1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

AS Akan Akui Pembantaian Armenia Sebagai Genosida

23 April 2021

Presiden Joe Biden bakal mengakui genosida Armenia oleh Kesultanan Utsmaniyah secara resmi pada Sabtu (24/4). Langkah itu dipastikan memicu reaksi keras dari Turki, dan kian membebani hubungan antara kedua negara NATO.

Foto kuno menunjukkan warga etnis Armenia yang mengungsi dari Turki, 1915.
Foto kuno menunjukkan warga etnis Armenia yang mengungsi dari Turki, 1915.Foto: picture alliance/CPA Media/A. Wegner

Pengakuan oleh Washington terhadap genosida etnis Armenia di Turki dinilai hanya bersifat simbolis, namun menjadi prahara diplomatis dengan pemerintah di Ankara. Presiden Joe Biden dikabarkan akan menggunakan kata "genosida" dalam pidato tahunan untuk mengenang korban pembantaian yang menewaskan lebih dari satu juta orang itu.

"Sepemahaman saya, dia sudah mengambil keputusan dan akan menggunakan kata genosida dalam pernyataannya hari Sabtu nanti," kata seorang sumber Reuters di pemerintah yang ikut dilibatkan. Namun menurutnya Biden bisa mencabut kata itu di menit terakhir untuk menghindari ketegangan baru dengan Turki.

Sejauh ini Kementerian Luar Negeri atau Gedung Putih enggan membenarkan kabar tersebut.

Setahun silam Biden pernah mengenang pembantaian Armenia dan mengatakan bakal mendukung upaya politik untuk mengakui genosida oleh Kesultanan Utsmaniyah pada 1915 itu. "Jika terpilih (sebagai presiden), saya akan mendukung pengakuan pembantaian ini sebagai sebuah genosida," tulisnya via Twitter kala itu.

Dalam perselisihan sejarah pembantaian Armenia, Turki hanya mengakui bahwa banyak korban etnis Armenia yang tewas dalam pertempuran dengan pasukan Utsmaniyah. Namun Ankara menolak angka kematian yang diakui internasional, atau bahwa pembunuhan itu dilakukan secara sistematis dan dikategorikan sebagai pembersihan etnis.

Meluruskan sejarah

Selama berdekade-dekade, resolusi untuk mengakui genosida Armenia mandek di Kongres dan diabaikan oleh presiden-presiden AS, lantaran mengkhawatirkan ketegangan diplomasi dengan Ankara. Sejak dilantik Januari silam, Biden belum melakukan pembicaraan resmi dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan.

Peta populasi etnis Armenia di kesultanan Utsmaniyah pada 1915.

Pada Selasa (20/4), Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, mengatakan langkah pengakuan terhadap genosida Armenia oleh Biden akan semakin melukai hubungan yang sudah renggang dengan Turki. Kantor Kepresidenan di Ankara membenarkan, Erdogan sudah membahas isu tersebut dengan Dewan Konsultasi Tinggi, pada Kamis (22/4).

"Presiden Erdogan sudah menegaskan akan terus membela kebenaran melawan kebohongan genosida Armenia dan mereka yang mendukung hal ini dengan niatan politik," demikian bunyi pernyataan sekretariat kepresidenan.

Ian Bremmer, pendiri lembaga riset, Eurasia Group, mengatakan langkah Biden mencerminkan hubungan yang memburuk antara negara sekutu NATO. Namun begitu dia meyakini respon dari Erdogan akan bersifat sangat terbatas.

"Erdogan... berpeluang kecil memprovokasi AS dengan tindakan yang akan semakin mengancam perekonomian Turki yang sedang dilanda krisis," kata dia.

Pada 2019, Senat AS mengesahkan resolusi tak terikat yang mengakui pembunuhan etnis Armenia oleh Turki sebagai pembantaian. Anggota Senat, Adam Schiff, mengatakan sekelompok 100 anggota legislatif lintas partai sudah mengirimkan surat kepada Presiden Biden terkait isu ini. Di dalamnya mereka mendesak Gedung Putih untuk menepati janji kampanye Biden, yakni "meluruskan dekade-dekade penuh kesalahan."

rzn/gtp (rtr, ap)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait