Arab Saudi Tidak Tergantung Jerman Soal Senjata
24 Februari 2018Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al Jubair menyatakan keputusan yang diambil pemerintahan koalisi Jerman "aneh". Itu dikatakannya dalam wawancara dengan kantor berita DPA. Pemerintah koalisi Jerman menyatakan sepakat untuk tidak mengeluarkan ijin lagi bagi pemasokan senjata ke negara-negara yang terlibat perang di Yaman.
"Kami tidak perlu senjata kalian. Kami akan membeli dari tempat lain," kata al Jubair.
Saudi Arabia memimpin aliansi sembilan negara yang memerangi pemberontak Houthi yang disokong Iran di Yaman, sejak 2015. Perang sudah menyebabkan ribuan orang tewas, dan sekitar 3 juta warga Yaman terpaksa meninggalkan kampung halaman. Demikian dinyatakan PBB.
Apa Isi Kontrak Politik Koalisi Pemerintahan Baru di Jerman?
Kesepakatan koalisi di Jerman sudah aman, namun perdebatan belum usai hingga jabatan menteri yang diincar partai ada di tangan. Berikut poin penting kontrak politik koalisi yang jadi biang kerok perundingan panjang.
Ekspor senjata ke Arab dihentikan
Kontrol ekspor senjata Jerman akan diperketat oleh kabinet yang baru. Aturan ekspor senjata diperbaharui terakhir kali, pada tahun 2000. Kontrol baru secara khusus akan dilakukan pada semua negara yang turut andil dalam Perang Yaman. Keputusan ini jadi pukulan telak bagi Arab Saudi, salah satu pelanggan terbesar senjata Jerman, yang dipastikan dikeluarkan dari daftar tujuan ekspor.
Seribu pengungsi sebulan
Pengungsi adalah isu politik paling berat yang dibahas sejak awal perundingan. Pekan lalu, kedua pihak sepakat bahwa jumlah pengungsi yang diizinkan masuk Jerman lewat program reuni keluarga dibatasi tidak akan melebihi 1000 dalam sebulan. Tidak dibahas pengecualian mengenai izin tinggal atas 'subsidiary protection' bagi pengungsi yang mendapat ancaman serius di negara asal.
Lapangan kerja bagi kaum muda
Koalisi secara khusus berjanji untuk fokus mengurangi pengangguran di kalangan kaum muda. Selain itu perusahaan raksasa seperti Google, Apple, Facebook, dan Amazon akan terkena "pembayaran pajak yang adil" di Eropa. Juga diputuskan bahwa pemerintah Jerman akan menguncurkan "lebih banyak investasi," untuk zona euro.
Rumah mahal, tunawisma merambah
SPD mengklaim sukses menggolkan agendanya untuk memberi solusi masalah mendesak di banyak kota di Jerman yakni spekulasi properti yang mermicu harga sewa meroket, kurangnya jumlah perumahan dengan ongkos sewa terjangkau, dan meningkatnya jumlah tunawisma. Peran pemerintah dalam tema perumahan dinilai akan memecahkan masalah.
Investasi untuk sekolah
Selain program bernilai 11 miliar Euro yang bertujuan untuk meningkatkan sistem investasi di Jerman, kedua partai koalisi Jerman juga sepakat untuk mencabut larangan kerjasama yang menghentikan investasi pemerintah federal di sekolah. Selama ini pendidikan adalah wewenang eksklusif negara bagian.
Internet cepat untuk semua
Program "miliaran euro" akan dikucurkan untuk memperluas jangkauan broadband hingga ke pelosok pedesaan di Jerman. Koalisi sepakat bahwa hak atas internet cepat akan tercapai tahun 2025. Aturan ini akan menjamin semua warga mendapat koneksi internet cepat di seluruh Jerman.
Emisi (harus) dikurangi
Para juru runding CDU dan SPD sepakat bahwa Jerman akan berpegang pada kesepakatan target iklim internasional pada tahun 2030 dan 2050. Komisi khusus akan bertugas untuk merancang "action plan" 2018 berisi langkah untuk merealisasikan sasaran tersebut. Departemen terkait seperti transportasi dan pertanian wajib menetapkan target mereka sendiri.
Stop pestisida dan tanaman rekayasa genetika
Pestisida glifosat adalah sumber gesekan antara CSU dan SPD terkait isu pertanian. Namun kesepakatan akhir memutuskan bahwa pestisida glifosat serta tanaman hasil rekayasa genetika akan dilarang. Percobaan dengan menggunakan hewan juga akan dibatasi. Selain itu, akan diterapkan penggunaan label yang menjamin kenyamanan hewan dengan memastikan kondisi peternakan yang lebih baik.
Kompromi asuransi kesehatan
Yang terakhir disepakati adalah isu kesehatan dan tenaga kerja. Ketiga partai sepakat membentuk komisi yang menyiapkan reformasi gaji dokter untuk perawatan pasien pengguna asuransi publik dan swasta. SPD harus berkompromi atas tuntutannya yang menghendaki ‘asuransi warga negara‘, yang memastikan standar pengobatan dasar bagi semua orang, terlepas apakah ia memiliki asuransi pribadi atau publik.
Hak kaum pekerja
Meski harus berkompromi dalam isu kesehatan, SPD menggolkan agenda utamanya terkait tenaga kerja. Kontrak tenaga kerja dipastikan hanya bisa dibatalkan jika pemberi kerja memberi alasan yang spesifik. Selain itu, program khusus akan dibentuk bagi 150.000 penganggur jangka panjang agar dapat kembali bekerja. Tiap orang berhak untuk mengganti kontrak paruh waktu menjadi kerja penuh waktu.
Pergeseran bidak kementerian
Berbagai poin kesepakatan perundingan koalisi membawa konsekuensi yang mempengaruhi jabatan yang dipegang masing-masing partai di kementerian. Lima 'kementerian klasik' di Jerman: Keuangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Hukum dan Pertahanan dipastikan akan berganti tangan. Ed: ts/as (DW)
Kesepakatan yang dicapai pemerintahan koalisi Jerman masih harus disetujui anggota Partai Sosial Demokrat (SPD).
Arab Saudi adalah salah satu konsumen terbesar ekspor senjata Jerman. Namun al Jubair mengatakan, "Kami tidak akan menempatkan diri pada posisi, di mana kami menjadi boneka mainan" dalam politik dalam negeri Jerman. "Kalau Jerman menghadapi masalah dalam penjualan senjata di Arab Saudi, kami tidak mau menekan Jerman," demikian ditambahkan al Jubair.
Hubungan Jerman dan Arab Saudi mulai menegang setelah Menteri Luar Negeri Jerman Sigmar Gabriel menuduh Arab Saudi ibaratnya "berpetualang" dalam konflik Timur Tengah.
Negara Pemborong Senjata Terbesar di Dunia
India dan Arab Saudi meroket dengan pembelian alutsista terbesar sejagad. Adapun Vietnam memborong kapal perang dari Rusia buat menghadapi Cina di Laut Cina Selatan. Inilah negara yang paling banyak belanja alutsista.
#1. India
Kendati upaya PM Narendra Moodi membatasi impor alutsista asing dan memperkuat produksi nasional, pembelian sistem persenjataan dari luar negeri justru mengganda dalam lima tahun terakhir. Rusia (70%) adalah penyuplai terbesar alutsista India, diikuti oleh Amerika Serikat (14%) dan Israel (4,5%). Selain jet tempur, India banyak membeli kapal perang dan kapal selam dari negeri beruang merah itu
#2. Arab Saudi
Laporan Sipri mencatat belanja persenjataan oleh Arab Saudi meningkat sebanyak 275% dalam lima tahun terakhir. Konflik di Suriah dan Yaman diyakini menjadi penyebab utama. Negeri para emir itu terutama getol membeli kendaraan lapis baja, helikopter dan jet tempur serta senapan serbu. Amerika Serikat adalah pemasok terbesar dengan 46%, diikuti Inggris (30%) dan Spanyol (5,9%).
#3. Cina
Sejak beberapa tahun terakhir Cina banyak memperkuat industri senjata dalam negeri untuk melepaskan ketergantungan dari sistem alutsista asing. Sebab itu pula neraca impor negeri tirai bambu itu berkurang 25% dalam lima tahun terakhir. Cina banyak membeli senjata dari Rusia (59%) dan Perancis (15%). Terakhir Beijing menyepakati pembelian enam sistem peluru kendali S-400 dari Rusia.
#4. Uni Emirat Arab
Bara di Timur Tengah dan konflik dengan Iran mendorong Uni Emirat Arab memperkuat diri. Sejak 2011 negeri kecil di tepi Teluk Persia itu meningkatkan pembelian senjata sebanyak 35%. Amerika Serikat adalah pemasok terbesar (65%), diikuti Perancis (8,4%) dan Italia (5,9%). Terakhir UEA menegosiasikan pembelian 60 jet tempur Rafale dari Perancis.
#5. Australia
Militer Australia banyak mendapat dukungan pemerintah dengan angka pembelian senjata yang meningkat 65% dalam lima tahun terakhir. Proyek tebesar negeri Kangguru itu adalah pembelian 72 jet tempur siluman F-35 dari AS seharga 12,4 miliar Dollar AS. Celakanya pengembangan F-35 saat ini banyak menemui kendala. Analis militer menyebut jet tersebut kalah canggih dibanding Sukhoi Su-35 buatan Rusia
#6. Turki
Turki berambisi besar mengakhiri ketergantungan dari sistem alutsista asing. Sebab itu negeri dua benua itu lebih banyak membeli senjata lewat skema kerjasama alih teknologi. Serupa Australia yang merupakan anggota NATO, Turki juga terlibat dalam pembelian jet tempur siluman F-35 dari AS. Namun target terbesar Ankara adalah mengembangkan tank tempur buatan sendiri lewat kerjasama dengan NATO.
#7. Pakistan
Pakistan belakangan menjadi pembeli terbesar sistem persenjataan Cina. Bersama negeri tirai bambu itu, Pakistan banyak merangkai program kerjasama pengembangan sistem alutsista. Terakhir, Islamabad membeli delapan kapal selam bermesin diesel Tipe 41 Yuan. Namun demikian, sebagian besar sistem artileri dan armada udara Pakistan tetap mengandalkan produk Amerika Serikat.
#8. Vietnam
Menyusul konflik di Laut Cina Selatan, Vietnam menggelontorkan dana miliaran Dollar AS untuk memperkuat daya tempurnya. Cuma dalam waktu lima tahun, negeri komunis itu loncat dari peringkat 43 ke peringkat 8 dalam daftar negara pengimpor senjata terbesar. Rusia menjadi pemasok terbesar dengan menjual 8 jet tempur, 74 kapal tempur kecil, 6 kapal selam dengan rudal laut ke darat dan 6 kapal fregat
Perang di Yaman bisa dibenarkan
Tahun 2017, Arab Saudi berada di posisi ke enam dalam daftar ekspor senjata Jerman, dan nilainya €255 juta (atau $314 juta). Ekspor yang sudah disejutui termasuk perahu patroli ynag diproduksi di galangan kapal Lürssen Jerman timur laut.
"Perang di Yaman bisa dibenarkan," demikian al Jubair. Ia mengatakan, Jerman menyuplai senjata kepada negara-negara yang bertempur melawan apa yang disebut Islamic State di Suriah dan Irak, dan melawan Taliban di Afghanistan.
Lini Masa Pertikaian Arab Saudi dan Iran
Bukan kali pertama Iran dan Arab Saudi bersitegang. Sepanjang sejarahnya, hubungan kedua negara acap mengalami pasang surut menyusul konflik politik atau agama. Inilah sejarah modern permusuhan dua ideologi dalam Islam
Damai berbayang kecurigaan
Hubungan Iran dan Arab Saudi baru tumbuh sejak kekuasaan Syah Reza Pahlevi dan Raja Khalid. Kedua negara sebelumnya sering direcoki rasa saling curiga, antara lain karena tindakan Riyadh menutup tempat-tempat ziarah kaum Syiah di Mekkah dan Madinah. Perseteruan yang awalnya berbasis agama itu berubah menjadi politis seiring dengan eskalasi konflik di Timur Tengah dan Revolusi Islam 1979.
Pendekatan usai Revolusi Islam
Raja Khalid sempat melayangkan ucapan selamat kepada Ayatollah Khomeini atas keberhasilan Revolusi Islam 1979. Tapi hubungan kedua negara memburuk menyusul perang Iran-Irak dan kisruh Haji 1987. Puncaknya, Riyadh memutuskan hubungan pada 1987, ketika Khomeini mengecam penguasa Saudi sebagai "Wahabi yang tidak berperikemanusiaan, ibarat belati yang menusuk jantung kaum Muslim dari belakang."
Keberpihakan dalam Perang Iran-Irak 1980
Saat berkobar perang Iran-Irak, Arab Saudi sejak dini menyatakan dukungan terhadap rejim Saddam Hussein di Baghdad. Riyadh memberikan dana sumbangan sebesar 25 milyar US Dollar dan mendesak negara-negara Teluk lain untuk ikut mengisi pundi perang buat Irak. Demi menanggung biaya perang, Arab Saudi menggenjot produksi minyak yang kemudian mengakibatkan runtuhnya harga minyak di pasar dunia.
Kisruh Haji 1987
Mengikuti ajakan Ayatollah Khomeini, jemaah Iran setiap tahun berdemonstrasi di Mekkah dan Madinah menentang Israel. Tradisi sejak 1981 itu tidak pernah diperkarakan, kecuali pada 1987, ketika polisi memblokade jalan menuju Masjid al-Haram. Akibat bentrokan, 402 jemaah Iran tewas dan 649 luka-luka. Setelah kedutaannya di Teheran diserbu massa, Riyadh memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran.
Kontroversi program nuklir Iran
Arab Saudi sejak awal menolak program nuklir Teheran. Sikap itu tidak berubah bahkan setelah tercapainya Perjanjian Nuklir di Vienna tahun 2015. Riyadh menilai kesepakatan tersebut "sangat berbahaya." Desakan kepada Iran untuk bekerja sama dengan pengawas nuklir PBB juga disampaikan Saudi pada awal 2023.
Pemberontakan Houthi di Yaman, 2004
Hubungan Iran dan Arab Saudi kembali menegang setelah kelompok Syiah Zaidiyah di Yaman mengobarkan pemberontakan. Riyadh menuding Teheran mengompori perang bersaudara dan mencampuri urusan dalam negeri Yaman dengan memasok senjata. Iran sebaliknya menuding Arab Saudi menghkhianati perannya sebagai mediator konflik dengan membombardir minoritas Houthi di utara Yaman.
Perang proksi di Suriah, 2011
Dukungan Iran atas rejim Bashar Assad di Suriah sejak lama dianggap duri dalam daging oleh Arab Saudi. Sejak 2011, Riyadh aktif memasok senjata buat oposisi Sunni di Suriah. Kerajaan di Riyadh juga menjadi yang pertama kali mengecam Assad seputar "tindakan represif pemerintahannya terhadap demonstrasi anti pemerintah," ujar Raja Abdullah saat itu.
Tragedi Mina 2015
Bencana memayungi ibadah Haji 2015 ketika lebih dari 400 jemaah Iran meninggal dunia di terowongan Mina akibat panik massa. Iran menuding pemerintah Arab Saudi ikut bertanggungjawab. Riyadh sebaliknya menyelipkan isu bahwa tragedi itu disebabkan jemaah haji Iran yang tak mau diatur. Kisruh memuncak saat pangeran Arab Saudi, Khalid bin Abdullah, mendesak agar Riyadh melarang masuk jemaah haji Iran.
Eksekusi Mati Al-Nimr 2016
Sehari setelah pergantian tahun Arab Saudi mengeksekusi mati 46 terpidana, antara lain Syeikh Nimr al-Nimr, seorang ulama yang aktif membela hak-hak minoritas Syiah yang kerap mengalami represi dan diskriminasi di Arab Saudi. Al-Nimr didakwa terlibat dalam terorisme. Sebagai reaksi Pemimpin Spiritual Iran, Ayatollah Ali Khamenei melayangkan ancaman, bahwa Saudi akan mendapat "pembalasan tuhan."
Drama di Lebanon
Pada November 2017 Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri mengumumkan pengunduran diri dari Riyadh, Arab Saudi, dan menyalahkan Iran terkait kebuntuan politik di Beirut. Langkah itu diyakini bagian dari manuver Arab Saudi untuk memprovokasi perang antara Iran dan Hizbullah dengan Israel. Saudi dan Iran berebut pengaruh di Lebanon pasca penarikan mundur pasukan Suriah 2005 silam.
Narasi damai di awal 2023
Menyusul mediasi Cina, pemerintah Arab Saudi sepakat memulihkan hubungan dengan Ira pada Maret 2023. Kesepakatan tersebut disusul pembukaan kembali relasi dengan Suriah dan perundingan damai dengan pemberontak Houthi di Yaman. Sebelumnya, negara-negara Teluk juga sepakat mengakhiri perpecahan dengan Katar, sekutu dekat Iran di Teluk Persia.
Dengan keputusan Jerman untuk menghentikan pasokan senjata bagi negara yang berperang di Yaman, berarti Jerman membeda-bedakan perang yang semuanya bisa dibenarkan, demikian al Jubair. "Ini bagi saya aneh, dan tidak menambah kredibilitas pemerintah Jerman."
Resolusi PBB bagi Yaman
Al Jubair juga menyalahkan Iran yang menyokong milisi Houthi, yang menurutnya telah menyebabkan kelaparan di Yaman, menanam ranjau darat dan memblokir bantuan makanan serta air ke daerah-daerah pedesaan yang mereka kontrol. Ia juga menyatakan, milisi mendapat misil dari Iran.
Wabah Kolera Melanda Yaman
Infeksi Kolera di Yaman saat ini mencapai 2.500 kasus dalam dua pekan. Pemerintah di Sanaa kewalahan menghadapi wabah yang merajalela dan mendeklarasikan situasi darurat di negeri yang remuk oleh perang.
Keberuntungan Semu
Kendati terinfeksi Kolera, ia masih dianggap beruntung. Pasalnya pria tua ini sempat menjalani perawatan intensif di sebuah rumah sakit di Sanaa. Namun dengan angka korban yang melonjak, klinik dan rumah sakit di Yaman mulai kewalahan menampung pasien.
Banjir Nestapa di Sanaa
Sejak 6 Mei lalu, ketika foto ini dibuat di rumah sakit pemerintah di Sanaa, angka korban Kolera melonjak drastis. Direktur Komite Palang Merah Internasional, Dominik Stillhart, mewanti-wanti terhadap "bencana kemanusiaan" di ibukota. Saat ini sekitar 115 pasien meninggal dunia dalam dua pekan akibat penyakit mematikan tersebut.
Ibukota Perang Saudara
Situasi sanitasi di ibukota mempermudah munculnya wabah penyakit. Sampah dibiarkan mengotori jalanan sejak petugas kebersihan melakukan mogok massal lantaran tunggakan upah. Situasi ini dimanfaatkan penduduk miskin untuk mengais makanan di antara sampah.
Lantai Beralas Karton
Saat ini kondisi kebersihan di klinik dan rumah sakit juga merosot drastis. Banyak pasien yang terpaksa menginap di atas lantai rumah sakit lantaran minimnya tempat tidur. Sebagian menggunakan kardus dan karton sebagai alas.
Fatal buat Anak-anak
Buang air besar dan muntah-munrah biasanya menjadi gejala umum Kolera. Wabah di Yaman ditengarai disebabkan oleh kualitas air yang buruk. Pasien Kolera biasanya diberi asupan cairan yang mengandung gula dan garam. Jika tidak ditangani, wabah Kolera bisa berbuah fatal, terutama pada anak-anak.
Banjir Memperparah Wabah
Sebuah truk sampah berusaha melewati jalan raya di ibukota Sanaa yang terendam banjir menyusul hujan lebat. Banjir di sejumlah wilayah Yaman dan lambatnya reaksi pemerintah mempercepat penyebaran wabah penyakit.
Bantuan Tersendat
Tidak hanya di Sanaa, beberapa kota lain di Yaman juga sibuk menghadang wabah yang kian mengganas. Kementerian Kesehatan menyerukan organisasi internasional agar secepatnya mengirimkan bantuan. Yaman yang remuk oleh konflik bersenjata antara Arab Saudi dan pemberontak Houthi kekurangan tenaga medis dan obat-obatan buat menyelamatkan korban Kolera.
Awal pekan ini, Arab Saudi menyambut baik rancangan resolusi PBB yang diberikan oleh Inggris, AS dan Perancis, yang mengutuk Iran karena tidak berhasil mencegah jatuhnya rudal balistik mereka ke tangah pemberontak Houthi. Dewan Kemanan PBB dijadwalkan untuk berunding hari Senin untuk memutuskan resolusi soal Yaman.
Eksportir Senjata Terbesar di Dunia
Cina merangsek ke posisi tiga besar dunia sebagai eksportir senjata terbesar di Dunia. Penjualan senjata oleh Cina meroket sejak 2005. Inilah daftar lengkap yang disusun Stockholm International Peace Research Institute
1. Amerika Serikat
Ekspor senjata AS meningkat sebanyak 23 persen antara 2005-2009 dan 2010-2014. Dari 94 negara yang menjadi konsumen senjata AS, penerima terbesar adalah Asia dan Oseania dengan 43%. Sementara 32 persen dijual ke Timur Tengah dengan Israel dan Arab Saudi yang paling getol berbelanja. Primadona industri senjata AS adalah pesawat dan helikopter tempur, tank serta berbagai jenis senjata api dan roket.
2. Rusia
Sebanyak 56 negara melengkapi alutistanya dengan produk buatan Rusia. Negeri beruang merah itu saat ini menguasai 27 persen perdagangan senjata di dunia. India, Cina dan Aljazair adalah pembeli terbesar dengan 60 persen. Pesawat tempur, tank, kapal selam nuklir dan senapan serbu adalah jenis senjata yang paling banyak menemui pembeli.
3. Cina
Pakistan (41%), Bangladesh (16%) dan Myanmar (12%) adalah pelanggan terbesar Cina. Sejak 2005 negeri tirai bambu itu meningkatkan ekspor senjatanya sebanyak 143 persen. Belum lama ini Venezuela membeli kendaraan lapis baja serta pesawat latihan. Sementara Aljazair membeli tiga kapal fregat, Indonesia memesan ratusan peluru kendali anti kapal perang dan Nigeria membeli pesawat tempur nirawak
4. Jerman
Berbeda dengan tiga negara teratas, neraca ekspor senjata Jerman turun 43% sejak 2005. Sejauh ini negeri di jantung Eropa itu menjual senjata ke 55 negara, dengan Eropa sebanyak 30%, Asia dan Oseania 26% dan Amerika 24%. Amerika Serikat, Israel dan Yunani adalah konsumen terbesar. Kebanyakan membeli tank, senjata laras panjang dan kapal selam.
5. Perancis
Layaknya Jerman, ekspor senjata Perancis berkurang sebanyak 27% sejak 2005. Importir terbesar adalah Maroko, Cina dan Uni Emirat Arab. Baru-baru ini Paris membatalkan penjualan kapal serbu amfibi dari kelas Mistral kepada Rusia menyusul konflik Ukraina. Namun neraca negatif tersebut diimbangi dengan penjualan 24 pesawat tempur Dassault Rafale dan sebuah kapal fregat ke Mesir.
6. Inggris
Tanpa Arab Saudi, industri senjata Inggris akan gulung tikar. Negeri para emir itu menyerap 41% produksi senjata Inggris. Pesawat tempur Eurofighter Typhoon, helikopter pengangkut Lynx, kapal selam kelas Astute, senjata laras panjang SA80 dan berbagai sistem persenjataan untuk pesawat tempur modern adalah dagangan terbesar negeri kepulauan tersebut.
7. Spanyol
Kecuali pesawat angkut militer Airbus A400M Atlas yang diproduksi bersama negara-negara Eropa lainnya, penjualan terbesar industri alutista Spanyol adalah pesawat angkut CASA dan pengangkut personel lapis baja Pegaso BMR. Tercatat militer Mesir dan Arab Saudi memiliki sekitar 460 kendaraan beroda enam itu. Australia sejauh ini adalah pembeli terbesar dengan 24%.
Arab Saudi telah berjanji akan memberikan 8,9 juta Euro untuk mengatasi epidemi kolera di Yaman, yang telah menular ke jutaan orang. Ini adalah epidemi paling buruk di jaman modern. Dan disebabkan ambruknya sistem kesehatan dan sanitasi akibat serangan militer di negara itu. Sejumlah organisasi bantuan telah menyatakan tidak bersedia menerima dana bantuan dari engara-negara yang berperang di Yaman, karena mereka juga kerap menjadi sasaran serangan.
ml/ ap (dpa, AFP)
Bocah Yaman dalam Dekap Kelaparan
Embargo Arab Saudi terhadap Yaman memicu bencana kemanusiaan tak berkesudahan. Wabah kelaparan yang menjalar menyebabkan setengah juta anak-anak mengalami malnutrisi. UNICEF mencatat seorang anak tewas setiap 10 menit
Kemanusiaan Berakhir di Yaman
Lebih dari setengah juta anak-anak di Yaman menderita kelaparan dan malnutrisi. Badan PBB, UNICEF, melaporkan kebanyakan hidup di kawasan yang rentan wabah Kolera tanpa akses layanan kesehatan yang memadai. Wabah Kolera yang mengamuk sejak April 2015 diklaim telah menelan 425.000 korban dan menewaskan 2.135 pasien.
Generasi Kelaparan
Bencana kelaparan yang dipicu oleh perang saudara di Yaman menjadi ancaman terbesar buat anak-anak. Saat ini PBB mencatat 537.000 bocah menderita malnutrisi akut dan 1,3 juta anak-anak lain menghadapi kelangkaan pangan. Sejauh ini hanya seperlima pusat bantuan makanan yang masih beroperasi di Yaman.
Embargo Tak Berkesudahan
Yaman yang mengimpor 90% bahan pangan kerepotan menjamin pasokan di dalam negeri lantaran terkena embargo ekonomi Arab Saudi. Sejak Maret 2015 Riyadh mengobarkan perang terhadap suku Houthi di utara Yaman. PBB memperkirakan setidaknya 10% dari 23 juta penduduk Yaman hidup di kamp pengungsian.
Nyawa Tanpa Harga
Wabah kelaparan akibat embargo terutama dirasakan oleh warga kota Al-Hudaydah. Kota di pesisir Laut Merah itu banyak bergantung dari hasil laut untuk menjamin pasokan pangan. Namun serangan udara yang dilancarkan Arab Saudi dan Amerika Serikat ikut menghancurkan kapal-kapal nelayan. Akibat kelaparan seorang bocah meninggal dunia setiap 10 menit di Yaman.
Tanpa Air dan Makanan
Minimnya infrastruktur pengaliran air dan sanitasi memperparah situasi kemanusiaan. Larangan impor bahan bakar juga mengganggu distribusi air dan makanan untuk penduduk di wilayah terpencil. Kelangkaan bahan bakar juga menciptakan masalah kesehatan lantaran kebanyakan rumah sakit bergantung pada bahan bakar solar untuk memproduksi listrik.
Korban yang Terlupakan
Perang yang dilancarkan Arab Saudi terhadap suku Houthi yang didukung Iran sejauh ini telah menelan 10.000 korban jiwa. Selain kedua pihak, dua kelompok terror yang berafiliasi dengan ISIS, Anshar al-Syaria dan ISIL-YP, juga ikut meramaikan perang saudara di Yaman. PBB mencatat 1000 bocah meninggal dunia setiap pekan akibat malnutrisi, diare dan infeksi saluran pernafasan.