Subsidi besar-besaran Amerika Serikat untuk sejumlah perusahaannya telah memicu kekhawatiran di Eropa, karena langkah itu dipandang merugikan perusahaan-perusahaan Eropa.
Iklan
Uni Eropa dan Amerika Serikat pada hari Senin (05/12) mengatakan mereka akan mengintensifkan pembicaraan untuk mengatasi kekhawatiran atas rencana subsidi AS terhadap sejumlah perusahaannya.
Undang-Undang Peredaman Inflasi Washington (IRA) telah memicu kekhawatiran di Eropa bahwa bantuan kepada perusahaan-perusahaan AS itu dapat merugikan perusahaan-perusahaan Eropa.
Rencana mengatasi perubahan iklim dan inflasi mencakup subsidi sekitar $370 miliar dan keringanan pajak untuk pembelian produk buatan AS. Hanya negara-negara yang memiliki kesepakatan perdagangan bebas dengan AS, seperti Kanada dan Meksiko, yang dapat memperoleh manfaat dari subsidi tersebut.
"Kami mengakui keprihatinan UE dan menekankan komitmen untuk mengatasinya secara konstruktif," kata kedua belah pihak dalam pernyataan bersama setelah bertemu di University of Maryland.
Pernyataan itu menambahkan bahwa dialog kedua belah pihak menghasilkan "kemajuan".
7 Pengusaha Yang Raup Untung Selama Pandemi Corona
Banyak industri yang terpukul oleh krisis virus corona. Tetapi ada juga bisnis yang mengeruk keuntungan besar di masa pandemi.
Foto: Pawan Sharma/AFP/Getty Images
Jeff Bezos, Amazon
Pendiri Amazon Jeff Bezos tentu bermain di kelas tersendiri. Perusahaan e-commerce miliknya dengan cepat melejit selama pandemi Covid-19. Nilai saham Amazon terus menerus mencatat rekor baru, membuat Jeff Bezos menjadi orang terkaya, yang makin kaya lagi selama krisis virus corona, dengan nilai kekayaan USD 193 miliar menurut majalah Forbes.
Foto: Dennis Van TIne/Star Max//AP Images/picture alliance
Elon Musk, Tesla
Perusahaan Tesla milik Elon Musk memang membuat mobil, tetapi di bursa harga sahamnya melejit seperti roket meluncur ke antariksa. Tesla termasuk perusahaan yang mengeruk keuntungan dari antusiasme selama pandemi. Beberapa waktu lalu, Elon Musk menyalip Bill Gates (Microsoft) dalam daftar orang terkaya dunia dan kini menempati peringkat kedua, dengan kekayaan sekitar USD 132 miliar.
Foto: Getty Images/M. Hitij
Eric Yuan, Zoom
Meningkatnya jumlah orang yang bekerja dari rumah di masa pandemi, menjadi keuntungan besar bagi Eric Yuan. Pendiri Zoom ini pindah dari Cina ke AS ketika dia berusia 27 tahun. Dia meluncurkan platform komunikasi videonya Zoom di pasar bursa pada 2019. Sejak pecahnya krisis virus corona, nilai sahamnya ibarat meledak. Eric Yuan diperkirakan memiliki kekayaan sekitar USD 19 miliar.
Foto: Kena Betancur/Getty Images
John Foley, Peloton
Tahun 2013, John Foley masih berkeliling kesana-kemari mempromosikan peralatan fitnesnya. Di saat pandemi, ketika banyak orang harus tinggal di rumah dan banyak tempat olahraga ditutup, makin banyak orang yang membeli peralatan olahraga rumah dari Peloton. Saham perusahaan ini melonjak tiga kali lipat selama pandemi, dan membuat John Foley yang berusia hampir 50 tahun menjadi miliarder.
Foto: Mark Lennihan/AP Photo/picture alliance
Tobias Lütke, Shopify
Shopify memungkinkan pedagang membuat toko online mereka sendiri - dikembangkan oleh Tobias Lütke. Lahir di Koblenz, Jerman, dia beremigrasi ke Kanada 2002 dan mengembangkan bisnisnya dari garasi. Saat ini, Shopify adalah perusahaan paling berharga di Kanada. Majalah Forbes menaksir kekayaan Tobias Lütke yang berusia 39 tahun sekitar USD 9 miliar.
Foto: Wikipedia/Union Eleven
Ugur Sahin, BioNTech
Awal Januari, Ugur Sahin mulai mengembangkan vaksid Covid-19, dengan perusahaan yang dia dirikan bersama istrinya, Özlem Türeci: BioNTech. Insting bisnis suami-istri keturunan Turki ini ternyata membuahkan hasil. Nilai saham yang mereka miliki di BioNTech, yang bekerjasama dengan raksasa farmasi AS Pfizewr, diperkirakan mencapai USD 2,4 miliar.
Foto: BIONTECH/AFP
Dominik Richter, HelloFresh
Perusahaan layanan makanan HelloFresh langsung berkembang pesat di masa pandemi Covid-19. Keuntungannya naik lebih dari tiga kali lipat, menurut laporan terbaru yang dirilis awal November. Salah satu pendirinya, Dominik Richter, berhasil memanfaatkan situasi, di mana banyak restoran harus ditutup. Dia memang belum berada di liga para milarder, tetapi sedang menuju ke sana. (hp/as)
Foto: Bernd Kammerer/picture-alliance
7 foto1 | 7
Optimisme Antony Blinken
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, yang ikut memimpin pertemuan tersebut, mengatakan Washington membentuk gugus tugas untuk menangani masalah tersebut.
"Hari ini, saya pikir kita melanjutkan diskusi itu," kata Blinken.
"Keluar dari percakapan ini dan masuk ke dalam kerja satuan tugas, saya yakin bahwa kami terus memberikan momentum untuk percakapan itu dan mengatasi perbedaan," tambahnya.
Blinken kemudian mencuitkan di Twitter bahwa AS dan UE "dapat menciptakan pekerjaan dengan pendapatan yang baik dan mengatasi krisis iklim."
Kekhawatiran Uni Eropa
Komisaris Perdagangan UE Dombrovskis, dalam sebuah wawancara dengan DW, mengakui bahwa Undang-Undang Pengurangan Inflasi "tidak dimaksudkan untuk mendiskriminasi UE dan sekutu dekatnya."
Namun, dia menganjurkan agar UE menerima "perlakuan yang sama seperti yang sudah diterima Kanada dan Meksiko," yang tidak tunduk pada "ketentuan diskriminatif Undang-Undang Pengurangan Inflasi."
Dombrovskis mengatakan rekonsiliasi mengenai undang-undang AS diperlukan, karena hubungan perdagangan transatlantik dapat terpengaruh.
Presiden Prancis Emmanuel Macron baru-baru ini memperingatkan bahwa subsidi "super agresif" semacam itu dapat "memecah Barat".
Pada pekan lalu, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan blok tersebut harus "menyesuaikan" aturannya sendiri untuk memfasilitasi investasi sambil mencegah "distorsi" yang dapat disebabkan oleh undang-undang semacam itu.