Perang Gaza memaksa Arab Saudi menjadi penyeimbang antara pemulihan hubungan dengan Israel dan solidaritas pan-Arab. Jerman menunjukkan kesediaannya untuk tidak lagi memblokir pengiriman jet tempur ke Riyadh.
Iklan
Kanselir Jerman Olaf Scholz tidak ingin lebih lama lagi menghalangi pengiriman jet tempur Eurofighter ke Arab Saudi. Tindakan ini diambil meski ada kekhawatiran dari beberapa anggota partainya dan dari mitra koalisi pemerintahannya.
Kanselir sependapat dengan penilaian Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock, bahwa Arab Saudi mengambil "sikap yang sangat konstruktif" terhadap Israel dalam konflik Timur Tengah saat ini, kata juru bicara pemerintah Steffen Hebestreit, Senin (08/01) di Berlin. Angkatan Udara Saudi juga telah menggunakan Eurofighters untuk memblokir roket yang ditembakkan pemberontak Houthi di Yaman ke arah Israel.
Bagi Scholz dan Baerbock, argumen tentang "sikap konstruktif” Arab Saudi melebihi kekhawatiran sebagian anggota partai koalisi tentang peran Arab Saudi dalam perang Yaman dan pelanggaran hak asasi manusia di Arab Saudi. Bukan mereka saja yang melakukan pendekatan ini.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken juga memberikan komentar positif atas peran Arab Saudi setelah kunjungannya ke Riyadh pada hari Senin. Ada pembicaraan tentang normalisasi hubungan Arab Saudi dan Israel, lapornya dari percakapannya dengan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MbS). Menurut laporan lembaga tersebut, Saudi memiliki "kepentingan yang jelas untuk melanjutkan hal ini,” kata Blinken.
Tertundanya pemulihan hubungan Israel-Arab Saudi
Ini berarti Blinken, Scholz, dan Baerbock memberikan penilaian yang jauh lebih positif dibandingkan beberapa pakar Timur Tengah. Sejumlah pakar justru melihat jarak antara Israel dan Saudi kian jauh setelah serangan Hamas pada 7 Oktober dan perang Gaza. Hamas diklasifikasikan sebagai organisasi teroris oleh Uni Eropa, Amerika Serikat, Jerman dan beberapa negara lainnya.
Menghentikan pemulihan hubungan ini jelas merupakan salah satu motif Hamas melakukan serangan skala besar. Pada awal Desember, beberapa peserta di Forum Doha (pertemuan para pakar Timur Tengah Arab dan internasional) mengatakan bahwa proses normalisasi Israel-Saudi tidak mungkin dilakukan.
Arab Saudi memang telah menunda proses normalisasi hubungan, setidaknya untuk saat ini, mengingat perang yang menewaskan ribuan orang di Gaza. Namun, proses ini belum berakhir secara resmi. Pemulihan hubungan masih tertunda.
Lini Masa Pertikaian Arab Saudi dan Iran
Bukan kali pertama Iran dan Arab Saudi bersitegang. Sepanjang sejarahnya, hubungan kedua negara acap mengalami pasang surut menyusul konflik politik atau agama. Inilah sejarah modern permusuhan dua ideologi dalam Islam
Foto: DW Montage
Damai berbayang kecurigaan
Hubungan Iran dan Arab Saudi baru tumbuh sejak kekuasaan Syah Reza Pahlevi dan Raja Khalid. Kedua negara sebelumnya sering direcoki rasa saling curiga, antara lain karena tindakan Riyadh menutup tempat-tempat ziarah kaum Syiah di Mekkah dan Madinah. Perseteruan yang awalnya berbasis agama itu berubah menjadi politis seiring dengan eskalasi konflik di Timur Tengah dan Revolusi Islam 1979.
Foto: picture alliance/AP Images
Pendekatan usai Revolusi Islam
Raja Khalid sempat melayangkan ucapan selamat kepada Ayatollah Khomeini atas keberhasilan Revolusi Islam 1979. Tapi hubungan kedua negara memburuk menyusul perang Iran-Irak dan kisruh Haji 1987. Puncaknya, Riyadh memutuskan hubungan pada 1987, ketika Khomeini mengecam penguasa Saudi sebagai "Wahabi yang tidak berperikemanusiaan, ibarat belati yang menusuk jantung kaum Muslim dari belakang."
Foto: Getty Images/Afp
Keberpihakan dalam Perang Iran-Irak 1980
Saat berkobar perang Iran-Irak, Arab Saudi sejak dini menyatakan dukungan terhadap rejim Saddam Hussein di Baghdad. Riyadh memberikan dana sumbangan sebesar 25 milyar US Dollar dan mendesak negara-negara Teluk lain untuk ikut mengisi pundi perang buat Irak. Demi menanggung biaya perang, Arab Saudi menggenjot produksi minyak yang kemudian mengakibatkan runtuhnya harga minyak di pasar dunia.
Foto: picture-alliance/dpa
Kisruh Haji 1987
Mengikuti ajakan Ayatollah Khomeini, jemaah Iran setiap tahun berdemonstrasi di Mekkah dan Madinah menentang Israel. Tradisi sejak 1981 itu tidak pernah diperkarakan, kecuali pada 1987, ketika polisi memblokade jalan menuju Masjid al-Haram. Akibat bentrokan, 402 jemaah Iran tewas dan 649 luka-luka. Setelah kedutaannya di Teheran diserbu massa, Riyadh memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran.
Foto: farhangnews
Kontroversi program nuklir Iran
Arab Saudi sejak awal menolak program nuklir Teheran. Sikap itu tidak berubah bahkan setelah tercapainya Perjanjian Nuklir di Vienna tahun 2015. Riyadh menilai kesepakatan tersebut "sangat berbahaya." Desakan kepada Iran untuk bekerja sama dengan pengawas nuklir PBB juga disampaikan Saudi pada awal 2023.
Foto: Irna
Pemberontakan Houthi di Yaman, 2004
Hubungan Iran dan Arab Saudi kembali menegang setelah kelompok Syiah Zaidiyah di Yaman mengobarkan pemberontakan. Riyadh menuding Teheran mengompori perang bersaudara dan mencampuri urusan dalam negeri Yaman dengan memasok senjata. Iran sebaliknya menuding Arab Saudi menghkhianati perannya sebagai mediator konflik dengan membombardir minoritas Houthi di utara Yaman.
Foto: picture alliance/Y. Arhab
Perang proksi di Suriah, 2011
Dukungan Iran atas rejim Bashar Assad di Suriah sejak lama dianggap duri dalam daging oleh Arab Saudi. Sejak 2011, Riyadh aktif memasok senjata buat oposisi Sunni di Suriah. Kerajaan di Riyadh juga menjadi yang pertama kali mengecam Assad seputar "tindakan represif pemerintahannya terhadap demonstrasi anti pemerintah," ujar Raja Abdullah saat itu.
Foto: picture-alliance/AP/Vadim Ghirda
Tragedi Mina 2015
Bencana memayungi ibadah Haji 2015 ketika lebih dari 400 jemaah Iran meninggal dunia di terowongan Mina akibat panik massa. Iran menuding pemerintah Arab Saudi ikut bertanggungjawab. Riyadh sebaliknya menyelipkan isu bahwa tragedi itu disebabkan jemaah haji Iran yang tak mau diatur. Kisruh memuncak saat pangeran Arab Saudi, Khalid bin Abdullah, mendesak agar Riyadh melarang masuk jemaah haji Iran.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Eksekusi Mati Al-Nimr 2016
Sehari setelah pergantian tahun Arab Saudi mengeksekusi mati 46 terpidana, antara lain Syeikh Nimr al-Nimr, seorang ulama yang aktif membela hak-hak minoritas Syiah yang kerap mengalami represi dan diskriminasi di Arab Saudi. Al-Nimr didakwa terlibat dalam terorisme. Sebagai reaksi Pemimpin Spiritual Iran, Ayatollah Ali Khamenei melayangkan ancaman, bahwa Saudi akan mendapat "pembalasan tuhan."
Foto: picture alliance/dpa/Y. Arhab
Drama di Lebanon
Pada November 2017 Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri mengumumkan pengunduran diri dari Riyadh, Arab Saudi, dan menyalahkan Iran terkait kebuntuan politik di Beirut. Langkah itu diyakini bagian dari manuver Arab Saudi untuk memprovokasi perang antara Iran dan Hizbullah dengan Israel. Saudi dan Iran berebut pengaruh di Lebanon pasca penarikan mundur pasukan Suriah 2005 silam.
Foto: picture-alliance/dpa/AP/Lebanese Official Government/D. Nohra
Narasi damai di awal 2023
Menyusul mediasi Cina, pemerintah Arab Saudi sepakat memulihkan hubungan dengan Ira pada Maret 2023. Kesepakatan tersebut disusul pembukaan kembali relasi dengan Suriah dan perundingan damai dengan pemberontak Houthi di Yaman. Sebelumnya, negara-negara Teluk juga sepakat mengakhiri perpecahan dengan Katar, sekutu dekat Iran di Teluk Persia.
Foto: Iran's Foreign Ministry/WANA/REUTERS
11 foto1 | 11
Di satu sisi, proses normalisasi juga sudah berjalan dengan baik. Didorong oleh pernyataan-pernyataan dari para politisi terkemuka Israel dan Arab Saudi, muncul spekulasi berulang kali mengenai penyelesaian perjanjian bersejarah antara kedua negara. Israel dan Arab Saudi memang tidak memiliki hubungan diplomatik resmi, tapi memiliki kontak informal. Yang terbaru adalah, Arab Saudi membuka wilayah udaranya untuk pesawat Israel pada musim panas 2022.
Namun reaksi militer Israel terhadap serangan Hamas telah mengubah situasi. Seperti kebanyakan negara Arab dan Islam, Riyadh menilai tindakan militer Israel secara lebih kritis dibandingkan sebagian besar negara-negara Barat.
Pada bulan November, di pertemuan puncak digital negara-negara BRICS, bin Salman menyerukan agar tidak ada lagi pengiriman senjata ke Israel. Beberapa pengamat bahkan berasumsi bahwa Arab Saudi akan semakin dekat dengan Iran karena pengaruh perang Gaza.
Arab Saudi telah dengan jelas mengartikulasikan dirinya mengenai perang tersebut. Menteri Luar Negeri Saudi, Faisal bin Farhan al-Saud, mengambil alih kepemimpinan komite diplomatik yang diprakarsai oleh Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam, dan menganjurkan gencatan senjata segera. Hal ini bertentangan dengan keinginan Israel.
Patut dicatat bahwa pertemuan pertama bin Farhan mengenai masalah ini terjadi di Beijing dan Moskow, bukannya di Washington, menurut jurnal Foreign Policy. "Sebuah sinyal yang jelas bagi Washington bahwa Arab Saudi memiliki pilihan lain di dunia multipolar yang terus berkembang ini," tulis jurnal tersebut. Dan: "Elit kepemimpinan Saudi ingin menghindari keterlibatan dalam wacana Israel."
Iklan
Kepentingan Arab Saudi tetap sama
Terlepas dari semua retorika kritis terhadap Israel, ada satu hal yang jelas, kata Philipp Dienstbier, kepala program regional Negara-Negara Teluk di Yayasan Konrad Adenauer (KAS) yang berbasis di Yordania. Menurutnya, kepentingan kebijakan luar negeri Arab Saudi bahkan setelah dimulainya perang Gaza tidak berubah secara mendasar.
Dengan cara ini, Kerajaan Saudi akan dapat memenuhi keinginan AS untuk menjalin hubungan baik dengan Israel karena Saudi masih terus bergantung pada kemitraan keamanan dengan Washington.
"Setelah kecewa atas kurangnya respons AS terhadap penembakan fasilitas produksi minyak Saudi pada 2019, Arab Saudi kini mengharapkan respons yang lebih solid dan dapat diandalkan dari kemitraan keamanan dengan AS," kata Dienstbier, "Riyadh mencari dukungan AS untuk program nuklirnya, serta kerja sama senjata.”
Negara ini juga mempunyai kepentingan khusus sehubungan dengan Israel, kata Dienstbier. Sebagai bagian dari modernisasi ekonomi, Kerajaan Arab Saudi mengupayakan pertukaran ekonomi yang erat dengan negara-negara besar di kawasan.
"Dan tentu saja Israel berada di garis depan, terutama dalam hal teknologi tinggi. Kedua negara juga memiliki kepentingan yang sama dalam proyek perdagangan dan infrastruktur," kata pakar asal Jerman tersebut.
Siapa Sekutu Rahasia Israel dari Dunia Muslim?
Usai menemui Yahya Cholil Staquf, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu merayakan kedekatan negara-negara Arab dan Muslim dengan Israel. Klaimnya itu bukan pepesan kosong. Inilah negara muslim yang bekerjasama dengan Israel
Foto: Getty Images/AFP/D. Furst
Turki
Hubungan kedua negara banyak memburuk dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak pembantaian demonstran Palestina di Jalur Gaza baru-baru ini. Namun begitu hubungan Turki dan Israel tidak akan terputus, klaim Kementerian Pariwisata dan Perdagangan di Ankara dan Tel Aviv. Belum lama ini PM Netanyahu juga memblokir pembahasan genosida Armenia di parlemen untuk menenangkan Turki.
Foto: picture-alliance/AA/M. Kula
Yordania
Sejak menyepakati damai 1995 silam, Yordania dan Israel memperdalam hubungan kedua negara, terutama di bidang keamanan dan ekonomi. Yordania misalnya sering mengirimkan tenaga kerja untuk sektor pariwisata di Israel, sebaliknya Israel menjual gas ke Yordania. Raja Abdullah bahkan menyebut Israel sebagai sekutu utama di Timur Tengah.
Foto: Reuters/Y. Allan
Mesir
Ketika Presiden Abdel Fattah al-Sisi bertemu dengan PM Netanyahu September 2017 silam, keduanya mengklaim hubungan antara Israel dan Mesir sedang mengalami masa keemasan. Tel Aviv bahkan mengizinkan militer Mesir memasuki wilayah jangkar keamanan di Semenanjung Sinai untuk menghalau ancaman ISIS. Selain itu kedua negara juga memiliki musuh yang sama, yakni Hamas di Jalur Gaza.
Foto: picture-alliance/ZUMAPRESS.com
Palestina - Fatah
Musuh bukan tidak bisa berteman. Meski kerap bertempur dengan Hamas di Jalur Gaza, Israel membina hubungan dekat dengan Fatah di Tepi Barat Yordan. Fatah tidak hanya mengakui kedaulatan Israel, tapi juga banyak bergantung dari negeri Yahudi itu untuk stabilitas keamanan. Pada 2014 silam dinas rahasia Israel misalnya menggagalkan upaya pembunuhan oleh Hamas terhadap Presiden Mahmoud Abbas.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Reed
Arab Saudi
Dipersatukan oleh musuh bersama, yakni Iran, Arab Saudi dan Israel banyak mendekat dalam beberapa tahun terakhir, meski masih bersifat rahasia. Pada 2010 silam Direktur Dinas Rahasia Mossad, Meir Dagan, dikabarkan melawat ke Riyadh untuk membahas program nuklir Iran. Saat ini Israel banyak mengekspor teknologi pertahanan, keamanan siber dan pertanian buat negara-negara Teluk.
Foto: Reuters/A. Levy & A. Cohen
Uni Emirat Arab
Belum lama ini mingguan AS New Yorker mengungkap bagaimana Uni Emirat Arab dan Israel telah menegosiasikan normalisasi hubungan diplomatik sejak awal dekade 1990an. Sejak 2015 negeri Yahudi itu memiliki perwakilan tetap di Dubai. Serupa dengan Arab Saudi, kerjasama rahasia antara Israel dan Uni Emirat Arab lebih dititikberatkan untuk melawan Iran.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/A. Widak
Azerbaidjan
Israel termasuk negara pertama yang mengakui kemerdekaan Azerbaidjan dari Uni Sovyet. Sebab itu pula kedua negara membina hubungan dekat sejak 1991. Saat ini Azerbaidjan merupakan sumber energi terbesar buat Israel, terutama sejak jalur pipa minyak antara Baku-Tbilisi-Ceyhan diresmikan 2006 silam. Sebaliknya pemerintahan Ilham Aliyev banyak bergantung pada Israel dalam teknologi pertahanan.
Terlepas dari semua itu, Arab Saudi mempunyai kepentingan yang sangat besar untuk menjaga stabilitas kawasan sebaik mungkin, meskipun terjadi perang di Gaza. Krisis dan perang di lingkungan sekitar telah menghalangi rencana modernisasi Arab Saudi sendiri.
Namun, serangan yang dilakukan milisi Houthi terhadap pelayaran internasional di Laut Merah menunjukkan betapa rapuhnya keamanan dan stabilitas saat ini di seluruh kawasan. "Arab Saudi belum mengonfirmasi, tapi juga tidak menyangkal” bahwa mereka juga mencegat beberapa roket yang ditembakkan oleh Houthi ke arah Israel, ujar Dienstbier.
Arab Saudi akan terus melakukan upaya lebih besar untuk mengamankan wilayah perbatasannya. Oleh karena itu, instalasi militer yang digunakan kerajaan untuk mempertahankan diri dari serangan Yaman dalam beberapa tahun terakhir masih beroperasi. (ae/hp)
Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!