AS dan Ukraina Bahas tentang Deeskalasi Tanpa Batas Waktu
28 Januari 2022
Pembicaraan antara Presiden Amerika Serikat dan Ukraina terjadi setelah Kremlin menuduh Washington tidak mau mengatasi masalah keamanannya. Kini, Washington ingin Dewan Keamanan PBB yang membahas masalah tersebut.
Iklan
Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Presiden Ukraina Volodymyz Zelenskyy pada Kamis (27/01), berbicara lewat telepon dan mendiskusikan upaya deeskalasi di Ukraina.
"Pembicaraan yang panjang dengan POTUS," bunyi cuitan Zelenskyy. "Membahas upaya diplomatik tentang deeskalasi dan menyepakati tindakan bersama untuk masa depan. Terima kasih kepada Presiden Joe Biden atas bantuan militer yang berkelanjutan. Serta kemungkinan dukungan keuangan untuk Ukraina juga dibahas."
Biden memimpin upaya membangun kekuatan persatuan negara Barat untuk melawan tekanan militer Rusia di Ukraina, yang telah membuat Moskow marah sehingga berusaha berintegrasi dengan Barat.
Biden "menegaskan kembali kesiapan Amerika Serikat bersama sekutu dan mitranya untuk merespons dengan tegas jika Rusia menginvasi Ukraina lebih lanjut," rilis dari Gedung Putih.
Pernyataan tersebut menunjukan bahwa pemerintahan Biden "sedang menjajaki dukungan makroekonomi tambahan untuk membantu ekonomi Ukraina di tengah tekanan akibat pembangunan militer Rusia."
Pembicaraan dua presiden itu terjadi usai Rusia mengumumkan bahwa AS tidak bersedia untuk mengatasi masalah keamanan utamanya dalam kebuntuan atas Ukraina, tetapi tetap membuka pintu untuk dialog lebih lanjut.
AS dan NATO menyampaikan tanggapan tertulis pada Rabu (26/01), terkait tuntutan yang disampaikan Rusia, dengan menjelaskan kembali peraturan keamanan pasca-Perang Dingin di Eropa sejak Rusia mengumpulkan pasukan di dekat Ukraina, yang memicu kekhawatiran Barat akan invasi.
Setelah pembicaraan di telepon, Washington meminta agar Dewan Keamanan PBB bertemu untuk membahas ancaman yang disampaikan Rusia atas Ukraina.
Iklan
Tidak terburu-buru mengambil kesimpulan
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan Moskow membutuhkan waktu untuk meninjau tanggapan tersebut dan tidak akan terburu-buru mengambil kesimpulan, tetapi pernyataan AS dan NATO yang menggambarkan tuntutan utama Rusia tidak dapat diterima dan tidak memberikan ruang untuk optimisme.
"Berdasarkan apa yang dikatakan rekan-rekan kami (AS dan NATO) kemarin, sangat jelas bahwa pada kategori utama yang diuraikan dalam rancangan dokumen itu ... kami tidak dapat mengatakan bahwa pemikiran kami telah diperhitungkan atau bahwa kesediaan telah ditunjukkan untuk mempertimbangkan menjadi perhatian kami," katanya. "Namun, kami tidak akan terburu-buru dengan penilaian kami."
Fyodor Lukyanov, pemimpin redaksi jurnal Russia in Global Affairs, mengatakan kepada DW bahwa dari sudut pandang Rusia, ekspansi NATO ke arah timur menjadi perhatian.
"NATO adalah aliansi militer, yang meningkat lebih dari dua kali lipat dalam 30 tahun, tapi tidak ada kasus Perang Dingin, dan itu mendekati perbatasan Rusia," katanya. "Anda mungkin mengatakan Rusia paranoid, tetapi jika Anda hanya melihat situasi objektif ini, saya pikir militer mana pun di dunia akan merasa sedikit khawatir."
Apa Arti Warna dari Sebuah Revolusi?
Dari baju hitam yang dipakai demonstran Hong Kong, sampai spanduk oranye yang digunakan demonstran Ukraina, beginilah cara mereka mengadopsi warna untuk mewakili gerakan perubahan.
Foto: AFP/Getty Images/F. Belaid
Hong Kong berpakaian hitam
Hitam, yang dipilih karena berkaitan dengan berkabung dan duka, adalah warna pilihan ratusan ribu demonstran yang turun ke jalan di Hong Kong untuk memperjuangkan demokrasi di metropolis mereka. Demonstran penentang, yang mendukung walikota pro Beijing, memilih putih untuk membedakan diri.
Foto: AFP/H. Retamal
Revolusi payung kuning Hong Kong
Aksi protes Hong Kong tidak selalu hitam putih. Di tahun 2014 pada masa yang disebut Revolusi Payung, para demonstran menuntut diadakannya pemilu yang bebas dan reformasi-reformasi demokratis untuk kota semi otonom mereka. Payung-payung kuning dipilih sebagai simbol. Para demonstran menggunakannya untuk menangkis gas air mata yang ditembakkan polisi.
Foto: AFP/Getty Images/A. Wallace
Oranye pilihan Ukraina
Menggantikan warna merah, yang sering dikaitkan dengan komunisme pada zaman Uni Soviet, oranye adalah warna pilihan pihak oposisi pada masa “Revolusi Oranye” Ukraina di tahun 2004. Selama 17 hari di musim dingin Ukraina yang keras, warga dari berbagai kelas sosial bersatu untuk mendukung kandidat oposisi Viktor Yushenko.
Foto: Sergey Dolzhenko/picture-alliance/dpa
Revolusi Safron di Myanmar
Demonstrasi damai di Myanmar pada tahun 2007 menjadi terkenal dengan warna safron, yang merupakan warna khas jubah biksu Buddha. Di garis depan aksi protes menentang pemerintah militer, mahasiswa dan aktivis politik ikut bergabung dengan para biksu. Banyak perempuan juga ikut berdemonstrasi.
Foto: picture alliance/AP Photo
Revolusi Kuning Filipina
Setelah tiga tahun berdemonstrasi menentang presiden Ferdinand Marcos dan rezimya dari tahun 1983 sampai 1986, warga Filipina memenangkan sebuah revolusi damai. Ini sering disebut sebagai “Revolusi Kuning” karena warna pita yang dipegang para demonstran ketika berkumpul. Foto ini menunjukkan konfeti kuning yang dilemparkan untuk mengenang hari peringatan revolusi tersebut pada tahun 2013.
Foto: imago
Gerakan Hijau Iran
Warna hijau dianggap sebagai warna Islam dan dipilih oleh para demonstrantan yang menentang pemerintah pada masa pemilihan umum di Iran tahun 2009-2010. Para demonstran menuduh rezim waktu itu memalsukan hasil pemilihan. Rezimnya bereaksi dengan cepat, melukai para demonstran yang tidak berdaya dan menahan sekitar 4.000 orang. Sekarang aksi demonstrasi ini masih disebut sebagai “Gerakan Hijau”.
Foto: picture-alliance/dpa/Stringer
Revolusi warna-warni Makedonia
Kenapa memilih satu warna saja jika bisa menggunakan semuanya? Untuk memprotes menentang keputusan pemerintah untuk menghentikan penyelidikan dalam skandal penyadapan pada tahun 2016, para demonstran Makedonia berkumpul di ibu kota negara ini pada pertengahan April untuk menunjukkan ketidakpuasan mereka. Banyak yang melemparkan cat berwarna-warni ke gedung-gedung pemerintah.
Foto: Getty Images/AFP/R. Atanasovski
Revolusi Anyelir di Portugal
Berbagai bunga juga digunakan untuk melambangkan protes penting di sejarah modern. Setelah kudeta sukses di Portugal pada tanggal 25 April 1974, yang mengakhiri kediktatoran selama bertahun-tahun, warga yang sangat gembira merayakan ini dengan menaruh anyelir merah di senjata-senjata para pejuang mereka. Ini adalah bentuk mekarnya sebuah era demokrasi baru, yang diikuti oleh Spanyol dan Yunani.
Foto: picture-alliance/dpa/M. de Almeida
Revolusi Anggur di Moldova
Di Moldova, “Revolusi Anggur” adalah nama yang diberikan kepada aksi protes menentang hasil pemilu pada tahun 2009. Setelah partai komunis menang, para demonstran turun ke jalan. Nama ini dilaporkan mengacu kepada banyak kebun anggur yang ada di Moldova. Revolusi ini tidak berkembang sampai sebesar yang terjadi di negara-negara mantan Uni Soviet lainnya, seperti di Ukraina.
Foto: picture-alliance/dpa/D. Doru
Revolusi Melati di Tunisia?
Selama 28 hari pada tahun 2011, warga Tunisia turun ke jalan untuk memprotes korupsi, pengangguran dan kondisi hidup yang miskin. Menariknya, nama “Revolusi Melati” populer di media Barat, tetapi tidak di Tunisia sendiri. Sebaliknya, rakyat Tunisia menyebut ini sebagai “Revolusi Kehormatan”, karena penggulingan Presiden Ben Ali pada tahun 1987 sudah disebut “Revolusi Melati”. (ag/pkp)
Foto: AFP/Getty Images/F. Belaid
10 foto1 | 10
'Kami tidak tahu apakah Rusia sedang bermain-main'
Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki dengan hati-hati mengatakan pemerintahan Biden melihat ada harapan bahwa Rusia akan menjaga komunikasi tetap terbuka, meskipun mereka mengatakan tidak memiliki optimisme.
"Kami tidak tahu apakah Rusia memainkan permainan diplomasi," kata Psaki. Kami harap tidak."
Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Politik Victoria Nuland menambahkan bahwa sementara AS dan sekutunya lebih memilih solusi diplomatik untuk ketegangan di perbatasan Ukraina-Rusia, mereka juga sepakat bahwa dalam kasus invasi, sanksi terhadap Rusia akan berat.
"Kami bersatu, bersatu dalam preferensi kami untuk diplomasi. Namun, kami juga bersatu dalam tekad kami bahwa jika Moskow menolak tawaran dialog kami, konsekuensinya harus cepat dan berat," kata Nuland.
Pembicaraan sejauh ini tidak berhasil. Utusan dari Ukraina, Rusia, Prancis, dan Jerman bertemu di Paris pada Rabu (26/01) untuk membahas cara-cara menyelesaikan konflik itu, tidak mencapai kemajuan yang terlihat, tetapi setuju untuk mengadakan pertemuan lain dalam dua minggu.