Arab Saudi Berhenti Kucurkan Uang Buat Negara Sekutu
3 September 2020
Dari Lebanon sampai Pakistan, Arab Saudi menghentikan kucuran dana bantuan sebagai alat diplomasi. Pakar meyakini doktrin tersebut gagal membuahkan hasil yang signifikan dalam menjaga kepentingan Riyadh di luar negeri.
Iklan
Selama berpuluh tahun, kerajaan makmur di semenanjung Arab itu rajin membagikan dana bantuan bernilai miliaran Dollar AS untuk sekutu-sekutunya, atau untuk musuh dari musuhnya.
Uang yang berlimpah dari pendapatan minyak dan gas diharapkan mampu membumikan posisi Saudi sebagai negara adidaya Arab dan rajanya sebagai pemimpin umat muslim.
Namun ketika perolehan dari minyak anjlok drastis, Riyadh mengkaji ulang aliansi lama yang, oleh pengamat Saudi, disebut banyak menelan duit tanpa menghasilkan imbalan berarti. Beban itu bertambah berat ketika supremasi Saudi kian terancam oleh rival di kawasan seperti Iran, Turki dan Qatar.
Selama beberapa dekade terakhir, jiran seperti Yordania, Lebanon, Mesir, Palestina atau Pakistan menerima kucuran dana bantuan dari Saudi, kata pakar Timur Tengah, Yasmine Farouk, dari lembaga pemikir Carnegie Endowment for International Peace.
“Negara (Saudi) ingin menghentikan persepsi umum sebagai ‘mesin ATM’,” kata dia.
Kerajaan al-Saud berkontribusi sebesar miliar Dollar AS untuk membiayai rekonstruksi Lebanon pasca perang saudara. Namun belakangan Riyadh menyuarakan rasa frustasi atas kegagalan pemerintah Beirut meredam pengaruh Hizbullah yang 'dibekingi' Iran.
Pupus sabar penguasa Riyadh
“Arab Saudi tidak akan terus membayar tagihan-tagihan milik Hizbullah, dan warga Lebanon harus mengemban tanggung jawab terhadap negerinya sendiri,” tulis kolumnis tersohor Arab Saudi, Khalid al-Sulaiman, di laman editorial surat kabar pro-pemerintah, Okaz.
“Tidak lagi mungkin bagi Arab Saudi untuk terus mengirimkan miliaran Dollar ke Lebanon di pagi hari dan menerima hinaan di malam hari,” lanjutnya. “Situasinya tidak lagi cocok dengan kebijakan luar negeri baru Arab Saudi. Uang Saudi tidak jatuh dari langit, atau tumbuh di padang pasir.”
Pemerintah Saudi juga dikabarkan mulai kehabisan sabar terhadap Pakistan. Islamabad banyak mendesak Riyadh untuk ikut terlibat dalam isu perebutan wilayah Kashmir dengan India. Pakistan bahkan mengancam bakal membawa isu ini ke forum negara-negara muslim.
Ancaman tersebut ditanggapi serius oleh kerajaan al-Saud. Belum lama ini, Riyadh mengurangi pinjaman untuk Pakistan dari tiga menjadi dua milliar Dollar AS. Fasilitas kredit minyak bernilai miliaran untuk Islamabad juga tidak diperpanjang, ucap seorang sumber di lingkaran diplomat kepada kantor berita AFP.
Kedua langkah itu diyakini akan semakin membebani kas Pakistan yang kembang kempis ditimpa krisis.
Tiada bantuan untuk yang “tidak tahu berterimakasih”
“Elit Pakistan punya kebiasaan buruk menganggap lumrah dukungan Arab Saudi, terutama jika melihat apa yang sudah dilakukan Saudi untuk Pakistan selama berpuluh tahun,” kicau Ali Shihabi, penulis dan analis politik Saudi, lewat akun Twitternya.
“Sekarang pestanya berakhir, dan Pakistan harus menghargai pertemanan ini.”
Sentimen senada diungkapkan dari lingkaran dalam kerajaan. Hubungan dengan Pakistan sebenarnya “sangat hangat,” kata Pangeran Talal bin Mohammad al-Faisal. Tapi “hubungan ini hanya menguntungkan satu pihak saja dalam realitanya,” tulisnya di Twitter, “dan pihak itu adalah Pakistan.”
Sementara Mesir, sekutu dekat lain Arab Saudi, menolak meminjamkan pasukannya dalam kampanye militer bentukan Riyadh dalam melawan pemberontak Houthi di Yaman, meski sudah menerima kucuran dana bantuan berpuluh miliar.
Situasi bertambah runyam, ketika 2015 silam sebuah rekaman beredar, di mana Presiden Abdul Fattah al-Sisi mengolok negara-negara Teluk, termasuk Arab Saudi, bahwa mereka mengucurkan uang “seperti beras.”
Tidak heran jika Saudi belakangan kehilangan sabar terhadap sekutu “yang tidak tahu berterimakasih,” kata Farouk. Negara-negara yang selama ini diuntungkan oleh kemurahan hati Riyadh, seperti Yordania dan Palestina, sudah “melihat kucuran dana bantuan untuk mereka dibekukan, dikurangi atau dihentikan sama sekali,” imbuhnya.
rzn/pkp (afp, ap)
Lini Masa Pertikaian Arab Saudi dan Iran
Bukan kali pertama Iran dan Arab Saudi bersitegang. Sepanjang sejarahnya, hubungan kedua negara acap mengalami pasang surut menyusul konflik politik atau agama. Inilah sejarah modern permusuhan dua ideologi dalam Islam
Foto: DW Montage
Damai berbayang kecurigaan
Hubungan Iran dan Arab Saudi baru tumbuh sejak kekuasaan Syah Reza Pahlevi dan Raja Khalid. Kedua negara sebelumnya sering direcoki rasa saling curiga, antara lain karena tindakan Riyadh menutup tempat-tempat ziarah kaum Syiah di Mekkah dan Madinah. Perseteruan yang awalnya berbasis agama itu berubah menjadi politis seiring dengan eskalasi konflik di Timur Tengah dan Revolusi Islam 1979.
Foto: picture alliance/AP Images
Pendekatan usai Revolusi Islam
Raja Khalid sempat melayangkan ucapan selamat kepada Ayatollah Khomeini atas keberhasilan Revolusi Islam 1979. Tapi hubungan kedua negara memburuk menyusul perang Iran-Irak dan kisruh Haji 1987. Puncaknya, Riyadh memutuskan hubungan pada 1987, ketika Khomeini mengecam penguasa Saudi sebagai "Wahabi yang tidak berperikemanusiaan, ibarat belati yang menusuk jantung kaum Muslim dari belakang."
Foto: Getty Images/Afp
Keberpihakan dalam Perang Iran-Irak 1980
Saat berkobar perang Iran-Irak, Arab Saudi sejak dini menyatakan dukungan terhadap rejim Saddam Hussein di Baghdad. Riyadh memberikan dana sumbangan sebesar 25 milyar US Dollar dan mendesak negara-negara Teluk lain untuk ikut mengisi pundi perang buat Irak. Demi menanggung biaya perang, Arab Saudi menggenjot produksi minyak yang kemudian mengakibatkan runtuhnya harga minyak di pasar dunia.
Foto: picture-alliance/dpa
Kisruh Haji 1987
Mengikuti ajakan Ayatollah Khomeini, jemaah Iran setiap tahun berdemonstrasi di Mekkah dan Madinah menentang Israel. Tradisi sejak 1981 itu tidak pernah diperkarakan, kecuali pada 1987, ketika polisi memblokade jalan menuju Masjid al-Haram. Akibat bentrokan, 402 jemaah Iran tewas dan 649 luka-luka. Setelah kedutaannya di Teheran diserbu massa, Riyadh memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran.
Foto: farhangnews
Kontroversi program nuklir Iran
Arab Saudi sejak awal menolak program nuklir Teheran. Sikap itu tidak berubah bahkan setelah tercapainya Perjanjian Nuklir di Vienna tahun 2015. Riyadh menilai kesepakatan tersebut "sangat berbahaya." Desakan kepada Iran untuk bekerja sama dengan pengawas nuklir PBB juga disampaikan Saudi pada awal 2023.
Foto: Irna
Pemberontakan Houthi di Yaman, 2004
Hubungan Iran dan Arab Saudi kembali menegang setelah kelompok Syiah Zaidiyah di Yaman mengobarkan pemberontakan. Riyadh menuding Teheran mengompori perang bersaudara dan mencampuri urusan dalam negeri Yaman dengan memasok senjata. Iran sebaliknya menuding Arab Saudi menghkhianati perannya sebagai mediator konflik dengan membombardir minoritas Houthi di utara Yaman.
Foto: picture alliance/Y. Arhab
Perang proksi di Suriah, 2011
Dukungan Iran atas rejim Bashar Assad di Suriah sejak lama dianggap duri dalam daging oleh Arab Saudi. Sejak 2011, Riyadh aktif memasok senjata buat oposisi Sunni di Suriah. Kerajaan di Riyadh juga menjadi yang pertama kali mengecam Assad seputar "tindakan represif pemerintahannya terhadap demonstrasi anti pemerintah," ujar Raja Abdullah saat itu.
Foto: picture-alliance/AP/Vadim Ghirda
Tragedi Mina 2015
Bencana memayungi ibadah Haji 2015 ketika lebih dari 400 jemaah Iran meninggal dunia di terowongan Mina akibat panik massa. Iran menuding pemerintah Arab Saudi ikut bertanggungjawab. Riyadh sebaliknya menyelipkan isu bahwa tragedi itu disebabkan jemaah haji Iran yang tak mau diatur. Kisruh memuncak saat pangeran Arab Saudi, Khalid bin Abdullah, mendesak agar Riyadh melarang masuk jemaah haji Iran.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Eksekusi Mati Al-Nimr 2016
Sehari setelah pergantian tahun Arab Saudi mengeksekusi mati 46 terpidana, antara lain Syeikh Nimr al-Nimr, seorang ulama yang aktif membela hak-hak minoritas Syiah yang kerap mengalami represi dan diskriminasi di Arab Saudi. Al-Nimr didakwa terlibat dalam terorisme. Sebagai reaksi Pemimpin Spiritual Iran, Ayatollah Ali Khamenei melayangkan ancaman, bahwa Saudi akan mendapat "pembalasan tuhan."
Foto: picture alliance/dpa/Y. Arhab
Drama di Lebanon
Pada November 2017 Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri mengumumkan pengunduran diri dari Riyadh, Arab Saudi, dan menyalahkan Iran terkait kebuntuan politik di Beirut. Langkah itu diyakini bagian dari manuver Arab Saudi untuk memprovokasi perang antara Iran dan Hizbullah dengan Israel. Saudi dan Iran berebut pengaruh di Lebanon pasca penarikan mundur pasukan Suriah 2005 silam.
Foto: picture-alliance/dpa/AP/Lebanese Official Government/D. Nohra
Narasi damai di awal 2023
Menyusul mediasi Cina, pemerintah Arab Saudi sepakat memulihkan hubungan dengan Ira pada Maret 2023. Kesepakatan tersebut disusul pembukaan kembali relasi dengan Suriah dan perundingan damai dengan pemberontak Houthi di Yaman. Sebelumnya, negara-negara Teluk juga sepakat mengakhiri perpecahan dengan Katar, sekutu dekat Iran di Teluk Persia.