1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

AS Sepakati Ketentuan Baru Pengiriman Virus Flu Burung

Zaki Amrullah 15 April 2008

Menteri Kesehatan Amerika Serikat Michael O. Leavitt berada di Jakarta atas undangan pemerintah Indonesia untuk melanjutkan pembicaraan menyangkut kerjasama pengiriman virus flu burung.

AVirus Flu Burung dilihat dengan mikroskop elektronFoto: AP

Amerika Serikat telah menyepakati sejumlah ketentuan baru yang diajukan Indonesia menyangkut perundingan pengiriman sampel virus flu burung. Tetapi wakil negara maju untuk perundingan virus flu burung itu masih mempersoalkan aturan mengenai pembagian keuntungan seperti yang di syaratkan Indonesia. I

Ini disampaikan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, usai pembicaraan dengan Menkes Amerika Serikat Michael O. Leavitt di kantor presiden Jakarta. Menurut Fadilah Supari, kecuali soal pembagian keuntungan yang masih alot, semua syarat yang diminta Indonesia telah disetujui.

Perundingan untuk berbagi sampel virus flu burung sempat mengalami kebuntuan, setelah negara berkembang, termasuk Indonesia, menuntut mekanisme pengiriman virus atau MTA dengan tata cara baru yang dianggap lebih adil. Antara lain, jaminan adanya transparansi dalam pemanfaatan spesimen virus, kompensasi untuk negara pengirim sample jika dikembangkan jadi vaksin secara komersial dan transfer teknologi pembuatan vaksin.

Menteri Kesehatan Amerika Serikat Michael O. Leavitt menyatakan mengerti kecemasan Indonesia. Namun menegaskan, flu burung sangat membahayakan dunia. Karenanya pertukaran sampel virus untuk penelitian harus berlangsung secara bebas. Disebutkan Michael O Leavitt:

"Kami membicarakan soal tata cara pengiriman sample virus ini secara blak-blakan. Muncul saling pengertian, saya sendiri jadi lebih paham apa kekuatiran Indonesia. Juga kebutuhan rakyat Indonesia dalam memperoleh vaksin dan obat-obatan secara mudah. Sebaliknya saya juga mengungkapkan betapa pentingnya pertukaran sample yang bebas dan transparan. Kami membentuk tim untuk menjamin bahwa kedua kepentingan itu sama-sama dipenuhi.”

Pemerintah Indonesia menghentikan pengiriman sample virus flu burung ke laboratorium WHO sejak Januari 2007. Alasannya, muncul indikasi bahwa sample itu dikembangkan secara komersial di negara maju untuk membuat vaksin dan dijual dengan harga yang tidak mampu dibeli oleh Indonesia sendiri. Menurut Fadilah Supari, Indonesia baru akan mengirim kembali sample virus setelah mekanisme pengiriman sampel virus flu burung atau MTA yang lebih adil disepakati.

Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah korban flu burung terbesar di dunia. Dari sekitar 130 yang terinfeksi virus mematikan ini, 107 orang telah meninggal dunia. Salah satu pemicu banyaknya korban adalah tinggihnya populasi unggas di Indonesia yang mencapai 1,2 miliar ekor.