AS dan UE Ungkap Rencana Pangkas Emisi Metana Tahun 2030
3 November 2021
Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan janji pengurangan metana global yang dipelopori Uni Eropa dan AS akan "segera memperlambat perubahan iklim." Lebih dari 100 negara telah menandatangani janji tersebut.
Gas metana digunakan untuk memasok pembangkit listrik dan penghangat ruanganFoto: Yuri Smityuk/TASS/dpa/picture alliance
Iklan
Lebih dari 100 negara, termasuk Indonesia, menyetujui kerangka kerja yang dibuat dalam KTT iklim COP26 di Glasgow pada hari Selasa (02/11), yang bertujuan untuk mengurangi emisi metana global sebesar 30% sebelum akhir dekade ini.
Kerangka kerja yang disebut Global Methane Pledge atau "Ikrar Metana Global", dipelopori oleh pemerintahan Presiden AS Joe Biden dan Uni Eropa.
"Salah satu hal terpenting yang dapat kita lakukan dalam dekade yang menentukan ini - untuk menjaga tujuan 1,5 derajat - mengurangi emisi metana kita secepat mungkin," kata Biden dalam pidatonya. "Ini adalah salah satu gas rumah kaca paling kuat yang pernah ada."
Negara-negara penghasil metana tidak turut serta
Ketua Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen mengatakan perjanjian itu akan "segera memperlambat perubahan iklim."
Lebih lanjut, Von der Leyen mengatakan bahwa sekitar 30% pemanasan global sejak revolusi industri disebabkan oleh metana.
"Saat ini emisi metana global tumbuh lebih cepat daripada kapan pun di masa lalu," ujarnya seraya menambahkan bahwa mengurangi metana adalah salah satu cara paling efektif untuk mengurangi pemanasan jangka pendek dan menjaga tujuan pemanasan 1,5 derajat Celsius Perjanjian Iklim Paris tetap hidup.
Brasil, penghasil metana utama, adalah salah satu penandatangan perjanjian tersebut. Namun, tiga negara lain seperti Cina, Rusia, dan India, yang juga merupakan penghasil metana utama, tidak menandatangani ikrar tersebut.
AS telah menyusun rencana
Helen Mountford, Wakil Presiden Iklim dan Ekonomi di World Resources Institute (WRI) di Washington DC, mengatakan ikrar itu "menetapkan dasar yang kuat dalam hal ambisi yang kita butuhkan secara global."
"Tindakan cepat dan kuat untuk memangkas emisi metana memberikan berbagai manfaat, mulai dari membatasi pemanasan jangka pendek dan mengurangi polusi udara hingga meningkatkan ketahanan pangan dan kesehatan masyarakat yang lebih baik," kata Mountford dalam siaran persnya.
Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA) mengatakan bahwa mereka sedang merencanakan "perlindungan baru yang komprehensif untuk mengurangi secara signifikan polusi dari industri minyak dan gas alam."
"Aturan yang diusulkan akan mengurangi 41 juta ton emisi metana dari tahun 2023 hingga 2035, setara dengan 920 juta metrik ton karbon dioksida," kata EPA dalam sebuah pernyataan dilansir kantor berita AFP.
"Itu lebih dari jumlah karbon dioksida yang dihasilkan dari semua penumpang mobil dan pesawat komersial AS pada tahun 2019," lanjut pernyataan itu.
10 Kota Dengan Jejak Karbon Tertinggi Di Dunia
Kota-kota menyumbangkan sebagian besar emisi karbon global. 100 pusat perkotaan membentuk 18 persen emisi di seluruh dunia. Inilah 10 kota metropolitan dengan jejak karbon tertinggi.
Foto: picture-alliance/AP/Joseph Nair
10. Riyadh, Arab Saudi
Kota terbesar di Arab Saudi ini adalah juga kota paling tercemar, terutama karena aktivitas industrinya. Para peneliti menemukan bahwa kota berpenduduk padat menyumbang sebagian besar emisi total di sebuah negara. Area kota besar menghabiskan lebih dari 70 persen total energi dunia - yang berarti bahwa kota-kota metropolitan punya pengaruh besar mengubah situasi iklim global.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Schreiber
9. Tokyo, Jepang
Hanya sekitar 2 persen mobil baru yang dijual di Tokyo ramah lingkungan. Daerah perkotaan Tokyo-Yokohama, dengan populasi urban terbesar dunia, memancarkan CO2 dalam jumlah besar setiap tahun - 62 juta ton untuk Tokyo saja. Tetapi Deklarasi Tokyo baru-baru ini memberi harapan: 22 metropolitan telah berkomitmen untuk mengatasi polusi udara dan mempromosikan kendaraan nol-emisi.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Tödt
8. Chicago, Amerika Serikat
Inilah kota ketiga terpadat di AS, dan memiliki jejak karbon terbesar ketiga. Polusi di wilayah metropolitan Chicago meningkat secara signifikan antara 2014 dan 2016, menurut sebuah studi dari American Lung Association. Chicago juga digolongkan sebagai kota terkotor ketiga di AS. Lalu kota manakah yang kedua lainnya?
Foto: picture-alliance/AA/B. S. Sasmaz
7. Singapura
Banyak industri di Singapura masih terbelakang, menurut besarnya emisi emisi CO2. Sektor manufaktur akan mencapai 60 persen dari seluruh emisi kota ini pada tahun 2020. Tetapi pemerintah Singapura telah menyadari bahwa inilah saatnya untuk bertindak, dan menyatakan 2018 sebagai tahun aksi iklim. Singapura juga mengumumkan pajak karbon atas fasilitas-fasilitas yang sangat polutif.
Foto: picture-alliance/AP/Joseph Nair
6. Shanghai, Cina
Tidak mengherankan kalau Shanghai masuk peringkat 10 besar, karena kota ini termasuk kota terpadat dunia. Kemacetan telah menyebabkan masalah lingkungan yang serius, termasuk polusi udara dan air. Seperti di banyak kota Cina lainnya, pembangkit listrik dan lalu lintas adalah penyebab utama emisi karbonnya.
Foto: picture-alliance/Imaginechina/Z. Yang
5. Los Angeles, Amerika Serikat
Kualitas udara di kota ini digolongkan sebagai yang terburuk di AS. Tapi Negara Bagian California telah menetapkan target ambisius untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sampai 40 persen pada 2030. Terutama dengan menggunakan energi bersih dan mendukung mobil listrik atau hibrida. Gubernur California Jerry Brown telah mengambil peran utama dalam perang melawan perubahan iklim.
Foto: picture-alliance/Bildagentur-online/Rossi
4. Hong Kong, Cina
Wilayah otonomi khusus Cina ini berpenduduk padat. Ribuan kendaraan setiap hari memenuhi jalan. Selain itu, pembangkit listrik tenaga batu bara dan industri memuntahkan asap dan mencemari udara. Menurut Departemen Perlindungan Lingkungan, sektor pengiriman kargo juga bertanggung jawab sampai 50 persen dari emisi karbon Hongkong.
Foto: picture alliance/dpa/L. Xiaoyang
3. New York, Amerika Serikat
Kota terpadat di AS ini menempati ranking ketiga dalam peringkat kota dengan jejak karbon tertinggi dunia. Tapi Los Angeles bekerja keras untuk mengurangi emisinya. Pada bulan Januari, pemerintah kota menggugat lima perusahaan minyak terbesar dunia - BP, Chevron, ConocoPhillips, ExxonMobil, dan Royal Dutch Shell - karena kontribusi mereka terhadap perubahan iklim dan dampaknya terhadap kota.
Foto: picture-alliance/Sergi Reboredo
2. Guangzhou, Cina
Di kota terpadat ketiga di Cina ini, pabrik dan kendaraan terus menerus mengeluarkan emisi berbahaya. Smog menjadi pemandangan sehari-hari. Tapi Guangzhou telah berkomitmen untuk mengganti seluruh armada bus dan taksi berbahan bakar fosil dengan kendaraan listrik murni sampai tahun 2020. Langkah itu diambil setelah kampanye besar-besaran oleh kelompok-kelompok lingkungan seperti Greenpeace.
Foto: CC/Karl Fjellstorm, itdp-china
1. Seoul, Korea Selatan
Seoul adalah kota metropolitan dengan jejak karbon tertinggi di dunia. Polusi udara jadi masalah lingkungan dan kesehatan terbesar: Lebih 30.000 ton polutan berbahaya dikeluarkan ke udara hanya dari 10 pembangkit listrik tenaga batu bara. Dalam beberapa tahun terakhir, kota ini telah menghentikan operasi pembangkit listrik ini untuk mengatasi masalah tersebut. (hp/vlz)
Foto: Getty Images/AFP/E. Jones
10 foto1 | 10
Apa itu metana?
Metana, juga dikenal dengan senyawa kimianya CH4, adalah gas yang memiliki dampak besar pada pemanasan global. Sumber emisi metana berasal dari kegiatan manusia maupun dari sumber-sumber alamiah.
Metana ditemukan tidak hanya dalam gas alam yang memasok pembangkit listrik dan memanaskan rumah, tetapi juga dari penguraian sampah, kegiatan pertanian, peternakan, maupun lahan basah.
Meskipun jumlah metana yang dipancarkan tidak sebesar jumlah CO2, tetapi satu ton metana menyebabkan kira-kira setara dengan pemanasan sedikitnya 28 ton CO2 selama satu abad. Dalam dua dekade terakhir saja, negara-negara di seluruh dunia telah meningkatkan keluaran emisi sebesar 10%.
Manusia dianggap bertanggung jawab atas 60% keluaran emisi, dengan kegiatan pertanian menempati posisi teratas, diikuti oleh industri bahan bakar fosil dan sektor limbah.
Lebih lanjut, satu faktor risiko utama bertambahnya emisi metana adalah pencairan lapisan es. Saat Bumi memanas, area yang telah lama membeku ini mulai melepaskan ribuan tahun metana dan CO2 yang telah terperangkap selama ribuan tahun.