Armenia, Rusia, Azerbaijan Akhiri Perang Nagorno-Karabakh
10 November 2020
Ketiga negara menandatangani kesepakatan untuk mengakhiri perang Nagorno-Karabakh. Pakta tersebut mulai berlaku pada Selasa (10/11) malam, dan diharapkan mampu mengakhiri ketegangan dalam enam minggu terakhir.
Iklan
Para pemimpin ketiga negara, yakni Armenia, Azerbaijan dan Rusia mengatakan telah menandatangani kesepakatan untuk mengakhiri konflik militer atas wilayah sengketa Nagorno-Karabakh pada Selasa (10/11).
"Saya telah menandatangani pernyataan dengan presiden Rusia dan Azerbaijan tentang penghentian perang Karabakh," kata Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan, lewat sebuah pernyataan di halaman Facebook-nya.
Meski begitu, Pashinyan menggambarkan langkah tersebut "sangat menyakitkan bagi saya secara pribadi dan bagi warga negara kami."
"Pernyataan trilateral yang ditandatangani akan menjadi poin [penting] dalam penyelesaian konflik," katanya kemudian dalam pertemuan virtual dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang disiarkan televisi.
"Kami percaya bahwa kesepakatan yang dicapai akan menciptakan kondisi yang diperlukan untuk penyelesaian krisis berkepanjangan di sekitar Nagorno-Karabakh secara adil dan untuk kepentingan rakyat Armenia dan Azerbaijan," kata Putin.
Putin menambahkan bahwa kedua belah pihak sudah melakukan pertukaran tawanan perang dan jenazah. Pakta tersebut juga mencakup "gencatan senjata total" yang akan berlaku mulai hari ini, Selasa (10/11) pukul 21.00 waktu Moskow.
Araiyak Harutyunyan, pemimpin wilayah Nagorno-Karabakh, mengatakan di Facebook bahwa dia setuju "untuk mengakhiri perang secepat mungkin."
Di sisi lain, pengunjuk rasa Armenia marah atas kesepakatan tersebut dan menyerbu markas pemerintah di Yerevan, demikian dilaporkan kantor berita AFP. Ribuan demonstran dilaporkan berkumpul di luar gedung pemerintah dan ratusan pemrotes menerobos masuk, menggeledah kantor dan memecahkan jendela.
Sengketa Wilayah Paling Berdarah di Bumi
Ribuan orang harus melepas nyawa demi mempertahankan atau berebut sepetak tanah di Bumi. Inilah konflik perbatasan paling mematikan di dunia saat ini.
Foto: Marco Longari/AFP/Getty Images
Laut Cina Selatan
Enam negara berebut dua gugusan pulau di Laut Cina Selatan: Cina, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei dan Taiwan. Konflik seputar salah satu jalur dagang paling gemuk di dunia ini belakangan semakin memanas. Kepulauan Spratly pernah dua kali menjadi medan pertempuran antara Cina dan Vietnam, yakni tahun 1974 dan 1988. Terakhir kali kedua negara bertempur, Vietnam kehilangan 64 serdadunya.
Foto: imago/Westend61
Nagorno Karabakh
Sejak Perang Dunia I Armenia dan Azerbaidjan sudah saling bermusuhan. Perseteruan itu berlanjut saat kedua negara berebut Nagorno Karabakh, wilayah subur seluas pulau Bali. Antara 1988 dan 1992, Armenia dan Azerbaidjan terlibat konflik yang menewaskan lebih dari 35.000 serdadu dan warga sipil. April 2016 perang kembali berkecamuk selama empat hari. Lebih dari 100 orang dinyatakan tewas
Foto: Getty Images/B. Hoffman
Kashmir
Sejak 1989 India berperang melawan kelompok bersenjata yang disokong Pakistan di Jammu Kashmir. Sejak saat itu lebih dari 21.000 gerilayawan tewas dan sekitar 5000 pasukan India gugur dalam tugas. Perang di Jammu Kashmir merefeleksikan konflik wilayah antara India dan Pakistan yang sebagiannya juga direcoki oleh Cina. Hingga kini konflik Kashmir masih berlanjut tanpa jalan keluar
Foto: picture-alliance/dpa/J. Singh
Semenanjung Krimea
Semenanjung di Laut Hitam ini sebenarnya kenyang konflik. Kekaisaran Rusia pernah bertempur melawan koalisi Kesultanan Usmaniyah yang didukung Inggris dan Perancis di abad ke19. Pada 2014 silam Rusia kembali unjuk gigi dengan menyokong pemberontakan melawan Ukraina. Kini Krimea menyatakan diri merdeka dan menjadi negara boneka Moskow.
Foto: picture-alliance/ITAR-TASS
Preah Vihear
Kamboja dan Thailand saling serang berebut kawasan Preah Vihear antara 2008 hingga 2011. Lebih dari 40 orang tewas, termasuk warga sipil. Wilayah di sekitar candi Preah Vihear ini sudah menjadi sengketa sejak Perang Dunia II. Tahun 1962 pengadilan internasional mengakui klaim Kamboja atas kompleks candi yang dibangun pada abad ke 11 itu. Namun Thailand tetap mengklaim kawasan di sekitarnya
Foto: picture-alliance/dpa
Dataran Tinggi Golan
Wilayah pegunungan yang membelah Israel dan Suriah ini sudah sering membuahkan perang antara kedua negara. Pertama tahun 1967 pada Perang Enam Hari, dan terakhir tahun 1973 ketika Israel bertempur melawan koalisi Arab dalam Perang Yom Kippur. Dataran Tinggi Golan diminati karena letaknya yang strategis. Sejak 1967 kawasan subur ini dikuasai oleh Israel.
Foto: Reuters/B. Ratner
Sahara Barat
Sejak 46 tahun Maroko bertempur melawan Republik Sahrawi yang mengklaim seluruh Sahara Barat sebagai wilayahnya. Hingga kini sebagian besar kawasan sengketa seluas dua kali pulau Jawa ini masih dikuasai Maroko. Menurut catatan sejarah, sejak awal perang sudah 21.000 nyawa melayang.
Foto: DW/A. Errimi
Pulau Malvinas/Falkland
Digerakkan oleh rasa nasionalisme, Argentina 1982 menduduki pulau Malvinas yang dikuasai Inggris. Akibatnya perang berkecamuk dan hampir 1000 serdadu meninggal dunia. Malvinas alias Falkland adalah konflik peninggalan era kolonialisme. Kepulauan seluas Nusa Tenggara Barat itu sudah diperebutkan oleh Spanyol dan Inggris sejak abad ke18
Foto: picture alliance/dpa/F. Trueba
Osetia Selatan & Abkhazia
Lebih dari 500 serdadu dan warga sipil tewas ketika Rusia mencaplok wilayah Georgia dan mendeklarasikan negara boneka. Abkhazia sudah bertempur demi kemerdekaan sejak awal 90an. Saat itu kelompok separatis melakukan pembersihan etnis Georgia. Lebih dari 10.000 orang tewas dan ratusan ribu lainnya menjadi pengungsi. Perang etnis juga terjadi di Osetia Selatan antara 1989 hingga 1998.
Foto: Marco Longari/AFP/Getty Images
9 foto1 | 9
'Era persatuan nasional'
Deklarasi penghentian perang tersebut dibuat untuk mengakhiri pertempuran sengit yang terjadi selama enam minggu. Azerbaijan mengatakan pada Senin (9/11) bahwa pihaknya telah berhasil merebut kembali puluhan permukiman di Nagorno-Karabakh, sehari setelah mereka mengumumkan kemenangan dalam pertempuran untuk kota terbesar kedua itu.
Iklan
Azerbaijan mengatakan telah merebut kembali sebagian besar wilayah di sekitar Nagorno-Karabakh, yang hilang dalam perang 1991-94. Perang tersebut telah menewaskan sekitar 30.000 orang dan memaksa lebih banyak orang meninggalkan rumah mereka pada waktu itu.
"Keputusan dibuat berdasarkan analisis mendalam tentang situasi pertempuran dan diskusi dengan para ahli terbaik di lapangan," kata Pashinyan.
"Ini bukan kemenangan, tapi tidak ada kekalahan sampai Anda menganggap diri Anda kalah. Kami tidak akan pernah menganggap kami kalah dan ini akan menjadi awal baru dari era persatuan dan lahir kembalinya negara kami,” tambahnya.
RIbuan orang dilaporkan tewas dalam konflik yang terjadi, sementara tiga gencatan senjata selama ini telah gagal menghentikan perang Nagorno-Karabakh dalam enam minggu terakhir.