Armenia Tembak Jatuh Beberapa Drone Dekat Ibukota Yerevan
2 Oktober 2020
Meskipun ada seruan gencatan senjata, pertempuran antara Armenia dan Azerbaijan karena wilayah sengketa Nagorno-Karabakh makin sengit. Pertempuran kini mendekat ke ibukota Armenia, Yerevan.
Iklan
Militer Armenia mengatakan mereka berhasil menembak jatuh empat pesawat tak berawak (drone) yang terbang dekat ibu kota negara itu pada Kamis malam (1/10). Pertempuran di wilayah perbatasan Nagorno-Karabakh itu makin sengit memasuki hari kelima.
Salah satu drone ditembak jatuh oleh rudal anti-pesawat hanya 16 kilometer di luar ibukota Yerevan, kata juru bicara Kementerian Pertahanan Armenia Shushan Stepanian.
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan menulis di Twitter, Drone muncul di provinsi Gegharkunik dan Kotayak, namun pasukan pertahanan udara dapat menghancurkannya. Pemerintah Armenia menyebut drone itu milik militer Azerbaijan.
Sengketa lama Nagorno-Karabakh yang meruncing lagi
Lebih dari 100 orang, termasuk warga sipil, diberitakan tewas dan ratusan lainnya terluka, termasuk dua jurnalis Prancis, sejak pertempuran antara pasukan Azerbaijan dan Armenia meletus hari Minggu (27/9).
Ini adalah pertempuran terbesar dalam konflik puluhan tahun antara kedua bekas republik Soviet atas wilayah Nagorno-Karabakh yang disengketakan. Pada tahun 1994 disepakati gencatan senjata.
Daerah Nagorno-Karabach di Pegunungan Kaukasus terletak 50 kilometer dari perbatasan Armenia. Milisi lokal yang didukung oleh Armenia kini menguasai wilayah tersebut, serta beberapa wilayah lain di Azerbaijan.
Azerbaijan mengatakan, satu-satunya cara untuk menghentikan pertempuran adalah jika Armenia menarik diri dari wilayahnya.
Seruan gencatan senjata tidak didengar
Pejabat Armenia mengklaim bahwa Turki ikut campur dalam konflik itu dengan mengirim tentara bayaran Suriah ke wilayah tersebut dan mengerahkan jet tempur untuk membantu Azerbaijan. Turki membantah telah mengirim tentara bayaran, tetapi mengatakan akan "melakukan apa saja yang diperlukan" untuk mendukung sekutunya.
Sengketa Wilayah Paling Berdarah di Bumi
Ribuan orang harus melepas nyawa demi mempertahankan atau berebut sepetak tanah di Bumi. Inilah konflik perbatasan paling mematikan di dunia saat ini.
Foto: Marco Longari/AFP/Getty Images
Laut Cina Selatan
Enam negara berebut dua gugusan pulau di Laut Cina Selatan: Cina, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei dan Taiwan. Konflik seputar salah satu jalur dagang paling gemuk di dunia ini belakangan semakin memanas. Kepulauan Spratly pernah dua kali menjadi medan pertempuran antara Cina dan Vietnam, yakni tahun 1974 dan 1988. Terakhir kali kedua negara bertempur, Vietnam kehilangan 64 serdadunya.
Foto: imago/Westend61
Nagorno Karabakh
Sejak Perang Dunia I Armenia dan Azerbaidjan sudah saling bermusuhan. Perseteruan itu berlanjut saat kedua negara berebut Nagorno Karabakh, wilayah subur seluas pulau Bali. Antara 1988 dan 1992, Armenia dan Azerbaidjan terlibat konflik yang menewaskan lebih dari 35.000 serdadu dan warga sipil. April 2016 perang kembali berkecamuk selama empat hari. Lebih dari 100 orang dinyatakan tewas
Foto: Getty Images/B. Hoffman
Kashmir
Sejak 1989 India berperang melawan kelompok bersenjata yang disokong Pakistan di Jammu Kashmir. Sejak saat itu lebih dari 21.000 gerilayawan tewas dan sekitar 5000 pasukan India gugur dalam tugas. Perang di Jammu Kashmir merefeleksikan konflik wilayah antara India dan Pakistan yang sebagiannya juga direcoki oleh Cina. Hingga kini konflik Kashmir masih berlanjut tanpa jalan keluar
Foto: picture-alliance/dpa/J. Singh
Semenanjung Krimea
Semenanjung di Laut Hitam ini sebenarnya kenyang konflik. Kekaisaran Rusia pernah bertempur melawan koalisi Kesultanan Usmaniyah yang didukung Inggris dan Perancis di abad ke19. Pada 2014 silam Rusia kembali unjuk gigi dengan menyokong pemberontakan melawan Ukraina. Kini Krimea menyatakan diri merdeka dan menjadi negara boneka Moskow.
Foto: picture-alliance/ITAR-TASS
Preah Vihear
Kamboja dan Thailand saling serang berebut kawasan Preah Vihear antara 2008 hingga 2011. Lebih dari 40 orang tewas, termasuk warga sipil. Wilayah di sekitar candi Preah Vihear ini sudah menjadi sengketa sejak Perang Dunia II. Tahun 1962 pengadilan internasional mengakui klaim Kamboja atas kompleks candi yang dibangun pada abad ke 11 itu. Namun Thailand tetap mengklaim kawasan di sekitarnya
Foto: picture-alliance/dpa
Dataran Tinggi Golan
Wilayah pegunungan yang membelah Israel dan Suriah ini sudah sering membuahkan perang antara kedua negara. Pertama tahun 1967 pada Perang Enam Hari, dan terakhir tahun 1973 ketika Israel bertempur melawan koalisi Arab dalam Perang Yom Kippur. Dataran Tinggi Golan diminati karena letaknya yang strategis. Sejak 1967 kawasan subur ini dikuasai oleh Israel.
Foto: Reuters/B. Ratner
Sahara Barat
Sejak 46 tahun Maroko bertempur melawan Republik Sahrawi yang mengklaim seluruh Sahara Barat sebagai wilayahnya. Hingga kini sebagian besar kawasan sengketa seluas dua kali pulau Jawa ini masih dikuasai Maroko. Menurut catatan sejarah, sejak awal perang sudah 21.000 nyawa melayang.
Foto: DW/A. Errimi
Pulau Malvinas/Falkland
Digerakkan oleh rasa nasionalisme, Argentina 1982 menduduki pulau Malvinas yang dikuasai Inggris. Akibatnya perang berkecamuk dan hampir 1000 serdadu meninggal dunia. Malvinas alias Falkland adalah konflik peninggalan era kolonialisme. Kepulauan seluas Nusa Tenggara Barat itu sudah diperebutkan oleh Spanyol dan Inggris sejak abad ke18
Foto: picture alliance/dpa/F. Trueba
Osetia Selatan & Abkhazia
Lebih dari 500 serdadu dan warga sipil tewas ketika Rusia mencaplok wilayah Georgia dan mendeklarasikan negara boneka. Abkhazia sudah bertempur demi kemerdekaan sejak awal 90an. Saat itu kelompok separatis melakukan pembersihan etnis Georgia. Lebih dari 10.000 orang tewas dan ratusan ribu lainnya menjadi pengungsi. Perang etnis juga terjadi di Osetia Selatan antara 1989 hingga 1998.
Foto: Marco Longari/AFP/Getty Images
9 foto1 | 9
Armenia juga menuduh Israel menjual senjata ke Azerbaijan yang kemudian digunakan dalam konflik tersebut, Armenia hari Kamis menarik pulang duta besarnya untuk Israel pada hari Kamis.
Armenia dan Azerbaijan mengabaikan seruan internasional untuk gencatan senjata. Amerika Serikat, Rusia dan Prancis hari Kamis mengeluarkan pernyataan bersama mengecam pecahnya pertempuran. Ketiga negara itu menjadi ketua bersama dalam apa yang disebut Grup Minsk, yang dibentuk oleh Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) untuk mendorong resolusi diplomatik dalam sengketa Nagorno-Karabakh.