230410 Armenier Genozid
22 April 2010Film dokumenter bertajuk 'Aghet', bencana, karya sutradara Jerman Eric Fiedler menggambarkan kekejaman yang dialami 2 juta warga Armenia saat diusir dari tanah kelahirannya, antara tahun 1915 -1916. Tentara kerajaan Ottoman Turki menyeret mereka keluar dari rumah dan memaksa mereka berjalan kaki ratusan mil ke gurun pasir Suriah dan Mesopotamia. Hanya sekitar 25% yang selamat. Pembersihan etnis yang dilancarkan Turki menewaskan 1,5 juta orang Armenia.
Tahun 1965, pemerintah Armenia memutuskan untuk membangun tugu peringatan bagi korban genosida di sebuah bukit di Yerevan. Kepedihan selalu memenuhi hati setiap mengunjungi tempat itu, kata Lavrentiy Barseghian, profesor sejarah dan mantan Direktur Musium Genosida Armenia. "24 April 1915 dianggap sebagai tanggal dimulainya genosida. Setiap tahun, pada tanggal 24 April, ribuan orang mengunjungi musium genosida ini. Baik pekerja musium maupun pengunjung, semua merasakan kepedihan yang sama dengan yang saya rasakan.“
Rasa pedih mengenang apa yang menimpa 1,5 juta orang Armenia yang dibantai tentara Turki. Pria-pria yang ditangkap dipaku kakinya ke bilah kayu. Perempuan-perempuan diperkosa. Pembantaian dilakukan tanpa membedakan kanak-kanak atau dewasa.
Tetapi, berbeda dengan pembersihan etnis Yahudi di masa kekuasaan Hitler, tidak semua negara mengakui pembantaian etnis Armenia sebagai genosida. Republik Turki, penerus kerajaan Ottoman, mengatakan, pembantaian dilakukan oleh kedua belah pihak akibat kekerasan antar etnis dan meluasnya konflik Perang Dunia I. Turki juga mengklaim bahwa jumlah orang Armenia yang tewas dilebih-lebihkan.
Penulis muda Armenia, Vahe Arsen berkomentar: "Persoalan ini mengalir dalam darah kami. Tidak penting apakah orang mengakuinya sebagai genosida atau tidak. Pembantaian itu sebuah peristiwa nyata yang terus membuntuti kami. Tapi bukan berarti kami harus membenci atau menyerang Turki.“
Sabtu (23/04), Vahe Arsen dan ratusan ribu orang Armenia lainnya akan mendatangi tugu peringatan Tsitsernakaberd di Yerevan, meletakkan bunga dan menundukkan kepala. Pengarang tersohor Armenia Hovhannes Grigoryan juga akan berada di antara mereka. Ia tidak yakin bahwa suatu hari kelak Turki akan mengaku bertanggungjawab atas pembantaian itu.
Mirko Schwanitz/Renata Permadi
Editor: Yuniman Farid