Arab Saudi Desak Jerman Cabut Larangan Ekspor Senjata
Timothy Jones
17 Februari 2020
Menlu Arab Saudi mengatakan bahwa larangan ekspor yang berlaku saat ini tidak sejalan dengan "hubungan baik" antara Jerman dan Arab Saudi.
Iklan
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud mengatakan harapannya agar Jerman membatalkan larangan ekspor senjata ke Arab Saudi.
"Kami berharap Jerman memahami bahwa kami butuh sarana untuk mempertahankan diri," ujarnya kepada kantor berita Jerman, DPA, dalam sebuah wawancara yang dipublikasi pada Senin (17/02).
Dalam komentarnya itu, Menlu Arab Saudi merujuk kepada serangan terhadap fasilitas minyak milik Saudi pada 2019 yang ia tuduhkan telah dilakukan oleh Iran.
Pangeran Faisal mengatakan bahwa di tengah ancaman serangan semacam itu, fakta bahwa Jerman telah melarang ekspor senjata ke Arab Saudi tidak sesuai dengan "kerangka hubungan baik yang kita miliki dengan Jerman."
Mutu teruji
Pernyataan ini diungkapkan enam minggu sebelum pemerintah Jerman harus memutuskan apakah akan memperpanjang larangan ekspor sekali lagi. Larangan ekspor senjata yang berlaku saat ini akan berakhir pada 31 Maret 2020.
Partai Sosial Demokrat Jerman, SPD, dan blok konservatif CDU/CSU dalam kontrak koalisi mereka pada Maret 2018 telah sepakat melarang ekspor senjata ke semua negara yang "secara langsung" terlibat dalam perang saudara di Yaman, termasuk Arab Saudi.
Namun, kesepakatan tersebut mengandung banyak celah pengecualian yang masih memungkinkan ekspor beberapa bahan militer dari Jerman ke negara Teluk ini. Celah-celah itu ditutup setengah tahun kemudian, menyusul kasus pembunuhan jurnalis Saudi Jamal Khashoggi di Konsulat Saudi di Istanbul, Turki. Sampai saat ini, larangan ekspor senjata ke Arab Saudi telah diperpanjang sebanyak dua kali.
Dalam wawancara dengan DPA, Menlu Saudi juga memuji kualitas peralatan militer Jerman, tetapi menekankan bahwa negaranya tidak bergantung pada Jerman. "Ada sumber-sumber lain di mana kami dapat membeli bahan-bahan tersebut. Kami akan membeli apa yang kami butuhkan, dari mana pun kami bisa mendapatkannya."(ae/vlz)
Teknologi Yang Mengubah Strategi dan Taktik Perang
Artificial Intelligence (AI) mengubah strategi dan taktik perang. Para ahli memperingatkan, pengembangan senjata mematikan yang bertindak secara otonom bisa membahayakan. Sejak dulu, teknologi memengaruhi cara berperang.
Foto: Getty Images/E. Gooch/Hulton Archive
Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence -AI): Revolusi perang jilid tiga
Lebih 100 ahli AI menulis surat terbuka dan meminta PBB melarang senjata otonom yang mematikan. Senjata semacam ini memang belum digunakan, namun kemajuan penelitian AI memungkinkan hal itu terwujud dalam waktu dekat, kata para ahli. Mereka mengatakan, senjata semacam itu bisa menjadi "revolusi ketiga dalam peperangan," setelah penemuan mesiu dan senjata nuklir.
Foto: Bertrand Guay/AFP/Getty Images
Penemuan bubuk mesiu
"Revolusi pertama" dalam cara berperang ditemukan warga Cina, yang mulai menggunakan bubuk mesiu hitam antara abad ke 10 sampai 12. Teknologi itu kemudian berkembang sampai ke Timur Tengah dan Eropa. Senjata dengan peluru memang lebih ampuh daripada tombak dan panah yang ketika itu digunakan.
Foto: Getty Images/E. Gooch/Hulton Archive
Artileri
Penemuan mesiu akhirnya memperkenalkan artileri ke medan perang. Tentara mulai menggunakan meriam sederhana pada abad ke-16 untuk menembakkan bola logam berat ke arah prajurit infanteri pihak lawan. Meriam mampu menembus tembok tebal sebuah benteng.
Foto: picture-alliance/akg-images
Senapan mesin
Penemuan senapan mesin pada akhir abad ke-19 segera mengubah medan peperangan. Penembaknya sekarang bisa berlindung agak jauh dari bidikan musuh dan mengucurkan puluhan amunisi dalam waktu singkat. Efektivitas senapan mesin sangat jelas dalam Perang Dunia I. Korban manusia yang tewas makin banyak.
Foto: Imperial War Museums
Pesawat tempur
Para pemikir militer terus mengembangkan peralatan perang yang makin canggih. Setelah penemuan pesawat terbang tahun 1903, enam tahun kemudian militer AS membeli pesawat militer pertama jenis Wright Military Flyer yang belum dipersenjatai. Pada tahun-tahun berikutnya, pesawat dilengkapi senjata dan juga digunakan untuk menjatuhkan bom.
Foto: picture-alliance/dpa/dpaweb/U.S. Airforce
Roket dan peluru kendali
Artileri memang efektif, tapi daya jangkaunya terbatas. Penemuan roket dan peluru kendali pada Perang Dunia II tiba-tiba mengubah strategi perang. Rudal memungkinkan militer mencapai target yang ratusan kilometer jauhnya. Rudal pertama buatan Jerman jenis V-2 masih relatif primitif, tapi inilah awal mula pengembangan rudal balistik antarbenua (ICBM).
Foto: picture-alliance/dpa
Pesawat jet
Pesawat jet pertama kali tampil pada akhir Perang Dunia II. Mesin jet secara dramatis meningkatkan kecepatan sebuah pesawat terbang dan memungkinkannya mencapai target lebih cepat. selain itu, pesawat jet sulit jadi sasaran musuh karena kecepatannya. Setelah Perang Dunia II, dikembangkan pesawat pengintai militer yang bisa terbang di ketinggian lebih dari 25 kilometer.
Foto: picture-alliance
Senjata nuklir
"Revolusi kedua" dalam strategi perang adalah penemuan bom atom dan penggunaannya di Hiroshima dan Nagasaki. Sekitar 60 sampai 80 ribu orang tewas seketika, belum lagi mereka yang terkena radiasi nuklir dan meninggal kemudian. Di era Perang Dingin, AS dan Uni Soviet mengembangkan ribuan hulu ledak nuklir dengan daya ledak yang lebih tinggi lagi.
Foto: Getty Images/AFP
Digitalisasi
Beberapa dekade terakhir, digitalisasi menjadi elemen penting dalam teknologi perang. Perangkat komunikasi militer jadi makin cepat dan makin mudah dioperasikan. Pada saat yang sama, efisiensi dan presisi meningkat secara radikal. Angkatan bersenjata modern kini fokus pada pengembangan kemampuan melakukan perang cyber untuk mempertahankan infrastruktur nasional dari serangan cyber musuh.