memaksa rumah sakit untuk ‘memutar otak’ bagaimana mencari solusi pengganti APD yang kini sudah sangat sulit ditemukan. 

Dr. Syafari Daniel ManopoFoto: privat

"Kami harus terpacu untuk berkreativitas karena kondisi memang APD yang langka. Bukan uang yang tidak ada tapi barangnya yang tidak ada,” jelasnya. 

Untuk mengatasi kelangkaan APD inilah akhirnya rumah sakit menggunakan jas hujan sebagai pengganti APD standar yang dibutuhkan untuk menangani pasien. Namun tidak hanya jas hujan saja, Syafari mengatakan pihaknya juga membuat “masker dari kain dengan pori-pori yang sangat rapat dan membuat visor mask sendiri dari plastik yang tebal”.  

Meski penggunaan jas hujan banyak menuai simpati karena dinilai tidak layak, Syafari menyatakan bahwa jas hujan justru lebih efektif digunakan dibanding dengan APD biasa. 

“Memang mantel hujan ini namanya saja yang menakutkan, tapi dari segi kontur bahannya dia lebih bagus karena waterproof, dibanding baju APD yang buatan pabrikan kebanyakan pori-porinya besar,” ujarnya. 

Syafari menuturkan bahwa kini bantuan APD dari pemerintah provinsi dan kelompok masyarakat sudah diterima oleh pihak rumah sakit. Meski begitu, ia menyebut bahwa pihaknya tetap harus melakukan modifikasi pemakaian sebagai upaya penghematan. 

“Jadi setelah memakai gaun hazmat, kami lapisi lagi menggunakan jas hujan di luarnya, sehingga yang kami buang ini jas hujannya kemudian gaun APD-nya itu masih bisa reuse, kita disinfeksi kita sterilkan lagi,” jelasnya. 

Modifikasi semacam ini menurutnya penting dilakukan karena saat ini belum ada kasus positif COVID-19 yang dilaporkan terjadi di Kabupaten Tana Toraja. 

“Belum ada yang positif, tetapi kalau terjadi positif saya kira akan kewalahan kalau kami tidak persiapkan,” tambahnya. 

Bayi berumur 1 tahun jadi PDP 

Meski belum ada kasus positif COVID-19 yang dilaporkan terjadi di Kabupaten Tana Toraja, ia tidak menampik bahwa kasus positif bisa saja terjadi mengingat banyak pendatang dari daerah endemis lain di Indonesia yang masuk ke Toraja. 

Syafari menyebut bahwa rumah sakit yang ia pimpin telah merawat 5 pasien terkait dengan virus corona, 3 diantaranya sudah dipulangkan sementara 2 lainnya masih menjalani perawatan. 

Ia menegaskan bahwa dua pasien yang masih menjalani perawatan adalah pasien dengan status ODP dan PDP.  

“Satu itu bayi masih dengan pneumonia, masih sesak napas belum perlu alat bantu pernapasan tapi dengan oksigen kita berikan. Kemudian satu lagi adalah pasien kambuhan dimana dua minggu lalu kami rawat dengan cairan paru-paru kemudian sekarang masuk lagi dengan sesak napas,” pungkasnya. 

Menurut data yang dirilis oleh gugus tugas percepatan penanganan COVID-19, jumlah kasus positif yang dilaporkan terjadi di provinsi Sulawesi Selatan sampai pada tanggal 31 Maret 2020 adalah sebanyak 50 kasus, dengan 1 pasien meninggal dunia. 

Dengan demikian, jumlah total kasus positif COVID-19 di Indonesia sampai pada 31 Maret 2020 sebanyak 1.528 kasus, 81 pasien sembuh dan 136 pasien meninggal dunia. (gtp/vlz)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait