AS telah memerintahkan keluarga diplomatnya di Kiev untuk meninggalkan Ukraina dan mendesak semua warga AS di negara itu untuk "mempertimbangkan pergi" dengan alasan "ancaman lanjutan dari aksi militer Rusia."
Iklan
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengatakan pada hari Minggu (23/01) bahwa kerabat dan keluarga diplomat AS yang ditempatkan di Kiev harus mulai meninggalkan Ukraina.
Departemen Luar Negeri AS menyarankan agar tidak bepergian ke Ukraina karena adanya "peningkatan ancaman aksi militer Rusia" dan pandemi COVID-19. Dalam anjuran perjalanan yang diterbitkan di situsnya, Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa ada laporan Rusia merencanakan aksi militer yang signifikan terhadap Ukraina.
Dikutip dari kantor berita AFP, seorang pejabat senior AS mengatakan bahwa aksi militer Rusia di Ukraina bisa terjadi "kapan saja." Belum diketahui pasti berapa banyak warga AS yang berada di Ukraina saat ini.
Iklan
Apa saja pengumuman Departemen Luar Negeri AS?
Selain memerintahkan keberangkatan anggota keluarga staf kedutaan besar di Kiev yang memenuhi syarat, Washington juga mengizinkan keberangkatan sukarela pegawai kedutaan. Dilaporkan keberangkatan mereka akan dibiayai pemerintah AS.
"Kondisi keamanan, terutama di sepanjang perbatasan Ukraina, di Krimea yang diduduki Rusia, dan di Ukraina timur yang dikuasai Rusia, tidak dapat diprediksi dan dapat memburuk dengan sedikit pemberitahuan," demikian bunyi anjuran persyaratan Departemen Luar Negeri AS. "Demonstrasi, yang terkadang berubah menjadi kekerasan, secara teratur terjadi di seluruh Ukraina, termasuk di Kiev."
Dilansir Associated Press, pejabat Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa kedutaan akan tetap beroperasi dan pengumuman itu bukan merupakan perintah evakuasi. Mereka menambahkan bahwa langkah itu tidak mencerminkan pelonggaran dukungan AS untuk Ukraina dan telah dipertimbangkan selama beberapa waktu.
Pada Minggu (23/01) malam, Departemen Luar Negeri AS juga mengeluarkan kembali anjuran perjalanannya untuk Rusia, memperingatkan warga AS untuk tidak bepergian ke sana, karena "ketegangan yang sedang berlangsung di sepanjang perbatasan dengan Ukraina." Selain itu, warga AS juga disarankan untuk tidak melakukan perjalanan dari Rusia ke Ukraina melalui jalur darat.
Apa Arti Warna dari Sebuah Revolusi?
Dari baju hitam yang dipakai demonstran Hong Kong, sampai spanduk oranye yang digunakan demonstran Ukraina, beginilah cara mereka mengadopsi warna untuk mewakili gerakan perubahan.
Foto: AFP/Getty Images/F. Belaid
Hong Kong berpakaian hitam
Hitam, yang dipilih karena berkaitan dengan berkabung dan duka, adalah warna pilihan ratusan ribu demonstran yang turun ke jalan di Hong Kong untuk memperjuangkan demokrasi di metropolis mereka. Demonstran penentang, yang mendukung walikota pro Beijing, memilih putih untuk membedakan diri.
Foto: AFP/H. Retamal
Revolusi payung kuning Hong Kong
Aksi protes Hong Kong tidak selalu hitam putih. Di tahun 2014 pada masa yang disebut Revolusi Payung, para demonstran menuntut diadakannya pemilu yang bebas dan reformasi-reformasi demokratis untuk kota semi otonom mereka. Payung-payung kuning dipilih sebagai simbol. Para demonstran menggunakannya untuk menangkis gas air mata yang ditembakkan polisi.
Foto: AFP/Getty Images/A. Wallace
Oranye pilihan Ukraina
Menggantikan warna merah, yang sering dikaitkan dengan komunisme pada zaman Uni Soviet, oranye adalah warna pilihan pihak oposisi pada masa “Revolusi Oranye” Ukraina di tahun 2004. Selama 17 hari di musim dingin Ukraina yang keras, warga dari berbagai kelas sosial bersatu untuk mendukung kandidat oposisi Viktor Yushenko.
Foto: Sergey Dolzhenko/picture-alliance/dpa
Revolusi Safron di Myanmar
Demonstrasi damai di Myanmar pada tahun 2007 menjadi terkenal dengan warna safron, yang merupakan warna khas jubah biksu Buddha. Di garis depan aksi protes menentang pemerintah militer, mahasiswa dan aktivis politik ikut bergabung dengan para biksu. Banyak perempuan juga ikut berdemonstrasi.
Foto: picture alliance/AP Photo
Revolusi Kuning Filipina
Setelah tiga tahun berdemonstrasi menentang presiden Ferdinand Marcos dan rezimya dari tahun 1983 sampai 1986, warga Filipina memenangkan sebuah revolusi damai. Ini sering disebut sebagai “Revolusi Kuning” karena warna pita yang dipegang para demonstran ketika berkumpul. Foto ini menunjukkan konfeti kuning yang dilemparkan untuk mengenang hari peringatan revolusi tersebut pada tahun 2013.
Foto: imago
Gerakan Hijau Iran
Warna hijau dianggap sebagai warna Islam dan dipilih oleh para demonstrantan yang menentang pemerintah pada masa pemilihan umum di Iran tahun 2009-2010. Para demonstran menuduh rezim waktu itu memalsukan hasil pemilihan. Rezimnya bereaksi dengan cepat, melukai para demonstran yang tidak berdaya dan menahan sekitar 4.000 orang. Sekarang aksi demonstrasi ini masih disebut sebagai “Gerakan Hijau”.
Foto: picture-alliance/dpa/Stringer
Revolusi warna-warni Makedonia
Kenapa memilih satu warna saja jika bisa menggunakan semuanya? Untuk memprotes menentang keputusan pemerintah untuk menghentikan penyelidikan dalam skandal penyadapan pada tahun 2016, para demonstran Makedonia berkumpul di ibu kota negara ini pada pertengahan April untuk menunjukkan ketidakpuasan mereka. Banyak yang melemparkan cat berwarna-warni ke gedung-gedung pemerintah.
Foto: Getty Images/AFP/R. Atanasovski
Revolusi Anyelir di Portugal
Berbagai bunga juga digunakan untuk melambangkan protes penting di sejarah modern. Setelah kudeta sukses di Portugal pada tanggal 25 April 1974, yang mengakhiri kediktatoran selama bertahun-tahun, warga yang sangat gembira merayakan ini dengan menaruh anyelir merah di senjata-senjata para pejuang mereka. Ini adalah bentuk mekarnya sebuah era demokrasi baru, yang diikuti oleh Spanyol dan Yunani.
Foto: picture-alliance/dpa/M. de Almeida
Revolusi Anggur di Moldova
Di Moldova, “Revolusi Anggur” adalah nama yang diberikan kepada aksi protes menentang hasil pemilu pada tahun 2009. Setelah partai komunis menang, para demonstran turun ke jalan. Nama ini dilaporkan mengacu kepada banyak kebun anggur yang ada di Moldova. Revolusi ini tidak berkembang sampai sebesar yang terjadi di negara-negara mantan Uni Soviet lainnya, seperti di Ukraina.
Foto: picture-alliance/dpa/D. Doru
Revolusi Melati di Tunisia?
Selama 28 hari pada tahun 2011, warga Tunisia turun ke jalan untuk memprotes korupsi, pengangguran dan kondisi hidup yang miskin. Menariknya, nama “Revolusi Melati” populer di media Barat, tetapi tidak di Tunisia sendiri. Sebaliknya, rakyat Tunisia menyebut ini sebagai “Revolusi Kehormatan”, karena penggulingan Presiden Ben Ali pada tahun 1987 sudah disebut “Revolusi Melati”. (ag/pkp)
Foto: AFP/Getty Images/F. Belaid
10 foto1 | 10
Bagaimana situasi di Ukraina?
Pengumuman itu muncul setelah kekhawatiran Barat dan Ukraina atas penumpukan pasukan militer Rusia di sepanjang perbatasannya dengan Ukraina.
Pada hari Sabtu (23/01), Kementerian Luar Negeri Inggris mengklaim bahwa Rusia berusaha untuk menempatkan seorang pemimpin pro-Rusia di Ukraina, sebuah klaim yang disebut Rusia sebagai "informasi yang salah."
Sebelumnya, pertemuan pada hari Jumat (21/01) malam antara Menlu AS dan Rusia juga gagal menghasilkan terobosan besar apa pun tentang masalah ini.
Dilaporkan Nwe York Times, Presiden AS Joe Biden disebut sedang mempertimbangkan untuk mengerahkan pasukan AS ke wilayah Eropa Timur. Namun, Juru Bicara Pentagon John Kirby membantah laporan tersebut.