Sepekan Sebelum Lengser, Trump Jatuhkan Sanksi Terhadap Iran
6 Januari 2021
Di akhir masa jabatannya, Donald Trump kembali menjatuhkan sanksi tambahan terhadap industri baja Iran. Ekspor logam merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar bagi negeri mullah tersebut.
Iklan
Sebanyak 12 produsen besi dan baja Iran, sebuah perusahaan Cina dan tiga makelar asing yang berdagang produk logam Iran dimasukkan ke dalam daftar hitam embargo oleh Amerika Serikat, Rabu (06/01).
Keputusan itu dibuat untuk menyusutkan sumber pemasukan bagi Iran, sebagai salah satu kebijakan terakhir pemerintahan Donald Trump.
"Pemerintah Trump tetap berkomitmen menghentikan kucuran dana kepada rezim Iran,” kata Menteri Keuangan Steven Mnuchin dalam keterangan pers.
Kementerian menyebut perusahaan Cina, Kaifeng Pingmei (KFCC), menyediakan ribuan ton bahan baku pembuatan baja kepada Iran antara Desember 2019 dan Juni 2020. Perusahaan induk KFCC, Henan Yichen New Energy, mengaku belum mengetahui perihal sanksi AS.
Ketika mengakuisisi saham mayoritas di KFCC pada 2019 lalu, Yichen yang dikuasai pemerintah provinsi Henan menyatakan ekspor baja ke Timur Tengah, Asia Tenggara, dan Eropa mewakili separuh dari keuntungan anak perusahaannya itu.
Pemasukan dari ekspor baja
Adapun perusahaan Iran yang dikenakan sanksi adalah Pasargad Steel Complex, yang diyakini dikuasai Garda Revolusi (IRGC). Menurut Kementerian Keuangan AS, "sektor logam merupakan sumber pemasukan yang penting bagi rezim Iran, ia mencipakan kemakmuran bagi pemimpin-pemimpin korupnya.”
Sejak beberapa tahun terakhir pemerintah Iran banyak berinvestasi di industri logam. Jika pada 2017, Iran masih menempati posisi ke-17 dalam daftar negara produsen besi terbesar versi Asosiasi Besi Dunia (WSA), setahun kemudian peringkatnya melompat ke sepuluh besar.
Seperti dilansir dari Teheran Times, Asosiasi Produsen Besi Iran (ISPA) Agustus 2020 lalu mengklaim punya kapasitas ekspor besi sebanyak 15 juta ton per tahun. Saat ini pun kapasitas produksi di dalam negeri sudah menyentuh angka 30 juta ton. Penjualan separuh dari hasil produksi nasional bisa menghasilkan US$ tujuh miliar (Rp 98 triliun) untuk kas negara, klaim ISPA.
Pada Mei 2019, AS menerapkan embargo ekspor bagi industri logam Iran, yang diklaim mampu memangkas 10 persen dari nilai ekspor tahunan. Juni silam, Kemenkeu di Washington menjatuhkan sanksi tambahan yang juga membidik sektor logam Iran.
Sanksi kali ini termasuk pembekuan aset di wilayah AS, dan mengancam sanksi bagi perusahaan yang berbisnis dengan perusahaan Iran terkait.
rzn/rap (ap, rtr)
Mengenang 40 Tahun Perang Iran vs Irak
Perang Iran-Irak jadi salah satu konflik militer terkelam di Timur Tengah. Berlangsung delapan tahun menjadi saksi penggunaan senjata kimia, tewasnya ratusan ribu orang, serta mengubah wilayah dan situasi politik global.
Foto: picture-alliance/Bildarchiv
Konflik teritorial
Pada 22 September 1980, diktator Irak Saddam Hussein mengirim pasukannya ke negara tetangga Iran. Ini jadi awal mula perang mematikan selama delapan tahun yang menewaskan ratusan ribu orang. Konflik perbatasan wilayah berlarut-larut jadi pemicu perselisihan dua negara mayoritas Muslim Syiah ini.
Foto: defapress
Perjanjian Aljazair
Lima tahun sebelumnya, pada Maret 1975, Saddam Hussein, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden Irak, dan Raja Iran saat itu Shah Pahlevi menandatangani perjanjian di Aljazair, untuk menyelesaikan sengketa perbatasan. Baghdad menuduh Teheran merencanakan serangan dan memutuskan mengevakuasi tiga pulau strategis di Selat Hormuz, yang diklaim milik Iran dan UEA.
Foto: Gemeinfrei
Sumber air
Pada 17 September 1980, Baghdad menyatakan Perjanjian Aljazair batal demi hukum dan menuntut kendali atas semua wilayah perbatasan Shatt al-Arab, sungai sepanjang 200 kilometer pertemuan sungai Tigris dan Sungai Efrat yang bermuara di Teluk Persia.
Foto: picture-alliance/AP Photo/N. al-Jurani
Pemboman pelabuhan dan kota
Pasukan Irak meledakkan bandara Iran, termasuk yang ada di Teheran, serta fasilitas militer dan kilang minyak Iran. Pada pekan pertama pasukan Irak berhasil merebut kota Qasr-e Shirin dan Mehran, serta pelabuhan Khorramshahr di barat daya Iran, di mana posisi Sungai Shatt al-Arab bermuara.
Foto: picture-alliance/Bildarchiv
Musuh bersama
Banyak negara Teluk, termasuk Arab Saudi dan Kuwait, mendukung Baghdad dalam perang melawan Iran. Hal ini didasari kekhawatiran atas perlawanan Syiah di Timur Tengah yang dipelopori oleh Ayatollah Khomeini dalam Revolusi Iran. Negara-negara Barat juga mendukung Baghdad dan menjual senjata kepada Saddam Hussein.
Foto: Getty Images/Keystone
Dipukul mundur Iran
Serangan balik Iran mengejutkan Irak ketika Teheran berhasil menguasai kembali pelabuhan Khorramshahr. Baghdad mengumumkan gencatan senjata dan menarik kembali pasukannya, tetapi Teheran menolaknya dan terus membom kota-kota Irak. Sejak April 1984, kedua belah pihak terlibat dalam "perang kota", di mana sekitar 30 kota di kedua belah pihak dihujani serangan rudal.
Foto: picture-alliance/dpa/UPI
Penggunaan senjata kimia
Salah satu yang jadi sorotan dalamperang ini adalah penggunaan senjata kimia. Teheran pertama kali melontarkan tuduhan tahun 1984 - dikonfirmasi oleh PBB - dan juga pada tahun 1988. Juni 1987, pasukan Irak menjatuhkan gas beracun di kota Sardasht, Iran. Maret 1988, Iran mengklaim Baghdad menggunakan senjata kimia kepada penduduk sipilnya di kota Halabja di utara Irak yang dikuasai Iran.
Foto: Fred Ernst/AP/picture-alliance
Gencatan senjata
Pada 18 Juli 1988, Khomeini menerima resolusi Dewan Keamanan PBB untuk mengakhiri perang. Meskipun jumlah pasti dari mereka yang tewas dalam perang tidak diketahui, sedikitnya 650.000 orang tewas dalam perang tersebut. Gencatan senjata diumumkan pada 20 Agustus 1988.
Foto: Sassan Moayedi
Lembaran baru
Penggulingan rezim Saddam Hussein oleh AS pada tahun 2003 membuka era baru di Timur Tengah. Hubungan antara Irak dan Iran telah membaik sejak saat itu dan kedua negara meningkatkan kerjasamanya dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya. (Ed: rap/hp)