AS Mendakwa Jenderal Iran dalam Rencana Pembunuhan Jurnalis
23 Oktober 2024
Amerika Serikat mendakwa beberapa pejabat Iran, termasuk seorang perwira Korps Garda Revolusi Iran, terkait dugaan rencana pembunuhan terhadap seorang jurnalis yang kerap kritik rezim Khamenei.
Iklan
Amerika Serikat (AS) telah mengajukan dakwaan baru terkait dugaan agenda yang direncanakan di Teheran untuk membunuh seorang jurnalis Iran-Amerika di New York.
Berdasarkan dokumen pengadilan yang dirilis hari Selasa (22/10), AS mendakwa beberapa orang di Iran, termasuk seorang Brigadir Jenderal Korps Garda Revolusi Iran (IRGC), Ruhollah Bazghandi.
Sebelumnya, tiga tersangka dalam kasus ini telah didakwa dan masih dalam tahanan. Satu orang ditahan pada 2022 dan dua lainnya pada Januari 2023.
Dokumen terbaru tidak menyebutkan nama korban, tetapi salah satu tersangka yang ditangkap sebelumnya membawa senapan di dekat rumah jurnalis dan aktivis Iran-Amerika, Masih Alinejad, di Brooklyn.
Kekuasaan Berdarah Ayatollah Khomeini
Ayatollah Khomeini mengobarkan revolusi 1979 buat mengakhiri kekuasaan monarki yang represif dan sarat penindasan. Ironisnya negara agama yang ia dirikan justru menggunakan cara-cara serupa untuk bisa bertahan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/FY
Reformasi Setengah Hati
Iran pada dekade 1970an mengalami perubahan besar lewat "Reformasi Putih" yang digenjot Syah Reza Pahlevi. Program yang antara lain berisikan reformasi agraria dan pendidikan itu sebenarnya diarahkan untuk mempersempit pengaruh kaum Mullah dan tuan tanah. Namun Reformasi Putih menciptakan ketegangan sosial yang justru ingin dihindari pemerintah. Seluruh negeri tiba-tiba bergejolak.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Monarki Tanpa Oposisi
Iran pada era Pahlevi membungkam oposisi lewat penculikan, pembunuhan, penyiksaan dan eksekusi mati. Pada demonstrasi massal 1963, sekitar 15.000 mahasiswa tewas terbunuh. Antara 1971 hingga Revolusi Islam 1979, sebanyak 100 tokoh oposisi melepas nyawa di tiang gantungan. Sampai 1975 pemerintah menahan hampir semua jurnalis, seniman, sastrawan, ulama dan akademisi yang bersimpati pada oposisi
Foto: picture alliance/Herbert Rowan
Arus Balik Khomeini
Ayatollah Khomeini yang awalnya mendukung kekuasaan terbatas Monarki Iran, berbalik arah memperkenalkan sistem pemerintahan Islam berbasis kekuasaan Ulama, Wilayatul Faqih. Oleh Pahlevi ia dikucilkan. Putra Khomeini, Mostafa, dibunuh oleh pasukan rahasia Syah Iran, Savak, setahun sebelum revolusi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/FY
Sekulerisme Islam
Namun begitu Khomeini tidak serta merta membangun pemerintahan Mullah di tahun pertama revolusi. Sebaliknya ia mengakui peran kelas menengah dalam menjatuhkan Pahlevi dengan membentuk pemerintahan sekuler di bawah tokoh liberal dan moderat Mehdi Bazargan (gambar) sebagai perdana menteri dan kemudian Abolhassan Banisadr yang merupakan aktivis HAM Iran.
Foto: Iranian.com
Kebangkitan Islam Militan
Tapi menguatnya militansi pengikut Khomeini yang ditandai dengan penyerbuan Kedutaan Besar Amerika Serikat menyudahi peran kaum liberal. Terutama sejak perang Iran-Irak, Khomeini banyak memberangus oposisi. Antara 1981 dan 1985, pemerintah Islam Iran mengeksekusi mati 7900 simpatisan oposisi.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Pengkhianatan Ayatollah
Untuk mempertahankan idenya tentang kekuasaan Ulama, Khomeini tidak cuma mengucilkan perdana menterinya sendiri, ia juga memenjarakan ulama besar Syiah, Ayatollah Sayid Muhammad Kazim Shariatmadari (gambar) dengan tudingan makar dan calon penggantinya, Ayatollah Hossein-Ali Montazeri karena menentang tindakan represif pemerintah.
Foto: tarikhirani.ir
Dekade Berdarah
Dekade 1980-an menandai kekuasaan berdarah Khomeini. Dalam Tribunal Iran, PBB menuding rejim Islam Iran melakukan "pelanggaran berat Hak Azasi Manusia." Selama tahun 1980-an, sebanyak 20.000 tahanan politik meninggal dunia di penjara dan lusinan media diberangus paksa.
Foto: sarafsazan.com
Derita di Balik Jeruji
Pengadilan Kejahatan HAM Iran yang digelar di Den Haag tahun 2012 silam mengungkap berbagai kesaksian mantan tapol. Sebagian besar mengabarkan penyiksaan di penjara, antara lain digantung terbalik selama berhari-hari dan dipaksa melihat adegan penyiksaan terhadap rekannya, serta dikurung di sel isolasi tanpa sinar matahari selama berminggu-minggu.
Foto: iranwebgard.ir
Eksekusi Massal
Hingga kini Iran menjadi salah satu negara dengan jumlah hukuman mati tertinggi di dunia terhadap tahanan politik. Setahun menjelang kematiannya (3 Juni 1989), Khomeini menggulirkan gelombang eksekusi massal terhadap tokoh oposisi. Tidak jelas berapa jumlah tahanan politik yang tewas. Sebuah sumber menyebut jumlah tapol yang dieksekusi mati mencapai 30.000 orang.
Foto: picture-alliance/dpa
9 foto1 | 9
Alinejad sebut dakwaan sebagai penghinaan bagi Khamenei
Akibatnya, ia sering menjadi sasaran dalam demonstrasi anti-AS di Iran.
Pada hari Selasa (22/10), Alinejad berkomentar melalui media sosial terkait perkembangan kasus ini.
Sebelumnya, ia sempat memberi isyarat tentang adanya perkembangan baru setelah bertemu dengan FBI dan Departemen Kehakiman, meski belum bisa membagikan rinciannya. "Tapi ini adalah hari yang indah," katanya.
Alinejad juga menandai Ayatollah Ali Khamenei di postingannya dan menulis: "Setiap kali kamu dan IRGC-mu dipermalukan, itu adalah kemenangan bagi kami. Saya sudah berpindah 21 kali ke rumah aman, tapi saya lebih kuat dari sebelumnya."
Jenderal Iran jadi tersangka
Dokumen dakwaan di pengadilan Brooklyn menyebutkan Ruhollah Bazghandi sebagai seorang brigadir jenderal di IRGC yang sebelumnya menjabat sebagai kepala departemen kontraintelijen Garda Revolusi.
Jaksa menduga Bazghandi dan tiga orang lainnya terlibat dalam beberapa rencana pembunuhan berdasarkan aktivitas online mereka.
"Dakwaan hari ini mengungkap sejauh mana plot Iran untuk membungkam seorang jurnalis Amerika karena mengkritik rezim Iran," kata Direktur FBI Christopher Wray.
Para tersangka baru ini masih berada di Iran dan belum tertangkap, menurut jaksa.
Iklan
Para pembunuh bayaran yang diduga terlibat diadili di AS
Khalid Mehdiyev, yang ditangkap di luar rumah Alinejad, bersama tersangka lain yang diduga terlibat dalam plot tersebut, Rafat Amirov, saat ini ditahan di AS dan telah mengaku tidak bersalah atas tuduhan pembunuhan bayaran.
Jaksa menyatakan, para tersangka berencana memancing Alinejad keluar dari rumahnya dengan meminta bunga dari tamannya, lalu menembaknya.
"Departemen Kehakiman kini telah mendakwa delapan orang, termasuk seorang pejabat militer Iran, yang diduga berupaya membungkam dan membunuh seorang warga AS karena kritiknya terhadap rezim Iran," kata Jaksa Agung Merrick Garland, Selasa (22/10).
Garland menegaskan bahwa AS, "tidak akan menoleransi upaya rezim otoriter seperti Iran untuk melanggar hak-hak dasar yang dijamin bagi setiap warga Amerika."