AS Ancam Sanksi “Keras” Atas Serangan Kimia di Suriah
10 April 2018
Presiden AS Donald Trump menyatakan akan menanggapi dugaan serangan senjata kimia di Suriah dengan keras. Duta besar AS di PBB mengecam serangan di Douma yang menewaskan puluhan orang.
Iklan
Amerika Serikat dan negara-negara Barat menuduh rezim Suriah melancarkan serangan dengan senjata kimia di kota Douma. Serangan itu menurut aktivis Suriah menyebabkan sedikitnya 49 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka, termasuk anak-anak.
"Kami memiliki banyak opsi militer dan kami akan membiarkan Anda tahu segera ...," kata Presiden AS Donald Trump kepada wartawan setelah sesi sidang khusus di Dewan Keamanan PBB membahas serangan itu hari Senin (9/10).
Uni Eropa dan negara-negara Barat di Dewan Keamanan PBB juga menuduh rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad, yang didukung oleh Rusia dan Iran, melakukan serangan dengan senjata terlarang.
Rusia bantah penggunaan senjata kimia
Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley dalam sidang DK PBB mengatakan, "Amerika Serikat akan menanggapi penggunaan senjata kimia terhadap warga sipil di Suriah."
"Kami telah mencapai saat ketika dunia harus melihat keadilan dilaksanakan," kata Nikki Haley. "Sejarah akan mencatat ini sebagai saat di mana Dewan Keamanan melakukan tugasnya, atau menunjukkan kegagalan sepenuhnya untuk melindungi rakyat Suriah."
Namun Duta Besar Rusia di PBB Vassily Nebenzia membantah penggunaan senjata kimia di Douma. Die mengatakan, peneliti Rusia yang dikirim ke Douma selama akhir pekan tidak menemukan bukti bahwa ada agen gas saraf atau klorin digunakan dalam serangan itu.
Rusia menggambarkan tuduhan barat itu sebagai "berita palsu" dan menyatakan, hal itu hanya dimaksudkan untuk mengalihkan perhatian dari kasus kacau di Inggris soal serangan senjata kimia terhadap mantan agen dinas rahasia Rusia, Sergei Skripal.
Investigasi sedang berlangsung
Organisasi Pelarangan Senjata Kimia OPCW mengatakan telah memulai proses penyelidikan atas dugaan serangan gas beracun di Suriah. OPCW menerangkan, mereka akan mengumpulkan informasi tentang insiden dengan mengirim misi pencari fakta.
Meskipun membantah adanya penggunaan senjata kimia dalam serangan hari Sabtu (7/4) di Douma, Rusia mengatakan siap untuk bekerja sama dengan OPCW. Vassily Nebenzia mengatakan, para penyelidik OPCW harus terbang ke Suriah hari Selasa (10/11) untuk menyelidiki serangan itu. Rusia menawarkan perlindungan kepada tim OPCW.
Sebuah rancangan resolusi yang disirkulasikan menjelang pertemuan Dewan Keamanan PBB hari Senin mengusulkan pembentukan badan baru untuk menyelidiki dugaan serangan senjata kimia. Namun negara-negara Barat menolak permintaan Rusia untuk memiliki hak veto atas temuan badan pemeriksa itu.
Tragisnya Nasib Anak-Anak Penderita Kanker di Suriah
Di rumah sakit anak Damaskus, dokter bergulat dengan masalah kurangnya obat-obatan khusus bagi para pasien kecil. Ini bukan saja diakibatkan oleh perang saudara yang berlarut-larut di negara tersebut.
Foto: Reuters/O.Sanadiki
Kurang Sarana Berobat
Enam tahun konflik menyebabkan layanan kesehatan di Suriah hampir lumpuh. Padahal dulu pernah jadi salah satu yang terbaik di Timur Tengah. Tidak sampai 50% rumah sakit di negara itu berfungsi. Sekitar 200 anak berobat di Rumah Sakit Anak Damaskus tiap pekannya. Lebih dari 70% datang dari luar ibukota.
Foto: Reuters/O.Sanadiki
Sanksi Hambat Impor Obat?
Ini foto sejumlah pasien kanker yang menunggu pengobatan di Rumah Sakit Anak Damaskus. Pejabat organisasi kesehatan lokal dan dunia menyalahkan sanksi Barat berupa pembatasan impor farmasi, walaupun suplai medis sebagian besar tidak terkena dampak sanksi dari AS dan Uni Eropa.
Foto: Reuters/O.Sanadiki
Pemotongan Sokongan Negara
Pemotongan anggaran bagi kesehatan oleh pemerintah, merosotnya nilai mata uang dan efek tak langsung sanksi menyebabkan tambah parahnya kesengsaraan pasien yang perlu obat-obatan dari luar negeri. Sebelum perang pecah, Suriah produksi sendiri 90% obat-obat yang dibutuhkan. Tapi obat kanker memang dari dulu diimpor.
Foto: Reuters/O.Sanadiki
Harga Sangat Mahal
WHO di Suriah mengatakan, impor obat-obatan terkena pemotongan besar anggaran kesehatan dari pemerintah sejak mulainya perang tahun 2011. Selain itu, merosotnya nilai mata uang Pound Suriah hingga 90% menyebabkan harga obat sangat mahal.
Foto: Reuters/O.Sanadiki
Bukan Sekedar Kurang Dana
"Sanksi ekonomi atas Suriah juga berdampak negatif pada penyediaan obat-obat spesial termasuk obat anti kanker," demikian Elizabeth Hoff, perwakilan WHO di Syria. "Sanksi mencegah banyak perusahaan asing untuk mengadakan bisnis dengan Suriah. Juga mencegah bank-bank asing untuk mengurus transaksi bagi obat-obatan impor."
Foto: Reuters/O.Sanadiki
Pasien Menunggu Pengobatan
Bocah bernama Fahd ini penderita kanker. Ia bermain dengan ponselnya, sementara ibunya duduk di sebelah tempat tidurnya. Sanksi AS dan Uni Eropa tidak mencakup obat-obatan dan pertolongan kemanusiaan. Tetapi sanksi berupa pembatasan transaksi keuangan dan bisnis dengan pemerintah Suriah, sanksi secara tidak langsung berdampak pada perdagangan obat-obatan.
Foto: Reuters/O.Sanadiki
Penundaan Pengobatan
Basma, sebuah lembaga bantuan swasta berusaha membantu dengan membiayai obat anti kanker bagi keluarga miskin. Jumlah pasien yang butuh sokongan lembaga itu meningkat dari 30% hingga hampir 80% sejak perang mulai. Demikian keterangan manager Rima Salem. Salem menilai penundaan pengobatan sangat mengkhawatirkan, karena bisa menyebabkan kematian anak. Penulis: Nadine Berghausen (ml/vlz)