Latihan udara besar-besaran bertajuk "Vigilant Defense" oleh AS dan Korsel resmi dimulai pada Senin (30/10). Latihan ini dilakukan ketika Korea Utara telah meningkatkan kerja sama militer dengan Rusia.
Iklan
Amerika Serikat dan Korea Selatan melakukan latihan udara besar-besaran pada hari Senin (30/10/2023), dengan menggunakan 130 pesawat tempur dari kedua negara untuk mensimulasikan operasi masa perang selama 24 jam.
Latihan tahunan yang disebut Vigilant Defense ini akan berlangsung hingga Jumat (03/11/2023), menampilkan varian pesawat tempur siluman F-35 dari Amerika Serikat dan Korea Selatan, di antara pesawat-pesawat lainnya, demikian keterangan Angkatan Udara Korea Selatan.
Latihan ini bertujuan untuk meningkatkan interoperabilitas antara kedua militer dengan melakukan misi udara utama seperti latihan tembakan langsung dari udara ke permukaan, operasi kontra-udara defensif, dan pelatihan darurat lainnya.
"Kami akan mempertahankan kesiapan tempur terbaik untuk segera merespons dan menghukum dengan keras setiap provokasi oleh musuh melalui pelatihan intensif yang mensimulasikan situasi yang sebenarnya," kata perwakilan militer Korea Selatan dalam sebuah pernyataan.
Latihan ini dilakukan ketika Korea Utara telah meningkatkan kerja sama militer dengan Rusia, yang dikecam oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya di Asia sebagai upaya Pyongyang untuk meningkatkan kemampuan militernya sebagai imbalan atas dukungan senjata ke Moskow.
Menteri Luar Negeri Korea Utara Choe Son Hui mengatakan pada hari Sabtu (28/10/2023) hal tersebut adalah "keinginan kuat" Pyongyang untuk memperluas hubungan dengan Rusia, dan menambahkan bahwa hubungan mereka akan menjadi elemen "strategis yang kuat" jika keamanan di wilayah tersebut terancam.
Korea Utara telah lama mengutuk latihan gabungan antara Amerika Serikat dan Korea Selatan sebagai latihan untuk invasi dan bukti dari kebijakan yang bermusuhan oleh Washington dan Seoul.
Sejarah Perang Korea 1950-1953
Ambisi Kim Il Sung menguasai Semenanjung Korea tidak hanya merenggut jutaan nyawa, tetapi juga berakhir pahit untuk aliansi komunis di utara. Perang Korea gagal mengubah garis demarkasi yang masih bertahan hingga kini.
Foto: Public Domain
Korea Terbagi Dua
Selepas Perang Dunia II, Korea yang dijajah Jepang mendapat nasib serupa layaknya Jerman yang dibagi dua antara sekutu Barat dan Uni Soviet. Ketika AS membentuk pemerintahan boneka di bawah Presiden Syngman Rhee untuk kawasan di selatan garis lintang 38°, Uni Soviet membangun rezim komunis di bawah kepemimpinan Kim Il Sung.
Foto: Getty Images/AFP
Siasat Kim Lahirkan Perang Saudara
Awal 1949 Kim Il Sung berusaha meyakinkan Josef Stalin untuk memulai invasi ke selatan. Namun permintaan itu ditolak Stalin karena mengkhawatirkan intervensi AS. Terlebih serdadu Korut saat itu belum terlatih dan tidak mempunyai perlengkapan perang yang memadai. Atas desakan Kim, Soviet akhirnya membantu pelatihan militer Korut. Pada 1950 pasukan Korut sudah lebih mumpuni ketimbang serdadu Korsel
Foto: Bundesarchiv, Bild 183-R80329 / CC-BY-SA
Peluang Emas di Awal 1950
Keraguan Stalin bukan tanpa alasan. Sebelum 1950 Cina masih tenggelam dalam perang saudara antara kaum nasionalis dan komunis, pasukan AS masih bercokol di Korsel dan ilmuwan Soviet belum berhasil mengembangkan bom nuklir layaknya Amerika Serikat. Ketika situasi tersebut mulai berubah, Stalin memberikan lampu hijau bagi invasi pada April 1950.
Foto: picture-alliance/dpa/Bildfunk
Kekuatan Militer Korut
Berkat Soviet, pada pertengahan 1950-an Korut memiliki 200.000 serdadu yang terbagi dalam 10 divisi infanteri, satu divisi kendaraan lapis baja berkekuatan 280 tank dan satu divisi angkatan udara dengan 210 pesawat tempur. Militer Korut juga dipersenjatai 200 senjata artileri, 110 pesawat pembom dan satu divisi pasukan cadangan berkekuatan 30.000 serdadu dengan 114 pesawat tempur dan 105 tank
Foto: AFP/Getty Images
Kekuatan Militer Korsel
Sebaliknya kekuatan militer Korea selatan masih berada jauh di bawah saudaranya di utara. Secara umum Korsel hanya berkekuatan 98.000 pasukan, di antaranya cuma 65.000 yang memiliki kemampuan tempur, dan belasan pesawat, tapi tanpa tank tempur atau artileri berat. Saat itu pasukan AS banyak terkonsentrasi di Jepang dan hanya menempatkan 300 serdadu di Korsel.
Foto: picture-alliance/dpa
Badai Komunis Mengamuk di Selatan
Pada 25 Juni 1950 sekitar 75.000 pasukan Korut menyebrang garis lintang 38° untuk menginvasi Korea Selatan. Hanya dalam tiga hari Korut yang meniru strategi Blitzkrieg ala NAZI Jerman merebut ibu kota Seoul dengan mengandalkan divisi lapis baja dan serangan udara. Pada hari kelima kekuatan Korsel menyusut menjadi hanya 22.000 pasukan
Foto: picture-alliance/dpa
Arus Balik dari Busan
Kendati AS mulai memindahkan pasukan dari Jepang ke Korsel, hingga awal September 1950 pasukan Korut berhasil menguasai 90% wilayah selatan, kecuali secuil garis pertahanan di sekitar kota Busan. Dari kota inilah Amerika Serikat dan pasukan PBB melancarkan serangan balik yang kelak mengubur impian Kim Il Sung menguasai semenanjung Korea.
Foto: Public Domain
September Berdarah
Di bawah komando Jendral Douglas MacArthur, pasukan gabungan antara AS, PBB dan Korea Selatan yang kini berjumlah 180.000 serdadu mulai mematahkan kepungan Korut terhadap Busan. Berbeda dengan pasukan Sekutu, Korut yang tidak diperkuat bantuan laut dan udara mulai kewalahan dan dipaksa mundur semakin ke utara.
Foto: Public Domain
Nasib Buruk Berputar ke Utara
Pada 25 September pasukan sekutu berhasil merebut kembali Seoul. Serangan udara dan artileri militer AS berhasil menghancurkan sebagian besar tank dan senjata artileri milik Korut. Atas saran Cina, Kim menarik mundur pasukannya dari selatan. Jelang Oktober hanya sekitar 30.000 pasukan Korut yang berhasil kembali ke utara.
Foto: Public Domain
Intervensi Mao
Ketika pasukan AS melewati batas demarkasi pada 1 Oktober, Stalin dan Kim mendesak Mao Zedong dan Zhou Enlai agar mengirimkan enam divisi invanteri Cina ke Korea. Soviet sendiri sudah menegaskan tidak akan menurunkan langsung pasukannya. Permintaan tersebut baru dijawab pada 25 Oktober, setelah serangkaian perjalanan diplomasi antara Beijing dan Moskow.
Foto: gemeinfrei
Mundur Teratur
Hingga November 1950 pasukan AS tidak hanya merebut Pyongyang, tetapi juga berhasil merangsek hingga ke dekat perbatasan Cina. Kemenangan AS terhenti setelah pasukan Cina yang berkekuatan 200.000 tentara mulai melakukan serangan balik. Intervensi tersebut menyebabkan kekalahan besar pada pasukan AS yang terpaksa mengundurkan diri dari Korea Utara pada pertengahan Desember.
Foto: Public Domain
Berakhir dengan Kebuntuan
Hingga Juli 1951 pasukan Cina dan AS masih bertempur sengit di sekitar perbatasan garis lintang 38°. Baru pada pertengahan tahun kedua pihak mulai mengendurkan serangan yang menyebabkan situasi buntu. Setelah kematian Josef Stalin, sikap Uni Soviet mulai melunak dan pada 27. Juli 1953 kedua pihak menyepakati gencatan senjata yang masih berlaku hingga kini.
Foto: picture-alliance/dpa
Hilang Nyawa Terbuang
Pada akhir Perang Korea, sebanyak 33.000 pasukan AS dilaporkan tewas dalam pertempuran. Sementara Korsel melaporkan sebanyak 373.000 warga sipil dan 137.000 pasukan tewas. Sebaliknya Cina kehilangan 400.000 serdadu dan Korut 215.000 pasukan, serta 600.000 warga sipil. Secara umum angka kematian yang diderita kedua pihak mencapai 1,2 juta jiwa.
Foto: Public Domain
13 foto1 | 13
Berlatih dengan drone dan sensor laser
Sebelumnya, militer Seoul pada hari Sabtu (27/10) mengungkapkan bahwa pasukan Korea Selatan dan Amerika Serikat mengadakan latihan tempur bersama dengan melibatkan pesawat tanpa awak, kendaraan tanpa awak, dan sensor laser pada minggu ini sebagai bagian dari upaya untuk memodernisasi militer mereka.
Iklan
Latihan ini dilakukan saat militer Korea Selatan melakukan serangkaian latihan tahunan Hoguk musim gugur yang bertujuan untuk meningkatkan respons terhadap ancaman nuklir dan rudal Korea Utara.
Lebih dari 120 tentara dari kedua belah pihak bergabung untuk bertempur melawan tim terlatih dari pasukan lawan di kota tiruan yang tampak mirip dengan ibu kota Korea Utara, Pyongyang, yang dibangun di Pusat Pelatihan Tempur Korea di pegunungan di kota Inje di bagian timur.
Latihan itu juga memobilisasi berbagai sistem persenjataan berteknologi tinggi yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan tempur di masa depan, dengan pasukan yang menggunakan beberapa sistem yang melibatkan laser terintegrasi (MILES), serta menggunakan laser untuk mensimulasikan pertempuran yang sebenarnya.
Beberapa pesawat tak berawak diterbangkan untuk tujuan pengintaian, beberapa juga menembakkan senapan serbu, sementara Korea Selatan mengirimkan kendaraan tanpa awak serbaguna untuk mengangkut personel yang terluka.
Choi Jeong-Il, kapten Divisi Infanteri ke-25 Angkatan Darat Korea Selatan, yang dijuluki Brigade TIGER, mengatakan bahwa aset tak berawak dan peralatan MILES membantu mengidentifikasi musuh dan mengukur jumlah korban pasukan sekutu.
"Kami dapat mengonfirmasi pergerakan musuh menggunakan drone, dan menghantam mereka dengan peralatan serang mutakhir, yang memungkinkan kami untuk memaksimalkan hasil operasi sambil meminimalkan kerusakan pada pasukan kami," katanya.
Letnan Satu Derek Chen dari Tim Tempur Brigade Stryker ke-2 Divisi Infanteri ke-4 AS mengatakan bahwa latihan tersebut menawarkan "pengalaman yang membuka mata" dan aset-aset tersebut akan bermanfaat dalam operasi tempur di masa depan.
Angkatan Darat Korea Selatan meluncurkan brigade TIGER tahun lalu sebagai unit percontohan untuk operasi perang di masa depan dengan menggunakan pesawat tak berawak bertenaga kecerdasan buatan dan kendaraan tempur yang sangat mobile. Ini bertujuan untuk mengubah semua unit tempur berdasarkan model itu pada tahun 2040.
Angkatan Darat juga mengadakan apa yang disebut sebagai kompetisi perang masa depan internasional pertamanya selama lima hari hingga Sabtu, yang diikuti oleh sekitar 300 tentara dari lima negara termasuk Inggris, Uzbekistan, dan Kamboja.