Ribuan Pengungsi dari Nagorno-Karabakh Tiba di Armenia
26 September 2023
Ribuan warga Nagorno-Karabakh melarikan diri dari kota Stepanakert dan membanjiri perbatasan Armenia setelah serangan kilat Azerbaijan pekan lalu. Kisruh di selatan Kaukasus mendorong Yerevan berkonflik dengan Moskow.
Iklan
Delegasi dari Baku dan Yerevan dijadwalkan mengawali dialog damai di Brussels, Belgia, pada Selasa (26/9), ketika 13.500 warga Stepanakert dikabarkan telah mengungsi ke Armenia. Belum jelas, bagaimana pertemuan yang dimediasi Uni Eropa itu bisa memberikan jalan keluar bagi kebuntuan di Nagorno-Karabakh.
Ketegangan belum mereda sejak Azerbaijan melakukan serangan kilat dan sepenuhnya menduduki enklave yang dihuni etnis Armenia tersebut, Selasa (19/9), sepekan silam.
"Kami mengambil barang apapun yang bisa kami bawa lalu secepatnya hengkang,” kata Petya Grigorya, supir berusia 69 tahun yang dijumpai Reuters di kota Goris di perbatasan Armenia, Minggu (24/9). "Kami tidak tahu mau kemana harus pergi,” imbuhnya.
Stasiun-stasiun bahan bakar dilaporkan dipenuhi antrian panjang warga yang panik. Setidaknya 20 orang meninggal dunia dan 290 luka-luka ketika sebuah depot bahan bakar di Stepanakert meledak, Senin (25/9) kemarin.
"Petugas kesehatan kami berusaha keras merawat korban luka dalam kondisi yang sulit,” tulis otoritas lokal dalam keterangan persnya.
Kepada Reuters, sebagian warga etnis Armenia yang mengungsi dari Nagorno-Karabakh mengaku melihat banyak jenazah warga sipil di sepanjang jalan. Pengungsi lain mengabarkan betapa mereka harus tidur di tanah dengan perut lapar selama pelarian.
Korban Jiwa Akibat Konflik Nagorno-Karabakh
Perang antara Azerbaijan dan Armenia di wilayah sengketa Nagorno-Karabakh selama lebih dari sebulan, menewaskan ribuan orang. Sementara, tiga gencatan senjata telah gagal menghentikan perang dalam enam minggu terakhir.
Foto: Julia Hahn/DW
Hancur berkeping-keping
Pemerintah Armenia dan Azerbaijan saling tuding, atas aksi serangan yang dituduh dengan sengaja menyerang warga sipil dengan bom. Katedral ternama dari abad 19 di kota Shusha juga ikut hancur pada awal Oktober. Menurut pihak berwenang di wilayah Nagorno-Karabakh, pasukan Azerbaijan bersiaga tidak jauh dari pusat kota.
Foto: Hayk Baghdasaryan/Photolure/Reuters
Tidak ada lagi tempat tinggal
Ragiba Guliyeva berdiri di reruntuhan rumahnya di Ganja, kota terbesar kedua di Azerbaijan, yang terkena serangan roket. "Saya berada di dapur ketika balok kayu dan batu menghujani saya secara tiba-tiba," katanya. "Saya berteriak sekeras mungkin." Pemerintah Azerbaijan menyalahkan pasukan Armenia atas serangan itu.
Foto: Julia Hahn/DW
Duka bagi banyak keluarga
Otoritas Azerbaijan melaporkan tidak sedikit korban tewas akibat serangan di Kota Ganja. Cucu Guliyeva yang berusia 13 tahun, Artur, adalah salah satu korban tewas. Pada acara kebaktian di gereja, guru dan teman sekelas Artur memberikan penghormatan terakhir. Menurut angka resmi, sedikitnya 130 warga sipil tewas di kedua sisi.
Foto: Julia Hahn/DW
Menjadi relawan di garda terdepan
Pihak berwenang di Nagorno-Karabakh mengatakan 1.200 tentara telah tewas sejak terjadinya pertempuran pada bulan September. Pemerintah Azerbaijan belum melaporkan total kerugian militernya. Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan setidaknya 5.000 orang tewas di kedua sisi. Para pemuda menjadi sukarelawan di garis terdepan, seperti para pejuang di ibu kota Nagorno-Karabakh, Stepanakert.
Foto: Aris Messinis/AFP
Konflik puluhan tahun
Wilayah Nagorno-Karabakh telah dikuasai oleh separatis Armenia sejak pemerintah Azerbaijan kehilangan kendali dalam perang teritorial tahun 1988 hingga 1994. Gencatan senjata telah diberlakukan sejak itu. Lukisan di sebuah sekolah di Barda dibuat untuk menghormati seorang tentara yang meninggal.
Foto: Julia Hahn/DW
Intervensi dunia internasional?
Propaganda dan retorika perang mengatur kehidupan sehari-hari di Azerbaijan, yang diperintah oleh rezim otoriter. Pemerintah di Baku, menerima senjata dan dukungan solidaritas dari Turki. Rusia adalah kekuatan pelindung bagi pemerintah Armenia, di Yerevan. Para pengamat memperingatkan bahwa kekuatan regional dapat secara aktif campur tangan dalam konflik tersebut.
Foto: Julia Hahn/DW
Bertahan di pengungsian
Otoritas regional memperkirakan bahwa setengah dari penduduk, atau 75.000 orang, dapat melarikan diri dari pertempuran tersebut. Warga yang tetap bertahan, tinggal di ruang bawah tanah dan tempat penampungan.
Foto: Stanislav Krasilnikov/ITAR-TASS/imago images
Pandemi COVID-19 di zona perang
Hidup di lokasi pengungsian telah menjadi hal yang biasa bagi banyak penduduk Stepanakert. Meski kamar penuh sesak dan ventilasi buruk, orang-orang aman dari serangan bom. Tetapi dokter mengingatkan bahaya virus corona yang cepat menyebar. Tidak ada angka resmi, namun beberapa dokter memperkirakan bahwa sekitar setengah dari penghuni tempat penampungan dinyatakan positif COVID-19.
Foto: Vahram Baghdasaryan/Photolure/Reuters
Ruang kelas jadi tempat penampungan darurat
Banyak orang melarikan diri dari pertempuran di Azerbaijan, termasuk warga dari kota Terter. Beberapa dari mereka menemukan perlindungan di negara tetangga Barda, sekitar 20 kilometer dari Nagorno-Karabakh, di mana sekolah dialihfungsikan menjadi tempat penampungan darurat sejak akhir September. Tetapi mereka juga masih belum aman dari dampak konflik.
Foto: Julia Hahn/DW
Serangan udara hancurkan kota
Beberapa bangunan hancur dan mobil terbakar selama serangan udara berlangsung di Barda beberapa pekan lalu. Otoritas Azerbaijan melaporkan sedikitnya 21 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka. Pemerintah Armenia membantah serangan itu.
Foto: Julia Hahn/DW
Menanti terwujudnya kedamaian
Pemerintah Azerbaijan menuntut penarikan penuh pasukan Armenia dari Nagorno-Karabakh. Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan, secara resmi meminta bantuan Rusia. (ha/pkp)
Foto: Vahram Baghdasaryan/Photolure/Reuters
11 foto1 | 11
Tekanan meningkat di Yerevan
Langkah Azerbaijan menduduki Nagorno-Karabakh memicu gejolak politik di ibukota Armenia, Yerevan. Sepanjang pekan, ribuan demonstran turun ke jalan menuntut pemakzulan terhadap Perdana Menteri Nikol Pashinyan karena dianggap gagal.
Iklan
Dia sebelumnya pernah berjanji akan melindungi sebanyak 120.000 warga etnis Armenia yang menghuni wilayah teritorial Azerbaijan tersebut.
Di tengah kemelut, Pashinyan melontarkan kritik terhadap Organisasi Kerja Sama Keamanan Kolektif (CSTO), sebuah aliansi keamanan serupa NATO yang dibentuk Rusia dan mewajibkan negara anggota saling membantu jika diserang.
"Sistem keamanan eksternal, di mana Armenia turut berkecimpung, bersifat tidak efektif jika menyangkut pengamanan keamanan nasional Armenia,” kata Pashinyan dalam sebuah pidato kenegaraan, Senin kemarin.
Buntutnya, Kementerian Luar Negeri di Moskow merespons, betapa Pashinyan sedang melakukan "kesalahan besar” telah berusaha memutus relasi dengan Rusia dan bahwa dialah yang bersalah dalam krisis di Nagorno-Karabakh karena "termakan janji negara Barat.”
Nagorno-Karabakh explosion kills at least 20
02:42
Konfrontasi kepentingan adidaya di kawasan
Sementara itu, Rusia dan Amerika Serikat saling melempar tuduhan telah mendestabilisasi Kaukasus Selatan. Moskow juga mengimbau AS agar tidak merecoki kepentingannya di kawasan.
"Kami mendesak Washington untuk tidak melakukan tindakan atau ucapan yang mengarah pada peningkatan sentimen anti-Rusia di Armenia,” kata Duta Besar Rusia untuk AS, Anatoly Antonov, via Telegram, Selasa (26/9).
Komentarnya merespons pernyataan juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Senin (25/9) kemarin, bahwa Rusia telah gagal mencegah pendudukan Nagorno-Karabakh oleh Azerbaijan. "Saya kira Rusia sudah menunjukkan bahwa mereka bukan mitra keamanan yang bisa diandalkan,” kata Matthew Miller di hadapan reporter di Washington.
Pada saat yang sama, direktur lembaga bantuan AS, USAID, Samantha Power, menyambangi Armenia sembari ditemani pejabat Kemenlu. Delegasi AS itu disambut secara langsung oleh PM Pashinyan di istana negara.