Sering dituding mendanai aksi terorisme, Arab Saudi justru menggalang koalisi negara Islam Sunni buat memerangi Islamic State dan Al-Qaida. Indonesia dikatakan telah memberikan dukungan.
Iklan
Teror selalu berawal di Arab Saudi. Kecurigaan semacam itu sejak lama membumi di Timur Tengah, Eropa atau Amerika Serikat. Bahwa para emir berkocek tebal termasuk donor terbesar Islamic State, bahwa Al-Qaida tidak akan menggurita tanpa koneksi di negeri kaya minyak itu.
Tapi kini justru Arab Saudi yang merajut aliansi negara-negara Islam untuk memerangi terorisme. Sebanyak 34 negara bermayoritas muslim, kebanyakan Sunni, turut terlibat. Antara lain negara-negara Afrika, Mesir, Turki dan Malaysia.
Bahwa negara berpaham Syiah seperti Irak, Iran atau Suriah diacuhkan sudah menjadi garis kebijakan politik kerajaan di jantung teluk itu. Riyadh bakal "mengkoordinasi dan mendukung operasi militer untuk memerangi terorisme," tulis kantor berita pemerintah SPA.
Koalisi Islam anti terorisme ini dimaksudkan buat "menangkal masalah terorisme di negara-negara bermayoritaskan Muslim dan bergabung dalam perang global melawan wabah yang merusak nama Islam," ujar Menteri Pertahanan dan Wakil Pangeran Kerajaan Arab Saudi, Muhammad bin Salman.
Sebagian besar anggota koalisi terlibat dalam Organisasi Kerjasama Islam yang berbasis di Jeddah. Sementara 10 negara lain, termasuk Indonesia, baru sebatas mengungkapkan dukungan lisan.
"Negara-negara ini memiliki prosedur internal sebelum bisa bergabung dengan koalisi. Tapi mereka berkeinginan memasuki koalisi ini secepat mungkin," ujar bin Salman. Sejauh ini belum jelas bentuk kerjasama seperti apa yang diidamkan Arab Saudi.
Daftar negara-negara yang secara resmi telah bergabung adalah: Arab Saudi, Bahrain, Benin, Chad, Komoro, Pantai Gading, Djibouti, Mesir, Gabun, Guinea, Yordania, Kuwait, Libanon, Libya, Malaysia, Maladewa, Mali, Marokko, Mauritania, Niger, Nigeria, Pakistan, Palestina, Qatar, Senegal, Sierra Leone, Somalia, Sudan, Togo, Tunisia, Turki, Uni Emirat Arab dan Yaman.
Inilah Aktor Utama Perang Suriah
Konstelasi konflik Suriah kini makin rumit. Perang dipicu ketidakpuasan rakyat atas rezim di Damaskus. Tapi di belakang layar juga ada negara lain yang ikut terlibat, baik yang punya kepentingan atau tunggangi konflik.
Foto: picture alliance/AP Photo/A. Kots
Bashar al Assad
Presiden Suriah ini bersama rezim di Damaskus adalah penyebab utama pecahnya perang saudara yang dimulai 2011. Rakyat yang tak puas atas kepemimpinannya 4 tahun silam menggelar berbagai aksi protes yang dijawab dengan tembakan peluru tajam. Sumbu peledak perang adalah tewasnya beberapa remaja yang menggambar grafiti anti Assad di tahanan aparat keamanan.
Foto: AP
Pemberontak Suriah
Mereka menamakan diri kelompok oposisi. Dalam kenyataanya mereka adalah kelompok militan yang punya berbagai agenda, dan kebetulan punya satu sasaran, yaitu menumbangkan rezim Bashar al Assad. Kelompok paling menonjol adalah Free Syrian Army, serta Front al Nusra yang merupakan cabang al Qaida di Suriah. Akibat perang saudara, 300.000 tewas dan lebih 12 juta warga Suriah mengungsi.
Foto: Reuters
Islamic State (IS)
Walaupun baru muncul awal tahun 2014, IS merupakan kelompok bersenjata paling kuat dan ditakuti. Kelompok Sunni ini didukung pakar militer bekas pasukan elit Saddam Hussein dari Irak. Anggotanya berdatangan dari berbagai negara Eropa. Kebanyakan anak muda, militan, radikal, dan punya keahlian di bidang militer maupun teknologi informatika. IS kini menguasai kawasan luas di Suriah dan Irak.
Foto: picture-alliance/Balkis Press
Arab Saudi
Merupakan negara pendukung kelompok pemberontak Sunni di Suriah. Arab Saudi terutama ingin menumbangkan rezim Assad dan meredam hegemoni penunjang kekuasaanya, yaitu Iran. Mereka sekaligus juga memerangi IS agar tidak semakin kuat. Riyadh punya kepentingan agar Suriah tidak runtuh, yang akan menyeret Libanon dan Irak serta seluruh kawasan ke situasi chaos.
Foto: picture-alliance/AP/Manish Swarup
Iran
Sebagai negara pelindung kaum Syiah, Iran mendukung milisi Hisbullah di Libanon yang bertempur membela rezim Al Assad. Iran juga mengirim tentara serta penasehat milternya ke Damaskus. Mula-mula kehadiran Iran tidak dianggap. Tapi perkembangan situasi menyebabkan pemain besar lainnya kini mulai merangkul pemerintah di Teheran untuk solusi krisis Suriah.
Foto: AP
Turki
Ankara takut terbentuknya negara Kurdistan di Suriah. Karena itu dengan segala cara hal ini hendak dicegah. Turki juga "melatih" pemberontak Suriah dengan dibantu biaya AS. Presiden Recep Tayyip Erdogan juga berseteru dengan Assad. Selain itu kaum Kurdi di Irak juga makin kuat karena mendapat dukungan Iran. Inilah yang membuat Turki mengerahkan militernya ke perbatasan atau melewatinya.
Foto: AP
Amerika Serikat
Keterlibatan Washington di kawasan dimulai 2003 dengan tumbangkan penguasa Irak, Saddam Hussein. Vakum kekuasaan picu runtuhnya Irak dan destabilisasi keamanan hingga ke Suriah. Kondisi ini yang juga ciptakan Islamic State (IS) yang mampu kuasai kawasan luas di Irak dan Suriah. AS juga membiayai pelatihan pemberontak "moderat" dengan dana 500 juta US Dolar, sebagian menyeberang ke Al Qaida.
Moskow dikenal sebagai pendukung rezim di Damaskus. Akhir 2015 Rusia memutuskan lancarkan serangan udara terhadap IS. Operasi militer ini memicu kecaman di kalangan NATO. AS dan Turki mengklaim serangan udara Rusia ditujukan ke kelompok pemberontak anti Assad. Insiden penembakan jet Rusia oleh militer Turki makin panaskan situasi.