AS Minta Para Pemimpin Tak Datang ke Sidang PBB di New York
19 Agustus 2021
Amerika Serikat mendesak lebih dari 150 negara yang bermaksud mengirim pemimpin atau menteri ke Sidang Umum PBB di New York agar berpartisipasi secara virtual.
Iklan
Surat permintaan AS itu dikirim hari Rabu (18/8) ke perwakilan 192 negara anggota PBB dan menyerukan agar semua pertemuan dan acara sampingan lain yang diselenggarakan oleh badan dunia itu dijadikan konferensi virtual. AS menyatakan khawatir, kedatangan delegasi PBB ke New York bisa menjadi ajang besar penyebaran Covid-19.
PBB akhir Juli lalu memutuskan untuk menggelar pertemuan tatap muka para pemimpin dunia yang menghadiri pertemuan tahunan Sidang Umum dari 21-27 September di New York. Daftar pembicara memuat nama 127 kepala negara dan kepala pemerintahan yang berencana hadir langsung, termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, pemimpin Venezuela Nicolas Maduro, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Perdana Menteri Israel Naftali Bennett dan pemimpin India Narendra Modi.
Selain Sidang Umum, PBB juga mengagendakan pertemuan tingkat tinggi tentang perubahan iklim, vaksinasi Covid-19 dan acara peringatan 20 tahun Konferensi PBB Menentang Rasisme.
New York dengan "tingkat penularan komunitas tertinggi"
Amerika Serikat menyatakan akan melakukan segala upaya untuk membuat acara-acara penting dengan prioritas utama ini bisa berhasil "dalam format virtual,'' kata surat itu. Amerika Serikat mengatakan pandemi COVID-19 "terus menimbulkan risiko kesehatan yang signifikan di seluruh dunia,'' dengan penularan varian delta yang berbahaya.
Iklan
Semua distrik di New York City saat ini "memiliki tingkat penularan komunitas tertinggi," kata surat itu lebih lanjut.
Bagi orang-orang yang harus datang ke markas besar PBB di New York, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS - CDC merekomendasikan pemakaian masker wajib setiap saat, jarak sosial satu setengah meter, tempat duduk yang tetap, status COVID-19 yang dikonfirmasi negatif untuk memasuki gedung dan jika mungkin bukti vaksinasi penuh sebagai persyaratan. Selain itu PBB harus siap melakukan "pelacakan kontak untuk setiap pertemuan".
Negara-negara ASEAN Berjuang Hadapi Gelombang Ketiga COVID-19
Gelombang ketiga virus corona varian Delta melanda beberapa negara di Asia Tenggara. Fasilitas kesehatan masyarakat yang tidak memadai membuat kawasan itu tidak mampu mengendalikan situasi.
Foto: Wisnu Agung Prasetyo/ZUMA/picture alliance
Gelombang ketiga melanda
Infeksi COVID-19 meningkat secara eksponensial di Asia Tenggara dalam beberapa bulan terakhir. Negara-negara seperti Laos, Thailand dan Vietnam telah berhasil mengurangi penyebaran virus pada 2020, tetapi saat ini mereka tengah berjuang mengatasi gelombang baru, seperti yang dihadapi Indonesia.
Foto: Agung Fatma Putra/ZUMA/picture alliance
Kekacauan dan kehancuran di Indonesia
Hingga Minggu (18/07), Indonesia telah melaporkan 73.582 kematian akibat COVID-19 dan lebih dari 2,8 juta kasus yang dikonfirmasi sejak awal pandemi. Pekan lalu, negara itu melampaui India dan Brasil dalam tingkat infeksi baru. Para ahli meyakini jumlah kasus sebenarnya bisa jauh lebih tinggi. Warga putus asa mencari tabung oksigen dan tempat tidur rumah sakit.
Foto: Timur Matahari/AFP/Getty Images
Virus corona varian Delta
Sistem perawatan kesehatan dan rumah sakit di Indonesia berjuang untuk mengimbangi masuknya pasien baru COVID-19. Dengan populasi sekitar 270 juta, negara itu sangat terpukul oleh wabah corona setelah perayaan Idul Fitri bulan Mei lalu, yang membuat jutaan orang melakukan perjalanan ke luar daerah. Kasus infeksi melonjak akibat varian Delta yang sangat menular.
Foto: Wisnu Agung Prasetyo/ZUMA/picture alliance
Kondisi yang memburuk
Pada tahun 2020, para pejabat Vietnam dipuji karena secara efisien sukses menahan penyebaran virus corona. Namun, ketika varian Delta merebak luas, jumlah infeksi di negara itu meningkat tajam. Pemerintah Vietnam saat ini menempatkan seluruh wilayah selatan dalam penguncian selama dua minggu, karena infeksi COVID-19 dikonfirmasi melebihi 3.000 kasus.
Foto: Luke Groves/AP/picture alliance
Kemarahan terhadap pihak berwenang
Pengunjuk rasa Thailand menyerukan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha untuk mundur karena tidak mampu menangani pandemi COVID-19. Demonstrasi berlangsung ketika kerajaan mencatat rekor tingkat infeksi virus corona. Rumah sakit di seluruh negeri berada di bawah tekanan.
Sektor pariwisata Thailand juga terdampak parah oleh pandemi corona. Ketika Bangkok dan provinsi sekitarnya berjuang menghadapi lonjakan COVID-19, pemerintah justru mendorong rencana untuk membuka kembali pulau resor populer Phuket sebagai upaya menyelamatkan ekonomi.
Foto: Sirachai Arunrugstichai/Getty Images
Peluncuran vaksin yang lambat
Pemerintah Thailand lambat dalam pengadaan vaksin. Negara gajah putih itu mulai memvaksinasi tim medis pada Februari dan memulai kampanye vaksinasi massal pada Juni dengan suntikan AstraZeneca yang diproduksi secara lokal dan mengimpor dosis Sinovac buatan Cina. Upaya vaksinasi Thailand sejauh ini lambat dan tidak menentu.
Foto: Soe Zeya Tun/REUTERS
Putus asa mengharapkan bantuan
Masyarakat Malaysia tengah berjuang melawan COVID-19. Beberapa warga telah menemukan cara baru untuk meminta bantuan, yakni dengan mengibarkan bendera putih di luar rumah. Kampanye #benderaputih ramai dibicarakan di media sosial. Malaysia telah memberlakukan lockdown secara nasional sejak 1 Juni lalu untuk mengurangi lonjakan infeksi COVID-19.
Foto: Lim Huey Teng/REUTERS
COVID-19 dan kudeta
Kudeta militer menghambat akses masyarakat ke fasilitas perawatan kesehatan di Myanmar. Banyak dokter menolak bekerja di rumah sakit untuk menunjukkan perlawanan mereka terhadap junta. PBB telah memperingatkan Myanmar karena berpotensi menjadi "negara penyebar super", lantaran meningkatnya kasus infeksi dan vaksinasi yang lambat.
Foto: Santosh Krl/ZUMA/picture alliance
Impian mencapai herd immunity
Seperti negara-negara Asia Tenggara lainnya, Filipina mengalami pasokan vaksin yang terbatas dan peluncuran vaksin yang lambat. Pakar kesehatan mengatakan negara itu mungkin menjadi yang terakhir di kawasan Asia Tenggara mencapai kekebalan kelompok. Melihat kondisi saat ini, pihak berwenang mungkin membutuhkan waktu dua tahun atau lebih untuk memvaksinasi setidaknya 75% dari populasi. (ha/hp)
Foto: Dante Diosina Jr/AA/picture alliance
10 foto1 | 10
PBB "terus berkonsultasi dengan semua anggota"
Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan Rabu malam, pihaknya sudah menerapkan sejumlah langkah untuk menangani varian delta, termasuk wajib mengenakan masker di kantor pusat PBB dan pelaporan status vaksinasi dan hasil tes positif COVID-19. PBB juga memberlakukan wajib vaksinasi untuk sebagian personel, termasuk mereka yang bekerja melayani pertemuan antar pemerintah.
Stephane Dujarric selanjutnya mengatakan, tidak ada acara sampingan tatap muka yang akan berlangsung di PBB, namun dia tidak menyebutkan secara langsung acara-acara besar seperti konferensi tingkat tinggi tentang perubahan iklim, sistem pangan, rasisme, dan masalah-masalah lainnya.
"Kami jelas terus berdiskusi dengan negara-negara anggota… dan negara tuan rumah," katanya. "Sekretaris Jenderal akan terus fokus menjaga kesehatan semua orang di PBB dan membuat komunitas masyarakat aman.''