1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikGlobal

Aplikasi ‘No Thanks‘ Serukan Boikot Produk yang Pro-Israel

Kathrin Wesolowski
4 Desember 2023

Aplikasi ‘No Thanks' mengajak masyarakat untuk tidak membeli produk yang "mendukung" Israel. Apakah ini bentuk protes yang sah atau termasuk antisemitisme?

Aplikasi No Thanks
Aplikasi No Thanks menginformasikan kepada konsumen produk yang terkait IsraelFoto: NoThanks

Aplikasi ‘No Thanks' ini tampak mudah untuk dipakai, pengguna dapat memindai barcode atau kode batang suatu produk atau cukup menuliskan nama produk tersebut. Dalam hitungan detik, aplikasi itu akan menginformasikan sejauh mana perusahaan asal produk tersebut "mendukung Israel".

Kemudian, aplikasi itu menampilkan sebuah imbauan untuk tidak membeli produk tertentu. Dalam video yang beredar di TikTok dan X tampak perusahaan seperti Coca-Cola dan Nescafé masuk dalam daftar pemboikotan.

Aplikasi ini baru saja diluncurkan pada 13 November 2023 dan telah diunduh lebih dari 100.000 kali hingga hari Minggu (03/12) malam.

Konflik antara Israel dan militan Hamas meningkat secara drastis sejak kelompok militan itu menyerang kawasan Israel yang menewaskan 1.200 orang dan menawan 240 sandera. Hamas sendiri memang dikategorikan sebagai sebuah kelompok teroris oleh Uni Eropa, Amerika Serikat (AS), Jerman, hingga sejumlah negara lainnya.

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas setidaknya 15.000 orang Palestina tewas sejak 7 Oktober akibat serangan balasan Israel yang menargetkan penyerangan di Jalur Gaza. Sejak saat itu, masyarakat di banyak negara telah memposisikan diri sebagai pro-Israel atau pro-Palestina.

Namun, aplikasi ini tidak bisa lagi diunduh dari Google PlayStore sejak 1 Desember 2023. Aplikasi ini juga tidak tersedia untuk perangkat iPhone yang menggunakan sistem iOS.

Siapa pihak yang berada di balik aplikasi ini dan apa sebenarnya tujuan dari aplikasi ‘No Thanks'? Terlebih lagi, mengapa aplikasi tersebut tak lagi tersedia di PlayStore?

"Saudara saya jadi korban"

Menurut keterangan dari aplikasi itu sendiri, ‘No Thanks‘ dikembangkan oleh Ahmed Bashbash yang saat ini menetap di Hungaria. Saat dihubungi DW, dia mengaku sebagai penduduk Palestina, asal Gaza. Bashbash menceritakan soal saudara laki-lakinya yang tewas "dalam pembantaian” dan saudara perempuannya meninggal pada tahun 2020 karena tidak mendapatkan bantuan kesehatan dari pihak Israel saat itu.

"Saya mengembangkan ‘No Thanks' demi saudara laki-laki dan perempuan saya yang menjadi korban akibat pendudukan paksa, dan tujuan saya, mencoba mencegah apa yang menimpa keluarga Palestina lainnya,” kata Bashbash kepada DW melalui email.

Dia menyusun daftar perusahaan yang diduga mendukung Israel dengan bantuan situs "Boycotzionism" dan "Ulastempat". Situs "Boycotzionism" sendiri menggunakan slogan "Dari sungai hingga lautan, Palestina akan merdeka", yang juga terkadang ditafsirkan sebagai antisemitisme dan di Jerman dilarang. Beberapa pihak menganggap frasa dalam slogan itu menyangkal hak eksistensi Israel.

Dilihat dari situsnya, sejumlah perusahaan ternama masuk dalam daftar merek yang harus diboikot. Mulai dari Adidas, McDonald, Chanel,Netflix, Apple, hingga pihak yang mewakili berbagai industri. Sebut saja makanan, kosmetik, dan penyedia layanan streaming.

Aplikasi ini memberikan informasi soal status produk terkait pemboikotannyaFoto: NoThanks

Kritik atas kebijakan Israel atau sikap antisemitisme?

Bashbash mengaku mendapatkan informasi bahwa aplikasinya dilarang oleh Google lantaran mencantumkan kalimat: "Anda bisa melihat apakah produk yang Anda pakai mendukung pembunuhan anak-anak di Palestina." Kalimat itu ditampilkan di beranda aplikasi tersebut.

Para ahli menyebut kalau kalimat ini bisa ditafsirkan sebagai kritik terhadap Israel atau sikap antisemitisme. Kepada DW, Direktur Pusat Pendidikan Anne Frank, Meron Mendel, mengatakan bahwa kalimat itu mengingatkan soal kepercayaan antisemit pada abad pertengahan, di mana orang Yahudi disebut-sebut membunuh anak-anak demi menghasilkan roti Paskah dari darahnya.

Sementara itu, Wakil Direktur Pusat Penelitian Antisemitisme, Uffa Jensen, juga menyebut kalau ungkapan ini dapat diduga sebagai sikap antisemitisme lantaran menggunakan citra Israel sebagai pembunuh anak-anak.

Tafsiran lain dari kalimat itu adalah fakta di mana anak-anak memang terbunuh selama serangan udara yang dilancarkan Israel di Gaza selama perang saat ini, kata Mendel. 

Jensen juga menambahkan bahwa Hamas turut membunuh anak-anak Israel pada tanggal 7 Oktober. "Kalimat seperti itu keluar dari konteks dan menjadi sangat polemik," tuturnya.

Daftar perusahaan dari berbagai industri usaha yang masuk dalam pemboikotanFoto: NoThanks

Tujuan boikot produk pro-Israel

Menurut Mendel, pertanyaan pentingnya adalah apa tujuan pasti dari pemboikotan tersebut. Sejak 7 Oktober, terlihat jelas bahwa tidak semua orang punya tujuan yang sama. "Ada orang yang menginginkan negara Palestina berdampingan dengan negara Israel dan ada juga yang menginginkan kehancuran negara Israel. Intinya di sini adalah untuk membedakan kedua kelompok tersebut."

"Pemboikotan sarana ekonomi, keputusan seseorang untuk tidak boleh membeli suatu produk merupakan hal yang sah," tambah Mendel.

Lebih lanjut, pemboikotan Arab terhadap Israel bukan merupakan barang baru. Hal itu dimulai sejak awal tahun 1970-an. Menurut Jensen, ada juga minoritas sayap kiri Yahudi yang mengkritik Israel dan mendukung kampanye semacam ini. Boikot ini juga merupakan propaganda melawan Israel. Secara keseluruhan, perlu dibedakan apakah kampanye itu untuk mengkritik Israel atau masuk dalam sikap antisemitisme," kata Mendel.

Konflik Palestina Israel - Ini yang Perlu Kamu Ketahui

13:57

This browser does not support the video element.

Kerugian ekonomi sulit terjadi

Masalah yang akan muncul bagi Israel akibat tindakan semacam itu bukanlah kerugian ekonomi. Yang akan terjadi mungkin adalah pemboikotan atas budaya dan ilmu pengetahuan, jelas Mendel. "Kekuatan progresif di Israel, dalam ilmu pengetahuan, seni, gerakan perdamaian, termasuk juga di Eropa hingga Amerika Utara yang sedang dipinggirkan dan dikucilkan," ujar dia.

Karena itu, banyak juga aksi protes bertujuan mendukung kekuatan progresif yang damai di kedua belah pihak.

Tujuan utama Ahmed Bashbash saat ini adalah membuat aplikasi kembali tersedia dan dapat diunduh orang-orang. Aplikasi ini gratis dan seluruh keuntungannya akan disumbangkan kepada organisasi-organisasi Palestina yang membantu masyarakat Gaza, kata Bashbash dalam aplikasinya.

(mh/ha/hp)

 

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif yang kami pilih setiap Rabu untuk kamu. Daftarkan e-mail kamu untuk berlangganan Newsletter mingguan Wednesday Bite.

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait