AS Jatuhi Sanksi Pejabat Tinggi Cina Terkait Konflik Uighur
10 Juli 2020Amerika Serikat pada hari Kamis (09/07) menjatuhkan sanksi kepada tiga pejabat tinggi Cina yang diduga melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap minoritas Muslim Uighur. Langkah ini diprediksi akan menambah ketegangan antara Washington dan Beijing.
Washington telah memasukkan Sekretaris Partai Komunis wilayah Xinjiang, Chen Quanguo, yang juga merupakan anggota Politbiro, beserta tiga pejabat tinggi lainnya ke dalam daftar hitam. Dua pejabat lain yang terkena sanksi penuh adalah Wang Mingshan, direktur dan sekretaris Partai Komunis Biro Keamanan Umum Xinjiang, dan Zhu Hailun, mantan pemimpin senior Komunis di wilayah tersebut.
Washington juga mengatakan tidak akan memberikan visa kepada para pejabat tersebut dan akan membekukan aset mereka di AS. Sedangkan orang keempat yang terkena sanksi adalah mantan pejabat keamanan Huo Liujun, yang secara terpisah tidak dikenai pembatasan visa.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan Amerika Serikat bertindak melawan "pelanggaran yang mengerikan dan sistematis" di wilayah barat Cina termasuk kerja paksa, penahanan massal, dan kontrol populasi secara paksa.
"Amerika Serikat tidak akan berpangku tangan ketika Partai Komunis Cina melakukan pelanggaran HAM yang menarget warga Uighur, etnik Kazakh dan anggota kelompok minoritas lainnya di Xinjiang," kata menteri luar negeri AS Michael Pompeo dalam sebuah pernyataan.
Pompeo juga mengatakan bahwa Washington juga melarang Chen, Zhu, Wang beserta keluarga dekat mereka, serta pejabat Partai Komunis Cina lain yang tidak disebutkan namanya, untuk melakukan perjalanan ke Amerika Serikat.
Pembatasan perjalanan dan kegiatan bisnis
Sanksi terhadap empat orang pejabat dan mantan pejabat tersebut juga dijatuhkan oleh Departemen Kontrol Aset Asing (OFAC) di Kementerian Keuangan AS pada hari Kamis. Selain itu, sanksi juga dijatuhkan kepada satu badan pemerintah Cina.
"Amerika Serikat berkomitmen menggunakan seluruh kekuatan keuangannya untuk meminta pertanggungjawaban para pelanggar HAM di Xinjiang dan di seluruh dunia," ujar Menteri Keuangan AS Steven T. Mnuchin seperti dikutip dari pernyataan pers, Kamis.
Sanksi terhadap para pejabat Cina ini dijatuhkan berdasarkanGlobal Magnitsky Act, yang memungkinkan pemerintah AS untuk menargetkan pelanggar hak asasi manusia di seluruh dunia dengan membekukan aset mereka di AS, melarang perjalanan ke AS, dan melarang orang Amerika melakukan bisnis dengan mereka. Selain Cina, AS juga pernah menjatuhkan sanksi kepada sejumlah individu dari Arab Saudi, Rusia, Myanmar dan Korea Utara berdasarkan Global Magnitsky Act.
Pemberian sanksi dari Kementerian Keuangan juga berarti bahwa melakukan transaksi keuangan dengan ketiga orang tersebut di AS akan dikategorikan sebagai tindakan kejahatan.
Seorang pejabat senior AS yang memberi pengarahan singkat kepada wartawan setelah pengumuman itu menggambarkan Chen Quanguo sebagai pejabat tertinggi Cina yang pernah dijatuhi sanksi oleh Amerika Serikat.
Daftar hitam itu "bukan lelucon," ujar pejabat tersebut. "Tidak hanya berpengaruh secara simbolik dan reputasi, tetapi itu memiliki dampak nyata terhadap kemampuan seseorang untuk melakukan perjalanan di seluruh dunia dan menjalankan bisnis."
Cina ancam tindakan balasan
Sementara itu, pemerintah Cina mengatakan pihaknya akan memberlakukan langkah-langkah balasan terkait penjatuhan sanksi dari AS.
"Tindakan AS dengan serius mencampuri urusan dalam negeri Cina, dengan serius melanggar norma dasar hubungan internasional, dan secara serius merusak hubungan Cina-AS," kata jJuru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Zhao Lijian, dalam sebuah pengumuman kepada wartawan, Jumat (10/07).
"Cina telah memutuskan untuk memberlakukan tindakan balasan terhadap institusi AS yang relevan dan individu yang berperilaku buruk terkait isu-isu Xinjiang," kata Zhao, tanpa memberikan rincian tentang sanksi balasan tersebut.
Selain itu, Cina juga menolak prospek untuk bergabung dalam perundingan pembatasan senjata nuklir dengan AS. Zhao Lijian mengatakan kepada wartawan bahwa AS "tidak serius dan tidak tulus" dalam negosiasi yang diusulkan.
Cina yang memiliki persenjataan nuklir terbesar di dunia setelah AS dan Rusia telah menyatakan tidak akan bergabung dalam pembicaraan dengan Washington dan Moskow untuk mengurangi jumlah hulu ledaknya.
“Keberatan Cina terhadap apa yang disebut negosiasi kontrol senjata trilateral sangat jelas, dan AS tahu betul akan hal ini. Tapi, AS tetap berkeras dalam masalah ini dan bahkan mendistorsi posisi Cina,” ujar Zhao.
Namun, Zhao tampaknya membuka pintu untuk beberapa bentuk diskusi dan mengatakan bahwa Washington perlu “menciptakan kondisi bagi negara-negara bersenjata nuklir lain untuk berpartisipasi dalam negosiasi pelucutan senjata nuklir.”
Cina juga telah membantah melakukan penganiayaan terhadap Muslim Uighur dan mengatakan kamp-kamp yang mereka bangun adalah untuk menyediakan pelatihan kejuruan dan dibutuhkan untuk memerangi ekstremisme.
Meski selama ini dikenal dengan pernyataannya yang keras terhadap Cina, Presiden AS Donald Trump dalam sebuah wawancara bulan lalu mengatakan bahwa dia menunda sanksi yang lebih keras terhadap Cina atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Uighur karena khawatir langkah ini akan mengganggu negosiasi perdagangan dengan Beijing.
ae/as (Reuters, AFP, state.gov, AP)