Wakil Amerika Serikat di Konferensi Iklim COP23 di Bonn nekad promosikan batu bara sebagai solusi energi masa depan. Kebanyakan ahli energi pesimis bahan bakar fosil bisa punya prospek realistis.
Iklan
Delegasi resmi Amerika Serikat yang hadir di Konferensi Iklim Bonn mempromosikan bahan bakar fosil yang "bersih" sebagai solusi untuk mengurangi emisi. Mereka merepresentasikan agenda dengan tema "Peran Bahan Bakar Fosil Bersih dan Efisien dan Tenaga Nuklir dalam Mitigasi Iklim."
Puluhan aktivis lingkungan meneriakkan "Keep it in the ground" (simpan dalam tanah) ketika direktur eksekutif Asosiasi Energi Amerika Serikat Barry Worthington membawakan makalahnya. Gubernur California Jerry Brown menertawakan usaha negaranya yang bertentangan dengan pendapat internasional.
Para aktivis berpendapat, promosi bahan bakar fosil yang lebih bersih hanya alasan untuk mempertahankan industri bahan bakar fosil sambil memperlambat transisi menuju energi terbarukan.
Induistri energi AS berpendapat, bahan bakar fosil masih akan digunakan lebih lama dari yang ditargetkan dalam konferensi iklm. Karena itu, bukankah lebih baik untuk mengembangkan teknologi dan membuatnya lebih bersih?
Promotor batu bara dalam konferensi iklim
"Panel ini hanya kontroversial jika kita memilih untuk mengubur kepala kita di pasir dan mengabaikan kenyataan dari sistem energi global," kata David Barks, asisten khusus Gedung Putih.
Akses terhadap energi fosil diperlukan untuk membantu memberantas kemiskinan dan mencapai tujuan pembangunan. Tanpa bahan bakar fosil, hal ini tidak mungkin terjadi, katanya.
"Gagasan bahwa dunia dapat memenuhi tujuan mitigasi yang ambisius, mendukung pembangunan di negara-negara miskin sebagaimana seharusnya dan memastikan akses energi hanya dengan menggunakan tenaga surya dan angin adalah naif," sambung Barks.
Tapi Gubernur California Jerry Brown menyatakan, langkah pemerintah AS sungguh menggelikan.
"Saya pikir pemerintah federal sedang berjalan di atas air, mereka seperti show Saturday Night Live, atau sebuah program komedi," tandas Brown.
"Mereka bahkan membawa perusahaan batubara untuk mengajar orang Eropa bagaimana cara membersihkan lingkungan," tambahnya.
Lingkaran Setan Energi Batu Bara
Batu bara adalah energi murah yang dibutuhkan setiap negara berkembang untuk menggerakkan roda produksi dan menjamin pertumbuhan ekonomi. Tapi ironisnya batu bara juga bisa menggerogoti kemakmuran yang telah dicapai.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Stratenschulte
Energi Murah
Energi adalah syarat utama kemakmuran. Terjaminnya pasokan listrik dan bahan bakar tidak cuma menggerakkan roda produksi, tetapi juga menambah kualitas hidup masyarakat. Tidak ada negara yang menikmati kemajuan pesat tanpa mengandalkan energi murah di fase awal pertumbuhan. Pada saat itulah batu bara berperan besar.
Foto: picture-alliance/AP/M. Meissner
Kilau Batu Bara
Batu bara adalah jenis sumber energi paling murah saat ini. Produksinya yang padat karya dan menyediakan banyak lapangan kerja membuat batu bara sering dilirik negara-negara berkembang dan bahkan industri maju. Selama lebih dari satu abad Cina menggerakkan roda produksinya dengan mengandalkan batu bara. Energi dan tenaga kerja yang murah adalah kunci keberhasilan negeri tirai bambu itu.
Foto: Getty Images/K. Frayer
Dahaga Batuan Hitam
Sejak tahun 2001, Cina menggandakan produksi batu bara dari satu milyar ton menjadi hampir empat miyar ton per tahun. Sebagian besar cadangan batu bara Cina digunakan untuk pembangkit listrik, industri dan buat energi panas untuk rumah tangga. Saat ini lebih dari 60% produksi listrik di Cina mengandalkan batu bara.
Foto: Getty Images/K. Frayer
Dua Wajah Batu Bara
Tapi energi murah ibarat dua sisi mata uang. Pembakaran bahan bakar fossil di Cina menciptakan masalah polusi udara yang ironisnya mengancam kemakmuran yang telah tercapai. Sebuah studi tahun 2004 menyebut polusi di Cina mencatat kerugian sebesar 3% dari ekonomi nasional. Penelitian University of California tahun 2015 bahkan menyebut 1,6 juta orang meninggal dunia setiap tahun akibat polusi udara
Foto: Reuters/A. Song
Energi Menjawab Kemiskinan
Kini India berniat mengambil jalan serupa. Lebih dari 300 juta penduduk India hidup tanpa akses listrik dan 840 juta orang masih menggunakan bahan bakar organik untuk memasak semisal kayu bakar atau kotoran sapi yang telah dikeringkan. Pertumbuhan ekonomi juga cendrung terhambat oleh minimnya infrastruktur energi dan transportasi. Saat ini perekonomian India cuma tumbuh 5% per tahun.
Foto: Dibyangshu Sarkar/AFP/Getty Images
India Haus Bahan Bakar
Sebab itu pemerintah India menggenjot konsumsi batu bara untuk memproduksi energi. Tahun 2012 silam sekitar 45% kebutuhan energi dan 75% produksi listrik mengandalkan batu bara. Diyakini selama 25 tahun ke depan permintaan energi India akan meningkat sebanyak 4% setiap tahun. International Energy Agency memperkirakan konsumsi energi India akan menyamai Eropa tahun 2040.
Foto: picture-alliance/dpa/Jaipal Singh
Rencana Besar New Delhi
India tercatat sebagai negara pengimpor batu bara terbesar kedua di dunia setelah Cina. Oktober silam pemerintah memublikasikan peta energi berbasis batu bara paling agresif di dunia. Sebanyak 600 pembangkit listrik berbasis batu bara dengan kapasitas 300 Gigawatt akan dibangun. Hingga tahun 2020 mendatang, India ingin menggenjot kapasitas produksi batu bara menjadi satu milyar ton per tahun
Foto: MANAN VATSYAYANA/AFP/Getty Images
Racun di Udara
Saat ini pun India telah kelimpungan menghadapi polusi udara. Awal November, New Delhi misalnya mencatat kualitas udara terburuk dalam sejarah. Catatan serupa bisa ditemukan di Chandrapur, sebuah kawasan industri berbasis batu bara. Studi WHO 2014 silam menyebut hingga 627.000 kematian prematur di India disebabkan oleh penyakit pernafasan akibat polusi udara.
Foto: Getty Images/D.Faget
Arus Balik di Cina
Sejak 2005 silam pemerintah Cina mulai melirik energi terbarukan sebagai motor ekonomi. Tahun lalu saja Beijing mengucurkan dana investasi senilai 103 milyar Dollar AS ke sektor energi terbarukan. Saat ini produksi energi hijau di Cina mampu menutupi sekitar 23% kebutuhan energi nasional. Tidak ada negara lain yang lebih agresif menggenjot produksi energi hijau ketimbang Cina.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Chinatopix
Siklus Maut
India masih mengandalkan batu bara seperti Cina 10 tahun silam. Pasalnya dengan harga energi terbarukan yang masih tinggi, New Delhi tidak punya pilihan selain membakar batu bara untuk menjamin pasokan energi buat penduduk. Tapi cepat atau lambat, polusi yang disebabkan konsumsi batu bara akan mulai menggerogoti kemakmuran, dan hingga saat itu India sudah harus menyiapkan sumber energi alternatif
Foto: Getty Images/AFP/P. Paranjpe
10 foto1 | 10
Para aktivis lingkungan menilai, respon pemerintahan Presiden Donald Trump hanyalah cara untuk mendukung industri bahan bakar fosil di Amerika Serikat.
Prospek masa depan
Sebuah tim peneliti internasional di Lappeenranta University of Technology (LUT) di Finlandia pada acara COP23 emnunjukkan bahwa dekarbonisasi penuh dalam sistem kelistrikan bisa dicapai pada tahun 2050 di negara-negara industri.
Dengan menggunakan energi terbarukan saja, emisi gas rumah kaca bisa direduksi sampai turun 80 persen pada tahun 2030, kata mereka. Penghentian penggunaan energi fosil memang akan membuat banyak pekerjanya kehilangan pekerjaan. Namun industri energi terbarukan bisa menciptakan dua kali lebih banyak lowongan pekerjaan baru.
"Transisi energi bukan lagi masalah kelayakan teknis atau kelayakan ekonomi, melainkan masalah kemauan politik," kata Christian Breyer, ketua tim peneliti LUT.
Bagi para aktivis lingkungan yang berkumpul di COP23, jelas tidak ada tempat lagi untuk bahan bakar fosil di masa depan. Mereka menolak promosi para pelobi bahan bakar fosil dalam perundingan iklim.
Paviliun Indonesia di Konferensi Ikilm Bonn
Dengan mengusung sejumlah isu dan tema perlindungan iklim, Indonesia tampil dengan paviliun bergengsi di arena COP 23 di Bonn. Berseberangan dengan paviliun tuan rumah Jerman dan presiden konferensi iklim COP23, Fiji.
Foto: DW/A. Setiawan
Tampil di Lokasi Bergengsi
Lokasinya tepat berseberangan dengan paviliun tuan rumah Jerman dan presiden konferensi iklim tahun 2017, Fiji. Di paviliun Indonesia juga siap digelar sejumlah pembahasan tema utama, seperti deforestasi, lahan gambut, kawasan hutan mangrove dan target penurunan emisi hingga 2020.
Foto: DW/A. Setiawan
Diresmikan Ketua Delegasi Indonesia
Paviliun yang akan menjadi wajah Indonesia selama berlangsungnya konferensi iklim COP23 di Bonn dari 6.11 hingga 17.11 diresmikan ketua delegasi Indonesia, Dr. Nur Masripatin. Selain peresmian dengan pemukulan gong, juga dilakukan acara pemotongan tumpeng. Sekitar 400 "stake holder" dari Indonesia mengikuti keonferensi iklim COP23 di Bonn, Jerman.
Foto: DW/A. Setiawan
Diramaikan Musik Angklung Nusantara
Warga Indonesia di Bonn tampil dengan musik angklung dan nyayian Indonesia mengiringi pembukaan paviliun. Pavilin Indonesia juga menampilkan berbagai produk ekspor unggulan serta kekayaaan alam.
Foto: DW/A. Setiawan
Lindungi Iklim Dengan Target Ambisius
Indonesia berkomitmen pada konvensi iklim Paris 2015 dengan target penurunan emisi CO2 secara sukarela sebesar 29 perse hingga tahun 2030. Jika program didukung dengan pendanan internasional, target penurunan emisi CO2 bahkan dinaikkan menjadi sebesar 41 persen. Sebagai negara kepulauan, Indonesia diakui rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Foto: DW/A. Setiawan
Mengerem Laju Pemanasan Global
Dunia lebih cerdas dengan aksi kreatif untuk hadapi perubahan iklim. Motto ini terutama akan diwujudkan lewat komitmen Indonesia di bidang kehutanan, pertanian, energi, pengolahan limbah dan proses industri. Indonesia yang negara kepulauan, juga terancam oleh naiknya muka air laut, sama seperti Fiji. Karena itu targetnya kini menahan kenaikan suhu hanya di kisaran 1,5°C