1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

AS-Cina Cari Cara Tangani Risiko di Tengah Ketegangan Taiwan

4 Juni 2024

Para ahli sebut pertemuan Menhan AS dan Cina di Shangri-La Dialogue merupakan pertanda kedua belah pihak berniat menangani risiko di tengah ketegangan. Meski, Cina belum mundur mengancam Taiwan dan “pihak eksternal”.

Pertemuan Menhan AS dan Cina
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin bertemu dengan mitranya dari Cina untuk pertama kalinya dalam 2 tahun terakhirFoto: DoD/Chad J. McNeeley/Handout/REUTERS

Menteri Pertahanan Cina Dong Jun bertemu dengan mitranya dari Amerika Serikat (AS), Lloyd Austin, di sela-sela KTT keamanan Shangri-La di Singapura. Pentagon menyambut baik rencana pembentukan "kelompok komunikasi krisis” AS-Cina, sementara Beijing menyebut pembicaraan itu "positif, praktis, dan konstruktif.”

Dialog Shangri-La, yang diselenggarakan oleh International Institute for Strategic Studies (IISS) yang berbasis di London, menjadi barometer bagi intensitas ketegangan AS-Cina dalam beberapa tahun terakhir.

Pertemuan menhan kedua negara adidaya itu selama satu jam pada Jumat (31/5), merupakan pertemuan militer tingkat tinggi AS-Cina pertama setelah Presiden AS Joe Biden dan Presiden Cina Xi Jinping sepakat untuk membuka kembali kontak militer-ke-militer pada November 2023.

Cina telah memutuskan kontak setelah Ketua DPR AS saat itu, Nancy Pelosi, membuat marah Beijing dengan mengunjungi Taiwan pada Agustus 2022.

"Kami setidaknya memiliki serangkaian komunikasi reguler antara kedua belah pihak untuk mengurangi kemungkinan salah perhitungan,” kata Amanda Hsiao, seorang ahli senior Cina di International Crisis Group (ICG), kepada DW.

Meskipun membuka jalur komunikasi adalah tanda bahwa AS dan Cina ingin mengelola risiko konfrontasi dengan lebih baik, pidato dari Austin dan Dong di KTT tersebut menunjukkan bahwa kedua negara memiliki sudut pandang yang berlawanan tentang keamanan regional di Asia. 

Menteri Pertahanan Cina, Dong Jun, menyambut baik komunikasi terbuka dengan AS, tetapi bersumpah untuk 'menghancurkan' langkah menuju kemerdekaan TaiwanFoto: Roslan Rahman/AFP/Getty Images

Cina menyinggung "kekuatan eksternal"

Dalam sesi pada Minggu (2/6) yang berjudul "Pendekatan Cina terhadap Keamanan Global”, Menteri Pertahanan Dong menekankan pentingnya hubungan militer-ke-militer yang stabil antara Cina dan AS.

"Meskipun kita memiliki jalur pembangunan yang berbeda, kita tidak boleh mengejar konfrontasi satu sama lain,” kata Dong, sambil menyoroti bahwa dibutuhkan "upaya dari kedua belah pihak” untuk menemukan cara yang tepat untuk akur.

Pada saat yang sama, Dong menyalahkan "kekuatan eksternal” yang memicu ketegangan di Asia-Pasifik melalui "konfrontasi blok”. Dong tidak secara eksplisit menyebut nama AS, tetapi menyinggung pembangunan aliansi strategis Washington sebagai kekuatan yang mengganggu stabilitas akibat kekuatan eksternal.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Sehari sebelumnya, pidato Menteri Pertahanan AS Austin di KTT tersebut menyoroti pembangunan aliansi Washington di bawah pemerintahan Biden sebagai ujung tombak keamanan regional.

"Kami bekerja sama dengan sekutu dan mitra kami tidak seperti sebelumnya,” kata Austin, merujuk pada latihan militer bersama dengan Jepang, Korea Selatan, dan Filipina.

Sebelum berangkat ke Singapura, Austin telah menulis di X bahwa AS telah "memberikan hasil bersejarah” di Indo-Pasifik dengan "berinvestasi dalam kemampuan, mengubah postur pasukan AS, dan menghubungkan sekutu dan mitra.”

Menanggapi pidato Austin, Letnan Jenderal Cina Jing Jianfeng mengatakan, strategi AS dimaksudkan "untuk menciptakan perpecahan, memprovokasi konfrontasi, dan merusak stabilitas.”

Menurut pakar ICG Hsiao, narasinya adalah bahwa "Cina memiliki niat damai, dan masalahnya bukan pada Cina, melainkan pada AS.” 

Pidato Menteri Pertahanan AS Austin Lloyd menyoroti pembangunan aliansi AS di AsiaFoto: Chad J. McNeeley/US Dod/EPA

Cina memperingatkan 'kelompok separatis' Taiwan

Soal Taiwan, yang menjadi pemantik utama yang berpotensi menimbulkan konflik di Asia, Dong menuduh AS telah mengirimkan "sinyal yang sangat salah” kepada "pasukan separatis” di pulau yang memiliki pemerintahan sendiri itu.

Cina mengklaim Taiwan sebagai wilayanya, dan meskipun para pejabat Cina berulang kali mengatakan "penyatuan kembali secara damai”, retorika Beijing menyiratkan bahwa mereka bersedia untuk menggunakan kekuatan jika diperlukan.

AS adalah penyokong keamanan utama Taiwan, dan Beijing menganggap hal ini sebagai campur tangan pihak luar dalam "urusan dalam negerinya.”

AS dan negara-negara Barat lainnya tidak memiliki hubungan diplomatik formal dengan Taiwan. Namun, memberikan dukungan tidak langsung, misalnya, melalui kunjungan politik tingkat tinggi, tanpa secara langsung mengakui pulau itu sebagai negara yang merdeka. 

Ketegangan di Laut Cina Selatan

Selain masalah Taiwan, perselisihan maritim di Laut Cina Selatan adalah titik sengketa lainnya antara AS dan Cina.

Meskipun ada keputusan internasional pada tahun 2016 yang menolak klaim teritorial Cina, Beijing bersikeras bahwa sebagian besar Laut Cina Selatan adalah milik Cina, bahkan bagian yang berjarak lebih dari seribu mil dari daratan Cina.

Bulan lalu, AS dan Filipina mengakhiri latihan militer gabungan berskala besar, saat kapal-kapal Cina terus mengganggu kapal-kapal Filipina di Zona Ekonomi Eksklusif Filipina yang diklaim oleh Cina.

Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. menjadi pembicara utama di KTT Singapura dan membuka dengan pidato yang bersumpah bahwa Filipina akan merespons jika ada tentara Filipina yang terbunuh oleh penggunaan meriam air oleh Cina terhadap kapal-kapal Filipina. Dia juga menegaskan,  "Filipina tidak akan mengalah” dalam masalah kedaulatan.

Menteri Pertahanan AS Austin juga memperingatkan,  "pelecehan yang dihadapi Filipina sangat berbahaya.” Dia menekankan,  "setiap negara, besar atau kecil, memiliki hak untuk menikmati sumber daya maritimnya sendiri.”

pkp/as

Yu-chen Li Li adalah Jurnalis multimedia dan saat ini bekerja sebagai koresponden Taipei di DW.