AS Beri Sanksi Cina karena Asimilasi Paksa Jutaan Anak Tibet
23 Agustus 2023
Washington memberlakukan sanksi berupa pembatasan visa bagi para pejabat Cina yang terlibat melakukan “asimilasi paksa” terhadap jutaan anak Tibet di sekolah yang dikelola pemerintah.
Iklan
Amerika Serikat (AS) akan memberlakukan pembatasan visa pada sejumlah pejabat Cina yang dicurigai melakukan "asimilasi paksa" terhadap jutaan anak Tibet di sekolah-sekolah yang dikelola negara, demikian pernyataan Departemen Luar Negeri AS pada hari Selasa (22/08).
Pembatasan baru akan diterapkan untuk pejabat dan mantan pejabat Cina yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan pendidikan di Tibet, kata seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS.
Meskipun dialog diplomatik antara kedua negara dimulai kembali, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengecam kebijakan "koersif" Cina yang "berusaha untuk menghilangkan tradisi linguistik, budaya, dan agama Tibet yang berbeda di antara generasi muda Tibet."
"Kami mendesak otoritas RRT untuk mengakhiri pemaksaan anak-anak Tibet ke sekolah asrama yang dikelola pemerintah dan menghentikan kebijakan asimilasi yang represif," kata Blinken dalam sebuah pernyataan.
Dalam pernyataannya, Blinken mengutip sebuah laporan PBB yang mengungkapkan bahwa sekitar satu juta anak Tibet telah dikirim ke sekolah berasrama, yang sering kali dilakukan secara paksa.
Uighur - Diskriminasi di Cina dan Terdesak di Turki
Akibat banyaknya tekanan dari Cina sebagian warga Uighur pindah ke Turki. Awalnya itu tampak seperti solusi bagus, tetapi kini mereka terdesak karena tidak mendapat izin tinggal dan tidak dapat memperbarui paspor Cina.
Foto: Reuters/M. Sezer
Kritik terhadap Cina
Dunia internasional telah berkali-kali mengeritik Cina karena mendirikan sejumlah fasilitas yang digambarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai tempat penahanan, di mana lebih sejuta warga Uighur dan warga muslim lainnya ditempatkan. Beijing menyatakan, langkah itu harus diambil untuk mengatasi ancaman dari militan Islam. Foto: aksi protes terhadap Cina di halaman mesjid Fatih di Istanbul.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Tekanan ekonomi
Pada foto nampak seorang perempuan menikmati santapan yang dihidangkan restoran Uighur di Istanbul, Turki. Pemilik restoran, Mohammed Siddiq mengatakan, restorannya mengalami kesulitan karena warga Uighur biasanya menyantap makanan di rumah sendiri, dan warga Turki tidak tertarik dengan masakan Uighur.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Suara perempuan Uighur
Gulbhar Jelilova adalah aktivis HAM dari Kazakhstan, dari etnis Uighur. Ia sempat ditahan selama 15 bulan di tempat penahanan yang disebut Cina sebagai "pusat pelatihan kejuruan." Ia mengatakan, setelah mendapat kebebasan ia mendedikasikan diri untuk menjadi suara perempuan Uighur yang menderita.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Mencari nafkah di Turki
Dua pria Uighur tampak bekerja di toko halal di distrik Zeytinburnu, di mana sebagian besar warga Turki di pengasingan bekerja. Ismail Cengiz, sekjen dan pendiri East Turkestan National Center yang berbasis di Istanbul mengatakan, sekitar 35.000 warga Uighur tinggal di Turki, yang sejak 1960 menjadi "tempat berlabuh" yang aman bagi mereka.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Merindukan kampung halaman
Gulgine Idris, bekerja sebagai ahli rpijat efleksi di Istanbul. Ketika masih di Xinjiang, Cina, ia bekerja sebagai ahli ginekolog. Kini di tempat prakteknya ia mengobati pasien perempuan dengan pengetahuan obat-obatan dari Timur. Turki adalah negara muslim yang teratur menyatakan kekhawatiran tentang situasi di Xinjiang. Bahasa yang digunakan suku Uighur berasal usul sama seperti bahasa Turki.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Tekanan bertambah sejak beberapa tahun lalu
Sexit Tumturk, ketua organisasi HAM National Assembly of East Turkestan, katakan, warga Uighur tidak hadapi masalah di Turki hingga 3 atau 4 tahun lalu. Tapi Turki pererat hubungan dengan Cina, dan khawatir soal keamanan. Pandangan terhadap Uighur juga berubah setelah sebagian ikut perang lawan Presiden Suriah Bashar al Assad, yang berhubungan erat dengan Cina.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Kehilangan orang tua
Anak laki-laki Uighur yang kehilangan setidaknya salah satu orang tua mengangkat tangan mereka saat ditanya dalam pelajaran agama di madrasah di Kayseri. Sekolah itu menampung 34 anak. Kayseri telah menerima warga Uighur sejak 1960-an, dan jadi tempat populasi kedua terbesar Uighur di Turki. Sejak keikutsertaan warga Uighur dalam perang lawan Assad, Cina memperkeras tekanan terhadap mereka.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Mengharapkan perhatian lebih besar
Sebagian warga Uighur di Turki berharap pemerintah Turki lebih perhatikan kesulitan mereka, dan memberikan izin bekerja, juga sokongan dari sistem asuransi kesehatan. Foto: seorang anak perempuan menulis: "Kami, anak Turkestan, mencintai kampung halaman kami" dengan bahasa Uighur, di sebuah TK di Zeytinburnu. Warga Uighur di pengasingan menyebut kota Xinjiang sebagai Turkestan Timur.
Foto: Reuters/M. Sezer
Situasi terjepit
Warga Uighur juga tidak bisa memperbarui paspor mereka di kedutaan Cina di Turki. Jika kadaluarsa mereka hanya akan mendapat dokumen yang mengizinkan mereka kembali ke Cina, kata Munevver Ozuygur, kepala East Turkestan Nuzugum Culture and Family Foundation. (Sumber: reuters, Ed.: ml/hp)
Foto: Reuters/M. Sezer
9 foto1 | 9
Cina respons tuduhan AS
Cina menanggapi tuduhan AS dengan menyebut mereka "noda" yang "secara serius merusak hubungan Cina-AS."
"Sebagai praktik internasional yang umum, sekolah berasrama di Cina didirikan sesuai dengan kebutuhan siswa lokal," kata Liu Pengyu, juru bicara kedutaan Cina di Washington.
"Sekolah berasrama secara bertahap berkembang menjadi salah satu mode penting dalam menjalankan sekolah di wilayah etnis minoritas Cina dan menjadi cara menjalankan sekolah yang terpusat secara efektif memecahkan masalah kesulitan siswa etnis minoritas untuk bersekolah, jauh dari tempat tinggal penduduk setempat yang tersebar," ujar Liu.
AS dalam beberapa kesempatan menyebut Cina telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang dan Tibet. Namun, Cina membantah semua tuduhan dengan mengatakan bahwa tindakan mereka untuk melindungi hak semua etnis minoritas.