Setelah memasukkan 28 organisasi dan perusahaan Cina ke daftar hitam, AS sekarang mengumumkan pembatasan visa bagi pejabat Cina. Alasannya karena situasi minoritas muslim di provinsi Xinjiang.
Iklan
Menteri Luar Negeri Mike Pompeo hari Selasa (8/10) mengumumkan pembatasan visa bagi pejabat Cina, melengkapi sanksi AS terhadap 28 organisasi dan perusahaan Cina yang masuk daftar hitam. Namun Departemen Luar Negeri tidak menyebutkan nama para pejabat yang dikenakan pembatasan visa.
Menurut pemerintah AS, kebijakan itu diambil karena berbagai pelanggaran HAM terhadap etnis Uighur di provinsi Xinjiang. Seorang pejabat AS sebelumnya mengungkapkan, pemerintahan Trump mempertimbangkan larangan kunjungan ke AS terhadap pejabat Partai Komunis di Xinjiang, Chen Quanguo, yang juga anggota politbiro yang disegani.
Kedutaan Cina segera menanggapi kebijakan baru itu lewat Twitter dan menyebutnya "pelangggaran serius terhadap norma-norma dasar yang mengatur hubungan internasional".
Soal HAM hanya jadi alasan?
Cina menuduh pemerintahan Donald Trump menggunakan isu hak asasi manusia hanya sebagai "alasan yang dibuat-buat untuk campur tangan" dalam urusan internal Beijing.
"Di Xinjiang tidak ada apa yang disebut sebagai masalah hak asasi manusia yang diklaim oleh AS," kata Kedutaan Cina di AS dan menambahkan bahwa "langkah-langkah anti-terorisme dan deradikalisasi di Xinjiang bertujuan untuk memberantas lahan subur ekstremisme dan terorisme."
"Kami mendesak AS untuk memperbaiki kesalahannya sekaligus dan menghentikan campur tangannya dalam urusan dalam negeri Cina," demikian pernyataan Kedutaan Besar Cina di Washington.
Sehari sebelumnya, Departemen Perdagangan AS mengumumkan bahwa pihaknya memasukkan 28 organisasi pemerintah dan perusahaan komersial Cina ke dalam daftar hitam dengan alasan adanya pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Uighur dan minoritas Muslim lainnya di wilayah Xinjiang.
Pemerintah AS membantah bahwa keputusan daftar hitam itu terkait dengan sengketa dagang AS-Cina, yang akan dirundingkan minggu ini. Banyak pihak berharap, perang dagang yang sudah berjalan lama itu bisa segera diselesaikan.
Para pengamat menilai, dengan kebijakan daftar hitam dan pembatasan visa bagi para pejabat Cina, makin kecil kemungkinan sengketa dagang AS-Cina bisa diselesaikan dalam waktu dekat.
hp/vlz (rtr, afp, ap)
Uighur - Diskriminasi di Cina dan Terdesak di Turki
Akibat banyaknya tekanan dari Cina sebagian warga Uighur pindah ke Turki. Awalnya itu tampak seperti solusi bagus, tetapi kini mereka terdesak karena tidak mendapat izin tinggal dan tidak dapat memperbarui paspor Cina.
Foto: Reuters/M. Sezer
Kritik terhadap Cina
Dunia internasional telah berkali-kali mengeritik Cina karena mendirikan sejumlah fasilitas yang digambarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai tempat penahanan, di mana lebih sejuta warga Uighur dan warga muslim lainnya ditempatkan. Beijing menyatakan, langkah itu harus diambil untuk mengatasi ancaman dari militan Islam. Foto: aksi protes terhadap Cina di halaman mesjid Fatih di Istanbul.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Tekanan ekonomi
Pada foto nampak seorang perempuan menikmati santapan yang dihidangkan restoran Uighur di Istanbul, Turki. Pemilik restoran, Mohammed Siddiq mengatakan, restorannya mengalami kesulitan karena warga Uighur biasanya menyantap makanan di rumah sendiri, dan warga Turki tidak tertarik dengan masakan Uighur.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Suara perempuan Uighur
Gulbhar Jelilova adalah aktivis HAM dari Kazakhstan, dari etnis Uighur. Ia sempat ditahan selama 15 bulan di tempat penahanan yang disebut Cina sebagai "pusat pelatihan kejuruan." Ia mengatakan, setelah mendapat kebebasan ia mendedikasikan diri untuk menjadi suara perempuan Uighur yang menderita.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Mencari nafkah di Turki
Dua pria Uighur tampak bekerja di toko halal di distrik Zeytinburnu, di mana sebagian besar warga Turki di pengasingan bekerja. Ismail Cengiz, sekjen dan pendiri East Turkestan National Center yang berbasis di Istanbul mengatakan, sekitar 35.000 warga Uighur tinggal di Turki, yang sejak 1960 menjadi "tempat berlabuh" yang aman bagi mereka.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Merindukan kampung halaman
Gulgine Idris, bekerja sebagai ahli rpijat efleksi di Istanbul. Ketika masih di Xinjiang, Cina, ia bekerja sebagai ahli ginekolog. Kini di tempat prakteknya ia mengobati pasien perempuan dengan pengetahuan obat-obatan dari Timur. Turki adalah negara muslim yang teratur menyatakan kekhawatiran tentang situasi di Xinjiang. Bahasa yang digunakan suku Uighur berasal usul sama seperti bahasa Turki.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Tekanan bertambah sejak beberapa tahun lalu
Sexit Tumturk, ketua organisasi HAM National Assembly of East Turkestan, katakan, warga Uighur tidak hadapi masalah di Turki hingga 3 atau 4 tahun lalu. Tapi Turki pererat hubungan dengan Cina, dan khawatir soal keamanan. Pandangan terhadap Uighur juga berubah setelah sebagian ikut perang lawan Presiden Suriah Bashar al Assad, yang berhubungan erat dengan Cina.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Kehilangan orang tua
Anak laki-laki Uighur yang kehilangan setidaknya salah satu orang tua mengangkat tangan mereka saat ditanya dalam pelajaran agama di madrasah di Kayseri. Sekolah itu menampung 34 anak. Kayseri telah menerima warga Uighur sejak 1960-an, dan jadi tempat populasi kedua terbesar Uighur di Turki. Sejak keikutsertaan warga Uighur dalam perang lawan Assad, Cina memperkeras tekanan terhadap mereka.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Mengharapkan perhatian lebih besar
Sebagian warga Uighur di Turki berharap pemerintah Turki lebih perhatikan kesulitan mereka, dan memberikan izin bekerja, juga sokongan dari sistem asuransi kesehatan. Foto: seorang anak perempuan menulis: "Kami, anak Turkestan, mencintai kampung halaman kami" dengan bahasa Uighur, di sebuah TK di Zeytinburnu. Warga Uighur di pengasingan menyebut kota Xinjiang sebagai Turkestan Timur.
Foto: Reuters/M. Sezer
Situasi terjepit
Warga Uighur juga tidak bisa memperbarui paspor mereka di kedutaan Cina di Turki. Jika kadaluarsa mereka hanya akan mendapat dokumen yang mengizinkan mereka kembali ke Cina, kata Munevver Ozuygur, kepala East Turkestan Nuzugum Culture and Family Foundation. (Sumber: reuters, Ed.: ml/hp)