1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikTimur Tengah

Arab Saudi Berhenti Kucurkan Uang Buat Negara Sekutu

3 September 2020

Dari Lebanon sampai Pakistan, Arab Saudi menghentikan kucuran dana bantuan sebagai alat diplomasi. Pakar meyakini doktrin tersebut gagal membuahkan hasil yang signifikan dalam menjaga kepentingan Riyadh di luar negeri. 

Seorang warga Islamabad berdiri memunggungi dua mural bergambar wajah Raha Salman bin Abdulaziz dan putera mahkota, Pangeran Mohammed bin Salman, dalam kunjungan kenegeraaan Arab Saudi di Pakistan, 15/02/19.
Seorang warga Islamabad berdiri memunggungi dua mural bergambar wajah Raha Salman bin Abdulaziz dan putera mahkota, Pangeran Mohammed bin Salman, dalam kunjungan kenegeraaan Arab Saudi di Pakistan, 15/02/19.Foto: Getty Images/AFP/A. Qureshi

Selama berpuluh tahun, kerajaan makmur di semenanjung Arab itu rajin membagikan dana bantuan bernilai miliaran Dollar AS untuk sekutu-sekutunya, atau untuk musuh dari musuhnya. 

Uang yang berlimpah dari pendapatan minyak dan gas diharapkan mampu membumikan posisi Saudi sebagai negara adidaya Arab dan rajanya sebagai pemimpin umat muslim.  

Namun ketika perolehan dari minyak anjlok drastis, Riyadh mengkaji ulang aliansi lama yang, oleh pengamat Saudi, disebut banyak menelan duit tanpa menghasilkan imbalan berarti. Beban itu bertambah berat ketika supremasi Saudi kian terancam oleh rival di kawasan seperti Iran, Turki dan Qatar. 

Selama beberapa dekade terakhir, jiran seperti Yordania, Lebanon, Mesir, Palestina atau Pakistan menerima kucuran dana bantuan dari Saudi, kata pakar Timur Tengah, Yasmine Farouk, dari lembaga pemikir Carnegie Endowment for International Peace. 

“Negara (Saudi) ingin menghentikan persepsi umum sebagai ‘mesin ATM’,” kata dia.  

Kerajaan al-Saud berkontribusi sebesar miliar Dollar AS untuk membiayai rekonstruksi Lebanon pasca perang saudara. Namun belakangan Riyadh menyuarakan rasa frustasi atas kegagalan pemerintah Beirut meredam pengaruh Hizbullah yang 'dibekingi' Iran. 

Pupus sabar penguasa Riyadh 

“Arab Saudi tidak akan terus membayar tagihan-tagihan milik Hizbullah, dan warga Lebanon harus mengemban tanggung jawab terhadap negerinya sendiri,” tulis kolumnis tersohor Arab Saudi, Khalid al-Sulaiman, di laman editorial surat kabar pro-pemerintah, Okaz. 

“Tidak lagi mungkin bagi Arab Saudi untuk terus mengirimkan miliaran Dollar ke Lebanon di pagi hari dan menerima hinaan di malam hari,” lanjutnya. “Situasinya tidak lagi cocok dengan kebijakan luar negeri baru Arab Saudi. Uang Saudi tidak jatuh dari langit, atau tumbuh di padang pasir.” 

Peta perseteruan Iran dan Arab Saudi di Timur Tengah.

Pemerintah Saudi juga dikabarkan mulai kehabisan sabar terhadap Pakistan. Islamabad banyak mendesak Riyadh untuk ikut terlibat dalam isu perebutan wilayah Kashmir dengan India. Pakistan bahkan mengancam bakal membawa isu ini ke forum negara-negara muslim. 

Ancaman tersebut ditanggapi serius oleh kerajaan al-Saud. Belum lama ini, Riyadh mengurangi pinjaman untuk Pakistan dari tiga menjadi dua milliar Dollar AS. Fasilitas kredit minyak bernilai miliaran untuk Islamabad juga tidak diperpanjang, ucap seorang sumber di lingkaran diplomat kepada kantor berita AFP. 

Kedua langkah itu diyakini akan semakin membebani kas Pakistan yang kembang kempis ditimpa krisis. 

Tiada bantuan untuk yang “tidak tahu berterimakasih” 

“Elit Pakistan punya kebiasaan buruk menganggap lumrah dukungan Arab Saudi, terutama jika melihat apa yang sudah dilakukan Saudi untuk Pakistan selama berpuluh tahun,” kicau Ali Shihabi, penulis dan analis politik Saudi, lewat akun Twitternya. 

“Sekarang pestanya berakhir, dan Pakistan harus menghargai pertemanan ini.” 

Sentimen senada diungkapkan dari lingkaran dalam kerajaan. Hubungan dengan Pakistan sebenarnya “sangat hangat,” kata Pangeran Talal bin Mohammad al-Faisal. Tapi “hubungan ini hanya menguntungkan satu pihak saja dalam realitanya,” tulisnya di Twitter, “dan pihak itu adalah Pakistan.” 

Sementara Mesir, sekutu dekat lain Arab Saudi, menolak meminjamkan pasukannya dalam kampanye militer bentukan Riyadh dalam melawan pemberontak Houthi di Yaman, meski sudah menerima kucuran dana bantuan berpuluh miliar. 

Situasi bertambah runyam, ketika 2015 silam sebuah rekaman beredar, di mana Presiden Abdul Fattah al-Sisi mengolok negara-negara Teluk, termasuk Arab Saudi, bahwa mereka mengucurkan uang “seperti beras.” 

Tidak heran jika Saudi belakangan kehilangan sabar terhadap sekutu “yang tidak tahu berterimakasih,” kata Farouk. Negara-negara yang selama ini diuntungkan oleh kemurahan hati Riyadh, seperti Yordania dan Palestina, sudah “melihat kucuran dana bantuan untuk mereka dibekukan, dikurangi atau dihentikan sama sekali,” imbuhnya. 

rzn/pkp (afp, ap) 


 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait